Terluka? Itukah yang Kayla rasakan saat ini? Perempuan berumur dua puluh enam tahun itu bahkan tidak tahu apa yang tengah ia rasakan. Seharusnya Kayla sadar. Seharusnya sejak awal Kayla tahu. Perasaannya terhadap Brooklyn tidak aka nada artinya bagi Brooklyn. Kayla hanya membuang waktunya untuk menunggu pria itu. Ya,
"Kay?" dengan gerakan cepat, Elsa mengangkat kepala Brooklyn sehingga Brook terpaksa beranjak dari pangkuannya.
"Maaf. Aku tidak bermaksud menganggu kalian. Mungkin sebaiknya aku pergi." Dengan elegan, Kayla berbalik menuju pintu. Seharusnya ia berpikir seribu kali sebelum berencana menemui Elsa. Brook dan Elsa selalu punya cara untuk bertemu. Meskipun saat ini Elsa dan Freddy telah resmi menikah. Menikah!
"Oh, tunggu, Kay! Aku dan Brook hanya...." Elsa terdiam. "Sudahlah, lupakan! Kau mencariku?" Elsa sudah berdiri di samping Kaya ketika mengatakannya. Ia melirik Brook sekilas sebelum meninggalkan pria itu. Untuk pertama kalinya, Elsa sama sekali tidak memahami tatapan Brook. Seolah ada yang salah dengan pria itu. Sesuatu yang tidak diketahui Elsa.
"Aku ingin mengantar orang tuaku. Mereka ingin bertemu denganmu." Ujar Kayla. "Kupikir aku harus meminta ijin terlebih dahulu sebelum kau menemuinya. Mungkin saja Freddy tidak mengijinkan orang tuaku bertemu denganmu."
"Jangan khawatirkan Freddy. Dia sedang pergi. Mungkin dia akan kembali beberapa saat lagi. Di mana orang tuamu?" Elsa menggiring Kayla ke ruang tamu. Di sana sudah duduk pasangan paruh baya yang tak lain adalah orang tua Kayla.
"Oh, mereka sudah datang?" tanya Elsa dengan sangat antusias.
"Selamat pagi, Om, Tante," sapa Elsa seraya memeluk dan mengecup pipi mereka.
"Selamat atas penikahanmu, Sayang." Ucap Early tak kalah antusias. "Seharusnya kami datang untuk menghadiri acara pernikahanmu. Maaf kami terlambat datang."
"Oh, Tante. Itu tidak jadi masalah. Aku sangat senang kalian mau repot-repot datang." Sahut Elsa riang. Ia kemudian duduk bersama mereka. Brook mengawasinya dari kejauhan. Sesekali pria itu mengawasi Kayla dengan tatapan mengancam.
Ada apa dengannya? Pikir Elsa tidak tenang.
"Di mana suamimu? Kami dengan pernikahan kalian diadakan dengan sangat meriah." Tanya Christian ramah.
"Freddy sedang menemui rekan kerjanya. Mungkin sebentar lagi dia akan datang sehingga bisa berkumpul dengan kita."
"Kuharap dia akan berlama-lama." Sahut Early cepat.
Elsa mengerutkan keningnya. "Maaf?"
"Maaf, Nak, kami datang membawa sesuatu untukmu." Early mengambil sebuah kotak kecil dari dalam tasnya. Ia lalu menyerahkan benda itu kepada Elsa. "Bukalah. Sebelum suamimu datang."
Tiba-tiba saja, Elsa merasa ada yang tidak beres dengannya. Orang tua Kayla datang jauh-jauh dari Indonesia hanya untuk menyerahkan kotak kecil yang entah apa di dalamnya. Perlahan, Elsa membuka kotak tersebut. Napasnya tercekat tatkala mendapati sebuah cincin berlian miliknya. Cincin pemberian Axel cincin pernikahannya dengan Axel beberapa tahun lalu.
Sekuat tenaga Elsa mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh. Namun hal itu sia-sia saja. Elsa tidak cukup kuat mengenang apa yang telah terjadi di antara dirinya dan Axel. Juga anak-anak mereka. Kenangan-kenangan buruk itu melumpuhkan otaknya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Kayla yang tampak khawatir di sisi Elsa.
"Tidak pernah sebaik ini sebelumnya." sahut Elsa dengan senyum yang dipaksakan.
"Maafkan kami karena telah memmengingatkanmu pada masa lalu yang menyakitkan itu. Ibumu yang meminta kami membawa benda itu kemari. Mantan suamimu dan ibumu ingin kau mengenang sedikit saja tentang mereka. Mereka tahu kau tidak akan menginjakkan kaki lagi ke Indonesia."
"Aku tidak mungkin melupakan mereka." ucap Elsa serak.
"Kami tahu. Tapi suamimu tidak akan membiarkanmu mengingat mereka. Meskipun mereka adalah keluargamu!"Christian turut berkomentar.
"Memang seharusnya begitu." Elsa kembali memaksakan senyumnya. "Aku juga berpikir inilah yang terbaik untuk kami. Untukku dan Axel juga."
