Nine

1926 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah Mereka berdua berhenti tepat di depan sebuah meja. Catherine masih bingung dan belum paham apa maksud Calvin melakukan ini semua. Dia menatap seorang laki-laki yang sudah lanjut usia tersenyum padanya dan juga Calvin.  "Kakek," panggil Calvin dan Mr. Owen Myles berdiri, "dia Ashley Grant," ucapnya memperkenalkan Catherine pada kakeknya. Mr. Myles mengulurkan tangannya yang disambut oleh Catherine, "perkenalkan, aku kakeknya Calvin. Silakan duduk." Calvin tersenyum kearah Catherine dan menarik satu kursi untuk Catherine. Sedangkan wanita itu masih tidak bisa mengatakan apapun karena masih tidak mengerti. Calvin duduk tepat di sampingnya. Saat kakeknya memesankan makanan, Calvin mendekatkan wajahnya ke arah Catherine. "Jangan melakukan kesalahan. Bersikaplah seperti Ashley Grant," bisiknya. Catherine mengernyit dan menatap Calvin. Ashley Grant? Siapa wanita itu? Jangankam bertemu dengannya, ini pertama kalinya Catherine mendengar nama itu. "Ashley," Catherine reflek menatap Mr. Myles yang memanggilnya. "Kau ingin pesan apa?" "Apa saja yang penting jangan ada bawang putihnya," Calvin menyela Catherine yang membuka mulutnya berniat untuk memesan makanan. Catherine melirik ke arah Calvin dan bergumam padanya, "Apa yang-"  "Kau diam saja," potong Calvin sama pelannya seperti Catherine supaya kakeknya tidak mendengar ucapan mereka. Setelah pelayan restoran itu mencatat pesanan makanan, dia pun pergi. Mr. Owen Myles kembali memperhatikan Catherine. Sesekali Catherine terlihat memaksakan diri untuk tersenyum padanya. "Siapa nama ayahmu? Mr. ... " Mr. Myles terlihat sedang berpikir. "Jorden Grant," Calvin yang menjawabnya lagi. "Ah iya, dia. Aku dengar ayahmu salah satu client-" "Kakek," potong Calvin membuat Catherine dan kakeknya menatapnya, "kita sedang makan, jadi ... kurang pantas membahas masalah itu." "Kenapa? Bukankah Kakek memintamu memperkenalkan kekasihmu ini karena kakek ingin tahu?" "Apa?!" Catherine tertegun dan bertanya cukup keras membuat Calvin dan kakeknya merasa bingung. "Ke-kekasih?" Calvin mendesah dan meruntuki dirinya sendiri di dalam hati. Seharusnya dia memang menceritakan rencana ini dari awal sehingga Catherine tidak terkejut seperti itu. Sontak Calvin menendang kaki Catherine membuat wanita itu menatapnya tak setuju. Kau diam saja, begitu arti tatapan Calvin. Catherine mengerjapkan matanya beberapa kali karena kesal. Dia kembali tersenyum pada Mr. Owen Myles. "Apa ... Calvin salah mengakuimu sebagai-" "Ah, tidak. Maafkan aku," Catherine mengangkat tangannya. Dia terus tersenyum dan menelan salivanya. Napasnya terasa tercekat saat akan mengakui kalau lelaki di sampingnya itu adalah kekasihnya, "i-iya. Dia, maksudku Calvin adalah ... kekasihku." "Begitu?" Mr. Myles tertawa pelan, "aku tidak menyangka Calvin benar-benar sudah mempunyai kekasih. Padahal dia-" "Kakek," Calvin memanggil Kakeknya supaya lelaki lanjut usia itu tidak melanjutkan ucapannya.  "Iya," jawab Mr. Myles dan menatap Catherine, "Calvin pasti sangat beruntung bisa memiliki wanita secantik dirimu." Cantik? Dia seperti rubah. Di luar rumah enak di pandang sedangkan di dalam rumah, dia lebih menjijikkan dari seekor tikus, batin Calvin.  ~ Catherine dan Calvin berpisah dengan kakeknya saat di tempat parkir. Makan malam mereka berjalan lancar. Setelah mobil yang ditunggangi Mr. Myles itu melaju, Catherine langsung menggertak Calvin membuat lelaki itu terlonjak kaget. "Hei!"  "Apa?!" Calvin menjawabnya tak kalah kerasnya. Dia kesal karena Catherine menggertaknya tiba-tiba seperti itu. "Ini yang kau maksud teather? Jadi ini kenapa kau menyuruhku berdandan dan memakai pakaian pilihanmu itu? Dengarkan aku baik-baik yah, kau memang bosku, kau memang atasanku. Tapi bukan berarti kau bisa memperlakukanku seenaknya. Tidak ada pekerjaan semacam ini di dunia kerja, kau tahu itu kan?! Aku tidak mau lagi berpura-pura menjadi wanitamu. Astaga, jangankan berpura-pura, memikirkannya saja aku tidak akan mau, kau ingat itu!" Sentak Catherine sembari mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Calvin. "Aku juga merasa jijik mendengar itu, apalagi setelah melihat keadaanmu saat di apartemen tadi, aku tidak tahu bagaimana nasib kekasihmu nanti," Calvin menjawabnya tak kalah sarkartis dan dingin. Catherine mengernyit tak setuju. Dia merapatkan bibirnya dan menatap tajam lelaki di depannya ini. Lelaki ini sudah sangat sering menghinanya.  "Kalau begitu, aku berhenti sampai disini. Aku keluar." Calvin memperhatikan Catherine yang berbalik dan menjauh darinya. Wanita itu berjalan lurus beberapa langkah lalu berhenti. Calvin tersenyum samar. Di dalam hatinya dia berhitung dan yakin kalau Catherine akan berbalik sebelum hitungan ke sepuluh. Catherine pergi dengannya tanpa membawa apapun. Dan wanita itu tidak bisa pulang sendiri tanpa sepeser uang.  ... 7 8 9 ... Saat Calvin akan sampai di hitungan ke-10, Catherine berbalik dan menghampirinya.  "Dengar! Kau tadi menyuruhku pergi terburu-buri jadi aku tidak sempat mem-" Calvin membuka pintu mobil lalu masuk kedalam. Catherine semakin kesal melihat tingkah lelaki itu. Dia sama sekali tidak mau mendengar ucapan Catherine. Catherine masih berdiri di depan mobil dan menatap tajam kearah Calvin. Calvin membuka kaca mobilnya. "Aku tidak suka menunggu. Jadi cepat masuk." Catherine menghela napas pelan lalu masuk kedalam mobil. Calvin pun menyalakan mesin mobil dan melaju pergi. Jalanan di kota Edmonton cukup ramai diwaktu malam seperti ini. ~ "Kau tidak kerja?" tanya Alexa karena melihat Catherine masih berbaring diatas ranjang.  "Tidak," jawab Catherine malas.  Mengingat semalam saat perjalanan pulang membuat Catherine semakin tidak ingin bekerja. Lelaki itu terus menghinanya. Catherine tidak suka dengan cara bicaranya. Kalau saja semalam Catherine punya solatip, mungkin dia akan membungkam mulut Calvin. Alexa melirik kearah Catherine sekilas saat mendengar wanita itu mendesah. Alexa merapikan riasan diwajahnya dan menyisir rambutnya. Dia duduk di depan meja rias yang letaknya tak jauh dari ranjang.  "Oh yah Keth, kau sudah mendapatkan nomer Tom?" tanya Alexa. "Tom?" Catherine bertanya balik. Sejak kapan dirinya merasa akan meminta nomer ponsel Tom? "Astaga. Apa kau lupa? Keth, kau sudah mengatakan kalau kau akan meminta nomer ponsel Tom untukku." "Aku tidak merasa mengatakan itu," jawab Catherine bingung lalu mendudukkan dirinya. Dia menatap Alexa. "Oke, kau sudah lupa sepertinya. Keth, kau mengatakan sendiri kalau kau akan memberikan nomer ponsel Tom padaku waktu malam itu kau mendapatkan makanan dan obat dari Tom." Catherine tertegun. Benar juga, malam itu sebelum tahu kalau Calvin yang memberikan makanan itu, dirinya mengira kalau Tom yang memberikan makanan itu. Catherine memutar bola matanya, "dia bukan Tom. Tapi si mulut kotor." "Mu-mu apa?" Alexa tidak bisa mengulangi ucapan Catherine. "Mulut Kotor," jawab Catherine lalu memutar bola matanya lagi.  "Kau ini, dia itu sangat baik tapi kau-" "Psstt... " Catherine mulai kesal. Dia tidak ingin sepagi ini membahas lelaki itu, "sudahlah, kau akan telat kalau belum berangkat." Alexa tertawa lalu berdiri. Dia pun pamit pergi dan Catherine hanya berdehem saja. Catherine bangun dari tempat tidur saat Alexa sudah menutup pintu. Dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Catherine mematung sesaat di depan cermin kamar mandinya. Dia memandangi bayangannya sendiri. Apa yang sudah terjadi dengan dirinya? Kejadian malam itu adalah hal yang paling di benci olehnya. Semenjak bertemu dengan Calvin, Catherine merasa sangat susah dan tidak senang menjalani hari-harinya. Walaupun terkadang hatinya merasa aneh, tapi- Catherine menoleh ke belakang saat mendengar seseorang menekan bel pintu. Dia menghela napas pelan dan merapikan dirinya sepanjang langkah menuju pintu. Di dalam hati Catherine sudah bersumpah, jika Calvin yang datang, dia tidak akan membuka pintunya. Catherine berdiri di belakang pintu dengan ragu. Dia takut jika Calvin yang datang. Tangannya memegang knop pintu dan membukanya dengan ragu.  Saat pintu itu terbuka, Catherine mengintip di balik pintu. Tak lama dia bernapas lega karena bukan Calvin yang datang. Catherine segera membuka pintu itu lebar-lebar membuat senyum diantara keduanya memgembang.  "Terrel?"  Terrel tersenyum dan memeluk Catherine, "apa kabar?" "Aku baik-baik saja," jawab Catherine dan membalas pelukan Terrel.  Mereka melepaskan pelukan masing-masing. Catherine mempersilakan Terrel untuk masuk dan duduk.  "Aku akan mengmbil minuman dulu," ucap Catherine. Namun Terrel justru merangkul pinggang Catherine dan menariknya sehingga Catherine jatuh di pangkuannya. Terrel mencium Catherine dan menahan tengkuk wanita itu. Catherine cukup terkejut meskipun ini bukan pertama kalinya. Pasalnya, Terrel tidak pernah menciumnya tiba-tiba seperti ini dulu, lelaki itu melakukannya semenjak pulang beberapa hari yang lalu.  Tangan Terrel mulai turun. Catherine membelalakkan matanya saat tangan Terrel berada di payudaranya. Dia langsung melepaskan ciuman itu dan menampik tangan Terrel. Terlihat sangat jelas Terrel merasa kecewa sedangkan Catherine berdiri dari pangkuan lelaki itu. "Aku ... akan-" "Kenapa? Kau sudah tidak mencintaiku lagi?" Terrel memotong ucapan Catherine. Dia juga tidak peduli kalau Catherine merasa gugup dan ketakutan.  "Bu-bukan seperti itu Terrel. Aku ... " "Benar, kau memang sudah tidak mencintaiku." "Aku masih mencintaimu. Tapi, apa yang kau lakukan itu ... aku ... itu-" Terrel ikut berdiri tepat di depan Catherine, "lalu apa namanya Keth? Apa namanya kalau itu bukanlah cinta?" "Aku hanya ingin kita melakukannya setelah menikah, itu saja." Terrel tertawa, "sebelum atau sesudah itu tidak ada bedanya Keth. Kau hidup di tahun berapa sekarang? Apa kau hidup di jaman purba sehingga tidak tahu apa yang dinamakan dengan cinta? Yang namanya cinta itu mereka bersedia melakukan apapun demi menyenangkan pasangannya. Apa kau pikir Alexa masih perawan? Apa kau pikir seluruh gadis di Kanada ini masih perawan? Hanya kau saja, wanita bodoh yang masih menjaga hal paling menjijikkan itu." Catherine tertegun mendengar ucapan Terrel. Dia tidak percaya kalau kekasihnya itu mengatakan hal itu. Terrel mendesah kasar lalu berbalik. Dia berjalan menjauh menuju pintu dengan perasaan kesal.  "Terrel tunggu." Terrel menghentikan langkahnya dan berbalik.  "Maafkan aku. Tapi, aku mohon padamu untuk-" "Sudahlah, untuk apa aku berlama-lama disini dengan wanita yang sudah tidak mencintaiku lagi," Terrel memotong ucapan Catherine dan kembali pergi tapi Catherine mencekal lengannya. "Ada apa denganmu? Dulu kau tidak seperti ini," Catherine mengernyit menatap lelaki yang dia rasa sudah tidak mengenalnya lagi.  "Waktu sudah berubah dan kau tidak akan mendapatkan apapun jika masih hidup di masa lalu."  Terrel melepaskan lengan Catherine dan melanjutkan langkahnya. Dia memang kesal dan pura-pura sangat kesal. Dia tahu seperti apa Catherine. Jika wanita itu memang masih mencintainya, tak lama lagi Catherine sendiri yang akan menyerahkan dirinya sendiri padanya dan dengan mudah Terrel bisa menyelesaikan rencananya. Dia tidak tahu kenapa lelaki yang akan menjadi clientnya itu mengajukam syarat yang aneh padanya demi mendapatkan kerjasama mereka.  Catherine berdiri memandang punggung Terrel yang semakin menjauh. Terrel sudah keluar dari apartemennya. Catherine menoleh ke belakang dengan malas saat mendengar ponselnya berdering. Dia berjalan ke kamar untuk mengangkat telepon. Keningnya berkerut melihat nomer tanpa nama itu. Catherine menghela napas panjang dan duduk diranjang. Dia mengambil ponsel dan mengangkat teleponnya.  "Halo." "Kau terlambat tiga puluh menit. Apa Edmonton tiba-tiba macet parah hari ini?" Catherine tertegun mendengar suara sang penelepon itu. Dia menjauhkan ponselnya dan melirik ke layar ponsel lalu menempelkannya kembali di telinganya. "Kau! Bagaimana kau bisa mendapatkan nomer ponselku?" "Aku bosmu jadi aku bisa mendapatkannya dengan mudah. Cepat berangkat karena-" "Kau lupa kalau aku sudah keluar? Aku sudah mengundurkan diri dan aku bukan lagi karyawanmu, kau mengerti!?" Sentak Catherine dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Catherine mendesah kasar, "dia pikir dia siapa? Bos? Aku sudah mengundurkan diri semalam, apa dia tidak ingat?! Astaga!" Wanita itu kembali mengernyit menatap ponselnya yang berbunyi lagi. Masih dengan nomer yang sama. Catherine memutar bola matanya lalu mengangkat telepon itu lagi. "Sudah aku katakan! Apa kau tidak mendengarnya, hah? Aku sudah keluar dan aku bu-" "Kapan aku menerima surat pengunduran dirimu? Aku tidak merasa menerima pengunduran dirimu. Jadi jangan buang-buang waktu cepat datang ke kantor." "Apa?!" "Kau tuli? Cepat datang ke kantor sekarang, dasar kutu kaki," dan sekarang giliran Calvin yang mematikan sambungan telepon itu sepihak.  Catherine membanting pnselnya di atas ranjang. Dia menggeram kesal dan mengacak-acak rambutnya. Sampai kapan lelaki menyebalkan itu berhenti mengganggunya? d**a Catherine ikut naik turun karena emosinya. Dia benar-benar tidak bisa hidup dengan tenang sekarang. Kepalanya masih pusing memikirkan hubungannya dengan Terrel dan sekarang Calvin terus saja mengganggunya.  Dia bangkit dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Sekitar dua puluh menit Catherine sudah keluar dan membuka lemari pakaian. Memilih pakaian yang pas lalu memakainya. Catherine menguncir kuda rambut brunette bergelombangnya. Dia membiarkan sebagian poninya menutupi keningnya. Dengan sedikit polesan di wajahnya, Catherine keluar kamar sembari menggapai tas nya yang tergantung di dinding. Dia keluar apartemen dan tidak lupa mengunci pintu itu. ~ TBC ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD