Ketika Hati Sedang Jatuh Cinta

1075 Words
Adzan subuh berkumandang, aku masih setia dengan alam mimpi walaupun aku mendengar bunda menggedor pintu kamarku. Aaah rasanya aku terlalu malas untuk membuka mata, biarlah aku tidur 5 menit lagi. Bunda Aisyah geram dengan tingkah laku anaknya yang susah sekali dibangunkan dipagi hari, terutama jika disuruh untuk sholat. "Bagaimana punya calon yang agamanya bagus jika kamu aja susah sekali kalau di suruh bangun buat sholat subuh." Itulah kalimat yang sering sekali diucapkan bunda jika dia sudah kesal, tapi aku masih saja tidak bergeming, malah menarik selimut dan menutup telingaku dengan bantal, dan itu semakin membuat bunda semakin geram. Akhirnya bunda menarik selimutku dengan kasar dan "byuuuur" bunda menyiram muka ku dengan air. Mau tidak mau aku segera bangun sebelum bunda menyeretku lagi dan berakhirlah aku terkunci dalam kamar mandi. "Bunda, Liza masih ngantuk tau kenapa sii pagi-pagi udah berisik aja." Ucapku sambil mengucek kedua mataku. Bunda langsung melotot dan menjewer telingaku. "Kamu itu ya disuruh sholat susah banget, harusnya kamu tau kalau sholat subuh itu hukumnya wajib. Gimana doa kamu mau cepet dikabulin sama Allah, kalau sholat aja kamu males." Ucap bunda saat aku sudah mulai bangkit dari tempat tidur. Walaupun bunda sangat cerewet tapi aku tau semua itu demi kebaikan apalagi kalau menyangkut soal agama. Namaku Eliza Ghania Fadhlurrahman, anak kedua dari pasangan Mahendra Fadhlurrahman dan Aisyah Mahdiya. Aku mempunyai sifat yang cukup unik dan menjengkelkan karena sifat jailku, sifatku sangat berbeda dengan kak Safa. Aku cenderung jail, pecicilan, agak tomboy dan jauh dari kata lemah lembut sementara ka Safa mempunyai sifat yang lemah lembut, anggun, dan agamis. Tapi aku akan bersifat jail dan pecicilan hanya kepada orang-orang terdekat ku saja, bahkan orang yang belum mengenal aku, kebanyakan mereka akan mengira kalau aku sombong dan tidak suka berbaur dengan orang lain. Aku turun dari tangga dengan langkah tergesa-gesa, karena pagi ini aku ada jadwal bimbingan skripsi. Dari arah dapur, bunda sudah berteriak memanggil namaku begitu mendengar suara langkah kakiku menuruni tangga. "Liza sarapan dulu nak, jangan langsung berangkat." Teriak bunda dari arah dapur. Aku kemudian langsung menuju arah dapur begitu mendengar suara bunda. "Bun ayah kemana kog sepi?" Tanyaku sambil memakan pancake buatan bunda. "Ayah kamu pergi dinas ke Surabaya 3 hari, tadi setelah sholat subuh dia berangkat. Mangkanya jangan tidur mulu sampe ga tau ayah berangkat." Jawab bunda sambil membuat s**u putih kesukaanku. Aku kemudian melanjutkan memakan pancake tanpa berkata apa-apa lagi. Selesai membuat s**u bunda duduk di depanku sambil menemaniku sarapan. Begitu bunda melihat ke arahku, mata bunda langsung melotot melihat pakaian yang aku kenakan hari ini. "Masya Allah Liza, kamu itu pakai kerudung, kenapa pake baju ketat banget?" Protes bunda Aisyah. Aku kemudian melihat penampilanku hari ini, dan mengerutkan dahi. "Apanya yang salah, malah wajar-wajar aja bahkan ada yang lebih parah dari ini." Ucapku dalam hati, dengan santainya aku menjawab pertanyaan bunda. "Baju Liza ga ketat kog bun, malah wajar-wajar aja kalau kata Liza." Ucapku dengan santainya. "Turunin lagi kerudung nya, jangan di model yang aneh-aneh." Ucap bunda lagi. Aku kemudian membenarkan model kerudungku lagi menjadi lebih simpel, daripada bunda ngamuk bisa jadi panjang urusannya. Setelah itu aku melanjutkan sarapan sambil menunggu sahabatku Afrin. Tadi setelah sholat subuh Afrin menelfonku untuk mengajak berangkat bareng ke kampus, karena rumahku cukup