"Els, jangan biarkan Freddy..."
"Om, Tante, sudahlah. Aku lelah menghadapi pertikaian ini. Aku tidak mau kembali seperti semula. Kekacauan yang entah bagaimana bisa kuakhiri. Jalan ini, jalan yang telah Freddy ambil adalah keputusan terbaik. Dan aku tidak mau mengambil resiko memperburuk suasana dengan kembali pada Axel atau keluargaku."
"Kau berhak bahagia, Nak." Ucap Early lagi.
"Percayalah, aku bahagia bersama Freddy. Kami sangat bahagia. Jadi, tolong berhenti menyalahkan suamiku. Bagaimana pun juga, aku yang memilihnya." Di akhir kalimat, Elsa tersenyum seraya menatap cincin itu. Senyum yang sangat indah di mata Brooklyn.
Selama satu jam ke depan, mereka mulai membicarakan hal-hal ringan. Mengenai proyek yang saat ini dikerjakan keluarga Kayla, yang tak kunjung usai. Serta kehamilan Gadis yang saat ini memasuki bulan-bulan akhir.
Setelah dirasa cukup, Kayla beserta keluarganya berpamitan. Beverly ikut mengantarkan keluarga itu sampai ke ambang pintu. Bahkan setelah beberapa saat pun, belum ada tanda-tanda kedatangan Freddy. Kayla merasa aman meninggalkan kamar Elsa tanpa sepengetahuan Freddy.
Setibanya di kamarnya sendiri, Kayla memastikan kedua orang tuanya beristirahat sebelum ia memutuskan meninggalkan mereka. Kayla berjalan menuju balkon. Di sana, ia bisa mengawasi kedua orang tuanya yang tengah asyik bercengkrama. Sungguh mengagetkan melihat orang tuanya datang menyusulnya.
Kayla mengambil ponsel di sakunya. Kemudian dengan masih mengawasi orang tuanya, ia menghubungi Brooklyn.
"Dengar, Brook, aku tidak mau ada satu orang pun yang tahu tentang apa yang kita alami semalam. Aku cukup yakin kau juga tidak mau kalau sampai Elsa mendengar hal ini. Jadi, kuharap kau bisa menjaga rahasia ini dengan baik. Ini akan menjadi rahasia kita berdua."
**
Setelah kepergian Kayla dan keluarganya, Brook kembali bergabung dengan Elsa dan Beverly di ruang duduk. Elsa kembali memaksa Brook untuk makan. Freddy menghubunginya jika ia mungkin akan kembali setengah jam kemudian.
"Ayo, Brook, kau harus makan bayi nesar." Paksa Elsa sembari mengayunkan sendok ke depan mulut Brook seperti seorang ibu menyuapai anaknyaa.
Beverly tertawa parau melihat kelakuan kakaknya dan Elsa. Mereka terus bertengkar seperti ibu dan anak. Brook akan berpura-pura marah agar Elsa terus membujuknya. Sementara Elsa dengan sabarnya terus menyendok makanan dan menyodorkannya pada Brook.
"Kau harus makan ini, bayi besar!"
"No, Mommy, No!" elak Brook dengan nada dibuat-buat.
"Ayolah, Brook. hentikan itu, kau membuatku ingin muntah!" protes Beverly sembari terpingkal-pingkal.
"Brook, cepat habiskan makananmu!" ucap elsa ketus,
"Baiklah, baiklah. Kau menang. Aku akan menghabiskan makananku. Tapi, sebelum itu, kau harus menciumku!" pinta Brooklyn pada Elsa.
"Brook! berhenti menyuruh Elsa menciummu! Elsa sudah menikah dengan Freddy."
Mengabaikan protes adiknya, Brook mencuri satu kecupan bibir dari Elsa. Baik Elsa maupun Beverly sama-sama terkejut dengan hal itu. Setelah mencium Elsa, Brook bergegas melarikan diri ke toilet demi menghindari amukan mereka berdua.
"Brook!" seru Elsa dan Beverly bersamaan.
Beberapa saat kemudian, ponsel Brook yang tergeletak di atas meja makan bergetar. Beverly tengah mengambil air minum di dapur. Hanya ada Elsa yang duduk di sana. Awalnya, Elsa berniat mengabaikan panggilan tersebut. Namun, ketika nertranya menangkap nama Kayla di sana, ia tidak bisa menahan diri lebih lama untuk mengabaikan panggilan tersebut.
Elsa menempelkan ponsel Brook ke telinganya demi bisa mendengar apa yang akan Kayla katakana. Awalnya ia berpikir mungkin Kayla membutuhkan bantuan Brook. tetapi, seteleh mendengar ucapan Kayla, tubuh Elsa membeku seketika.
"Dengar, Brook, aku tidak mau ada satu orang pun yang tahu tentang apa yang kita alami semalam. Aku cukup yakin kau juga tidak mau kalau sampai Elsa mendengar hal ini. Jadi, kuharap kau bisa menjaga rahasia ini dengan baik. Ini akan menjadi rahasia kita berdua."
Elsa tidak bodoh untuk memahami maksud Kayla. Ia berdiri dan mendapati Brook mematung di belakangnya.
"Si.. siapa?" tanya Brook dengan ekspresi kacau.
"Apa yang kau lakukan dengan Kayla, Brook!" seru Elsa dengan nada tinggi.
Brook menyisir rambut keemasannya dengan jemari-jemarinya. Tubuhnya memutar untuk menghindari raut kekecewaan yang terpancar dari mata indah Elsa.
"Brook! Lihat aku!" teriak Elsa lagi.
Beverly lari tergopoh-gopoh demi melihat apa yang tengah terjadi. Satu tangannya membawa air mineral dalam gelas sedang tangan yang lainnya memegang pisau dapur.
Brooklyn berbalik untuk membalas tatapan Elsa, jauh di dalam lubuk hatinya, ia tidak tahan melihat bagaimana sorot mata itu mengiris hatinya seperti sebuah belati tajam yang siap mengoyak seluruh bagian dari dirinya.
Tidak pernah sekali pun Brook melihat Elsa begitu kecewa padanya. Tidak pernah. Brook merasa dunia akan hancur sebentar lagi. Tanpa kepercayaan dari Elsa. Tanpa cinta Elsa.
Brook mengenbuskan napas berat. "Aku mabuk."
Elsa menggeleng. "Kau sudah berjanji padaku. Kau tidak akan mabuk."
"Aku tahu, Els. Aku tahu. Aku tidak sengaja.."
"Apa yang kau lakukan pada Kayla?"
"Aku tidak melakukan apa-apa!"
"Bohong!" desis Elsa. Dalam suara itu, mengandung rasa sakit yang tidak bisa ditutupi lagi.
"Aku tidak tahu apa yang tepatnya terjadi. Aku mabuk, waktu itu aku menganggap dia adalah kau. Aku tahu aku bodoh. Tapi, demi Tuhan, Els, aku tidak pernah bermaksud menghianatimu. Aku mencintaimu."
"Brook, aku tidak peduli kau melakukannya dengan siapa! Tapi ini Kayla, dia sahabatku! Tidakkah kau tahu itu?"
"Aku tahu! Aku tahu aku bersalau. Tapi kau tidak bisa hanya menyalahkanku saja. Aku dalam keadaan mabuk. Aku sama sekali tidak menyadari siapa dirinya. Aku hanya melihatmu saja. Hanya dirimu saat itu yang ada di benakku. Aku terlalu putus asa melihat kau menikah lagi dengan Freddy. Aku hanya mencoba membantu Kayla kembali ke kamarnya. Itu saja. Aku mohon, tolong, tolong jangan membenciku. Aku tidak tahu bagaimana harus menjalani hidup tanpamu." Brook berjalan ke arah Elsa. Hatinya seketika hancur saat Elsa menahan langkahnya dengan telapak tangan terbuka yang diarahkan kepadanya.
"Berhenti di sana." Tukas Elsa parau.
"Elsa..."
"Dia sahabatku, Brook. Dia wanita baik-baik. Kau menodainya."
"Elsa... kumohon, jangan dengarkan apa yang dia katakana. Kau harus percaya padaku." pinta Brooklyn dengan suara tersendat-sendat.
"Apa lagi yang bisa kupercaya darimu? Kau sendiri yang menghancurkan kepercayaanku kepadamu."
"Kau hanya termakan omong kosongnya! Tidakkah kau sadar itu!" Brook tidak lagi bisa menahan amarahnya. Ia berjalan menghampiri Elsa, mencekal lengan wanita itu dan menatap Elsa tajam. "Aku tidak peduli apa yang dia katakan. Kau harus percaya padaku."
Saat itulah, pintu terbuka. Menampilkan Freddy dengan pakaian casual terbaiknya. Kaos berwarna putih yang membungkus tubuh atletisnya serta celana panjang yang terlihat begitu pas dengan warna senada. Freddy membawa setangakai bunga mawar putih. Bunga kesukaan Elsa.
Kerutan di dari Freddy terlihat jelas saat mendapati Brook mencekeram lengan Elsa dengan sekuat tenaga. Freddy menghampiri merea. "Ada apa ini? Brook apa yang kau lakukan dengan istriku."
Sebelum Brook berhasil bersuara. Elsa lebih dulu mengeluarkan suara lemahnya. "Lepaskan aku, Brook. Fredd, bisa bantu aku mengusir Brookly? Aku ingin beristrahat."
Mengusir. Elsa mengusirnya? Brook hampir tidak mempercayai pendengarannya. Brook mengenal Elsa cukup baik. Elsa tidak akan mengusirnya walaupun ia dalam keadaan sangat marah.
Dan sekarang? Lihat apa yang dilakukan Cinderella menyedihkan itu! Dia telah berhasil meracuni otak Elsa-nya.
Brook bersumpah akan memberi perhitungan pada Kayla. Si Cinderella menyedihkan itu!