dekat dengan Afrin hanya beda satu rumah saja, lumayan ngirit ongkos batinku. Karena tiap hari aku biasanya naik gojek saat pergi ke kampus. Tidak lama kemudian, hp ku berbunyi menandakan ada pesan masuk. Aku melihat ada notif pesan dari Afrin, memberitahu kalau dia sudah ada di depan pagar rumahku. Aku segera membereskan barang-barang ku, dan pamit kepada bunda. "Bunda, Liza berangkat dulu ya udah ditunggu Afrin didepan." Pamitku kepada bundanya sambil mencium tangan bunda. "Iya hati-hati ya, naik apa kamu sama Afrin?" Tanya bunda lagi. "Naik motor bunda, Afrin yang bonceng tau sendiri kalau Eliza ga bisa bawa motor." Jawabku sambil cengengesan. Setelah pamit aku bergegas berangkat ke kampus saat melihat jam sudah menunjukan pukul setengah delapan. Saat aku membuka pintu, tiba-tiba perasaanku menjadi tidak beraturan, begitu melihat mobil range rover sport warna hitam terparkir dihalaman rumah. Afrin tersenyum ramah menyapaku, begitu melihat aku keluar dari rumah. Aku berjalan menghampiri Afrin dengan perasaan tidak menentu, bahkan detak jantungku pun bisa aku dengar dengan jelas saat aku berjalan menghampiri mobil hitam itu. Aku tau, pasti kalau mas Afnan hari ini mengantar Afrin ke kampus, tapi kenapa perasaanku kepada mas Afnan masih sama seperti dulu saat aku bertemu mas Afnan untuk pertama kalinya. "Assalamualaikum Eliza." Sapa Afrin kepada ku, saat aku mulai mendekat. "Wa'alaikumsalam, udah lama nunggunya frin?" Tanyaku kepada Afrin. "Engga kog baru, hari ini kita berangkat bareng mas Afnan ya, soalnya sekalian mas Afnan jalan ke kantor." Tanya Afrin kepadaku. "Iya gapapa kog." Jawabku lagi. Kemudian kami segera memasuki mobil, aku sekilas melihat mas Afnan tersenyum ramah kepadaku begitu aku memasuki mobil. "Assalamualaikum Eliza, gimana kabarnya." Sapa mas Afnan ramah kepadaku. "Wa'alaikumsalam mas Afnan, Alhamdulillah baik." Jawabku sambil tersenyum. Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan menikmati suasana Jakarta yang tidak lepas dari kemacetan di pagi hari, sampai akhirnya suara Afrin menyadarkanku. "Liz, kamu hari ini bimbingan jam berapa?" Tanya Afrin kepadaku. "Jam setengah 9 frin, tadi pagi aku udah hubungin pak Arry. Kamu bimbingan jam berapa sama pak Zulman?" Tanyaku balik kepada Afrin. "Jam 10 an sii Liz, ga tau juga kalau nanti pak Zul ngaret datengnya ke kampus, paling aku tunggu di perpus sambil cari bahan lagi buat skripsi." Jawab Afrin dengan lesu. "Nanti kalian pulang jam berapa?" Tanya mas Afnan kepada kita. "Mungkin setelah dzuhur mas, kita sholat dulu di kampus setelah itu baru pulang." Jawab Afrin kepada mas Afnan. "Nanti pulang mas jemput ya, terus kita main time zone sama mas traktir makan sepuasnya biar kalian ga bete lagi." Jawab mas Afnan sambil tersenyum Afrin kemudian langsung mengangguk setuju. Sementara aku, mendadak langsung salah tingkah begitu melihat senyum mas Afnan. Kenapa hanya melihat senyumannya saja hatiku selalu merasa gelisah, perasaan macam apa ini, kenapa bisa meluluh lantahkan pertahananku selama ini. Tanpa sadar kita sudah sampai di depan gerbang kampus, kami berdua kemudian segera turun. Afrin berjalan menuju perpustakaan, sementara aku berjalan menuju ruangan pak Arry untuk bimbingan. Sepanjang perjalanan menuju ruangan dospem aku terus terdiam, memikirkan perasaanku kepada mas Afnan. Aku terlalu takut berharap, jika perasaanku tidak akan pernah terbalas. Bagaimana jika hanya aku yang terlalu berharap lebih, sementara mas Afnan tidak pernah memiliki perasaan yang sama denganku. Entahlah aku takut menerima kenyataan pahit yang sebenernya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD