Bab 10 - Mengenal Lebih Dalam
Hafidz terus terbayang kejadian kemarin saat ia mengantarkan Habibah. Ia masih ingat betul senyuman yang terukir indah di bibir manisnya Habibah. Hafidz harus bisa mendapatkan bidadari itu. Hujan yang penuh berkah.
Saat itu, Haifdz melihat Habibah keluar dari masijd. Hatinya sangat bahagia. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Kali ini Hafidz harus sangat menjaga sikapnya. Jangan sampai membuat Habibah menjadi risih padanya. Buru-buru Hafidz menghampiri Habibah.
"Assalamualaikum, Habibah," sapa Hafidz saat Habibah menunggu hujan di depan masjid. Akhirnya ia bisa bertemu bidadari masjid lagi.
"Wa'alaikumussalam," sahut Habibah singkat.
"Hujannya lebat sekali. Sepertinya hujan seperti ini akan lama," ucap Hafidz mencoba lebih akrab. Dari dekat Habibah terlihat sangat bercahaya. Benar-benar mencerminkan wanita soleha. Dapatkah Hafidz memilikinya?
"Iya, padahal aku lagi buru-buru. Umi di rumah sendirian, kasihan umi lagi sakit. Ponsel aku juga tertinggal," ujar Habibah.
"Aku ada payung di mobil. Mau aku antar ke rumah? Katanya rumah kamu dekat dari sini," tawar Hafidz.
"Enggak, usah. Aku ada yang jemput kok sebentar lagi," bohong Habibah. Siapa yang mau jemput? Abi Arifin sedang ada di luar kota. Di rumah juga hanya ada Umi Abidah dan dua pembantunya. Ya ampun, kenapa juga Habibah harus berbohong. Ini semua Habibah lakukan untuk menghindari Hafidz.
"Tunggu sebentar ya." Hafidz pergi menerobos hujan. Kemana dia akan pergi sebetulnya?
Habibah kembali menunggu hujan, semoga saja cepat reda. Tahu akan hujan, ia pasti akan membawa payung.
"Ayo! Aku antar sampai rumah. Kalau kamu menunggu seperti ini terus. Hujannya mungkin akan berhenti malam hari," ajaknya lagi.
Sebetulnya Habibah tidak mau, tapi mau bagaimana lagi. Habibah sangat mencemaskan umi Abidah. Dengan terpaksa Habibah akhirnya menerima tawaran Hafidz untuk mengantarnya.Benar yang di katakan Hafidz, kalau menunggu di masjid terus. Hujan tidak akan berhenti, bisa-bisa sampai malam di masjid. Atau mungkin sampai pagi.
Hafidz mengantarkan Habibah ke rumahnya. Perlahan Hafidz dan Habibah berjalan menerobos derasnya hujan. Habibah seanakn menjaga jarak dari Hafidz. Hafidz mengerti hal itu, meskipun payungnya cukup besar. Hafidz tahu, Habibah menjaga jarak bukan karena sebal pada Hafidz. Itu karena ia takut bersentuhan dengan bukan muhrimnya.
"Sekarang kemana lagi?" Tanya Hafidz.
Habibah kembali fokus pada jalan yang ia lalui. Setelah teringat tausiah Ustadzah Halimah tadi. Ternyata rumahnya sudah dekat. "Sampai di sini saja. Rumah aku udah dekat kok, Terimakasih," ucap Habibah.
"Loh kenapa? Biar aku antar sampai rumah saja. Sekalian saya cek kondisi umi kamu juga," ujar Hafidz.
"Tidak-tidak apa-apa sampai sini saja. Saya takut terjadi fitnah. Karena kita kan perempuan dan lelaki yang bukan muhrimnya. Tidak baik kalau berduaan seperti ini, sekali lagi terimakasih ya," jelas Habibah.
"Baiklah kalau begitu, tapi aku boleh ketemu kamu lagi kan?" Tanya Hafidz.
Habibah hanya tersenyum. "Permisi, assalamualaikum," Habibah langsung pergi meninggalkan Hafidz.
Apa arti dari senyuman itu? Apa artinya iya? Kisah dalam satu payung ini membuat Hafidz setidaknya memberikan harapan. Semoga saja Hafidz bisa lebih dekat lagi dengan Habibah. Kalau sudah dekat rumahnya di sekitar sini. Hafidz bisa menanyakan rumah Habibah pada tentangga di sini. Habibah memang seperti berlian. Sangat sulit mendapatkannya. Namun, Hafidz harus terus memperjuangkannya untuk mendapatkan berlian itu.
Hafidz melangkah kembali menuju masjid dengan penuh senyuman. Pelan pelan saja. Jangan terburu-buru, masih banyak waktu untuk mencari cara mendekati Habibah. Hafidz juga harus lebih memantaskan diri. Agar ia mampu bersanding dengan ustadzah muda, bidadari masjid. Yang tentunya sangat dekat dengan agamanya. Pasti lelaki idaman Habibah juga, tidak jauh ingin yang dekat dengan agama. Mulai hari Hafidz akan lebih mendekatkan diri pada Allah. Ia juga akan banyak belajar tentang ke agamanya.
Setelah berkeliling-keliling mencari alamat Habibah. Akhirnya ketemu juga, ternyata tentangganya mengenal betul Habibah. Tidak hanya itu katanya banyak juga lelaki yang mengkhitbah Habibah. Mereka bilang mendapatkan Habibah itu sulit. Karena ada Abi Arifin yang selalu meminta syarat yang sulit di penuhi. Hanya orang yang berilmu tinggi yang bisa mendapatkan anaknya Abi Arifin.
Hafidz mulai mengorek informasi tentang Habibah dari tetangga sekitar rumahnya. Yang Hafidz dapat, Habibah adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya perempuan bernama Hanifah Khoernunissa, kakaknya sudah menikah bersama pria bernama Yusuf Alfarizi. Dan mempunyain anak bernama Sulaiman Alfarizi dan Fatimah Khoernunissa. Nama lengkapnya Habibah adalah Habibah Ma'rifatunnisa. Nama ayahnya bernama Arifin Abdussalam dan ibunya bernama Abidah Mukaromah. Informasi tentang identitas Habibah sudah semua Hafidz dapatkan. Ia tinggal harus lebih berani untuk mengenal lebih dalam tentang Habibah.
Satu lagi, Habibah juga salah satu manager di perusahaan di Jakarta. Habibah ternyata perempuan dengan pendidikan yang cukup tinggi. Malah ia akan mengambil kuliah lanjutannya untuk S2nya. Wah, sudah cantik, sholeha, berpendidikan tinggi lagi. Nikmat mana yang engkau dustakan? Habibah adalah bidadari dunia. Semoga saja ia bisa menjadi bidadari nya di surga nanti.
***********
Habibah menemani umi Abidah ke rumah sakit. Ternyata darah tingginya umi Abidah kambuh lagi. Untungnya tidak sampai harus di rawat. Umi Abidah boleh rawat jalan, dokter memberikan obat untuk menurunkan darah tinggimya. Selintas ia melihat pak Suryo bersama seorang wanita paruh baya. Dugaan Habibah, itu pasti istri pertamanya pak Suryo. Ternyata istri pertamanya mengalami stroke. Terlihat wanita itu di kursi roda, istrinya pak Suryo tidak bergerak sama sekali. Ada juga satu perempuan yang menanganinya, usianya lebih muda dari Habibah. Mungkin dia adalah anaknya pak Suryo. Harusnya sebelum melamar Habibah waktu itu. Pak Suryo berpikir dulu. Ia sudah punya anak gadis dan punya tiga istri. Apa harus ia menambah istri lagi?
Bisa saja istri pertamanya kena stroke karena kelakuan suaminya yang sering nambah isteri. Astaghfirullah, Habibah menggelengkan kepala. Ia jadi ingat kejadian saat pak Suryo datang ke rumahnya, berani-beraninya pak Suryo melamar Habibah di hadapan Abi Arifin.
Siang itu, Habibah di kejutkan oleh seorang pria yang datang ke rumahnya. Habibah tahu, itu pak Suryo. Kepala cabang di tempat Habibah bekerja. Dia memang selalu berusaha mendekati Habibah. Memaksa Habibah untuk memberikan alamat rumahnya, Habibah selalu menolaknya. Lalu dari mana beliau mendapatkan alamat rumahnya Habibah? Pasti dari orang kantor.
"Maaf Bu, pak siang-siang seperti ini saya menganggu. Perkenalkan saya Suryo Atmaja Diningrat. Saya kepala cabang di tempat dek Habibah bekerja. Begini pak, Bu. Maksud tujuan datang saya ke sini. Adalah mau melamar dek Habibah. Saya sebetulnya sudah sejak lama ingin ke sini, tapi dek Habibah selalu menolaknya," ucap pak Suryo. Habibah mendengarkan percakapan pak Suryo di ruang tengah. Habibah yakin, Abi Arifin tidak akan merestui maksud pak Suryo.
"Oh begitu, usia bapak sekarang berapa tahun? Tanya Abi Arifin tanpa basa basi.
"Saya sudah emapt puluh tujuh tahun," sahutnya.
"Mohon maaf sekali pak, putri saya usianya masih kepala dua. Sementara bapak sudah kepala empat. Kalau menurut saya, anda lebih pantas jadi ayahnya dibandingkan jadi suaminya. Mohon maaf pak, sepertinya anak saya juga tidak akan mau dengan bapak," ucap Abi Arifin tegas. Dia tidak mau anaknya sampai salah langkah.
"Pak, saya tahu itu pak, tapi saya akan jamin kebahagiaan anak bapak. Setelah dek Habibah menikah dengan saya. Dia akan langsung saya kasih rumah, apapun yang dek Habibah mau akan saya berikan," rayu pak Suryo. Tidak akan mempan, Abi Arifin tidak tertarik pada harta yang melimpah dan jabatan yang tinggi. Di usia pak Suryo yang sudah empat puluh tujuh tahun. Tentunya tidak menutup kemungkinan dia sudah menikah. Entah masih punya istri atau sudah menjadi duda.
Yang jelas, menurut Abi Arifin pak Suryo tidak pantas bersanding bersama putrinya. Seperti yang Abi Arifin bilang, pak Suryo lebih pantas jadi ayahnya Habibah di bandingkan suaminya. Usia mereka terpaut sangat jauh. Hanya beda beberapa tahun dengan Abi Arifin. Habibah pasti akan jadi bahan gunjingan, jika menikah dengan pak Suryo. Abi Arifin yakin, Habibah juga tidak menyukai pak Suryo.
"Harta tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang pak. Anak saya tidak bisa di beli dengan harta. Sejak kecil saya mendidik anak saya dengan agama Islam. Kalau Habibah mau dengan pak, saya tidak akan langsung setuju begitu saja. Saya akan mengajukan beberapa bersyaratan. Saya sangat mendambakan menantu yang penghafal Al-Qur'an. Jadi bukan kaya dari segi materi saja. Namun, kaya ahlaknya juga. Karena harta bisa hilang, tapi ilmu akan terus mengalir. Bahkan ketika kita sudah meninggal." Abi Arifin memang paling tegas soal memilih jodoh untuk anaknya. Karena itu demi masa depan anaknya. Jadi tidak boleh sembarangan asal mengiakan saja.
Ucapan Abi Arifin seeprti menohok hatinya. Harga dirinya merasa terluka. Ia menyesal sudah melamar Habibah. Ia merasa di rendahkan. Dari orang-orang di Kantor. Habibah pernah dengar, kalau pak Suryo itu mempunyai tiga istri dan lima anak dari hasil ketiga pernikahannya. Mana mau Habibah jadi istri keempatnya.
"Ya sudah pak, saya pamit." Pak Suryo pergi dari rumah Habibah sambil terus komat Kamit menggerutu. Meskipun pelan, tapi Abi Arifin masih bisa mendengarkannya.
Kata pak Suryo. " Belagu banget sih, sok suci tidak bisa di beli dengan harta. Pakai suruh dekat sama agama. Memang dia siapa? Tuhan, masalah agama itu biar jadi urusan saya. Sekalipun saya masuk neraka siapa yang perduli," begitulah kira-kira umpatan pak Suryo.
"Habibah, ke sini!" Panggil Abi Arifin. Pasti dia mau mengkonfirmasi tentang kedatangan pak Suryo. Habibah menghampiri Abi Arifin dan umi Abidah. Sejak tadi umi Abidah diam saja, karena kalau obrolan serius. Dia tidak mau ikut campur. Lebih baik suaminya saja yang menyelesaikannya. Umi Abidah percaya, kalau Abi Arifin tahu mana yang terbaik buat anaknya.
"Kamu kenal dengan bapak yang baru saja datang?" Tanya Abi Arifin.
"Kenal Abi, dia kepala cabang di kantor Habibah. Dia terus mengejar Habibah. Meskipun Habibah sudah menolaknya," jawab Habibah.
"Jauhi bapak yang tadi. Abi tidak suka dengan umpatannya. Dia meremehkan keluarga kita. Bahkan dia bilang soal dia masuk neraka dan sebagainya. Abi tidak mau kamu punya suami yang jauh dari agama. Kamu harus lebih berhati-hati, nak. Setelah dipikir. Apa kemauan umi kamu itu ada benarnya. Kamu harus segera menikah. Agar kamu terlindungi. Suami kamu nanti akan menjaga kamu. Kalau kamu sudah menikah, tidak akan ada lagi orang yang datang ke rumah untuk melamar kamu. Kamu harus mulai memikirkan hal itu. Abi tidak mau ada orang jahat yang nantinya berbuat jahat sama kamu," nasihat Abi Arifin panjang lebar. Terlihat Abi Arifin sangat mencemaskan Habibah.
"Inilah alasan kenapa umi meminta kamu untuk segera menikah. Bukan soal enggak laku atau apapun persepsi orang lain. Umi hanya ingin menghindari hal ini, Habibah. Umi yakin pak Suryo pasti sudah punya anak dan istri," tambah umi Abidah.
"Iya, umi. Beliau sudah punya tiga istri dan lima anak," jawab Habibah.
"Astaghfirullah, untung saja Abi masih ada di rumah. Kalau dia datang saat Abi di luar kota. Akan jadi apa nantinya. Ingat Habibah, kamu harus jaga jarak dari pak Suryo. Abi tahu, kamu bisa jaga diri, tapi kalau pak Suryo. Abi tidak yakin dia bisa menahan diri. Kamu jangan pernah sendirian di kantor. Kamu harus terus bersama Hanifah," pinta Abi Arifin. Inilah kecemasan seorang ayah yang anaknya belum menikah. Berharap ada yang datang melamar putrinya, tapi bukan berarti yang sudah beristri dan mempunyai anak.
Setelah berbincang panjang lebar dengan Abi Arifin dan umi Abidah. Habibah masuk ke kamar mandi. Habibah berwudhu, kemudian masuk ke kamarnya. Ia langsung membaca Al-Qur'an untuk menenangkan hati dan pikirannya. Usai membaca Al-Qur'an. Habibah tertidur dan bermimpi. Ia malah memimpikan pria bernama Hafidz yang Minggu lalu ia temui di masjid.
"Ayo Habibah kita pulang!" Ajak umi Abidah.
"Iya, mas Hafidz," ceplos Habibah. Loh malah Hafidz sih? Gara-gara Habibah tadi mengingat soal pak Suryo sampai ia bermimpi soal Hafidz. Habibah malah keceplosan menyebut nama Hafidz.
"Wah, Hafidz siapa tuh? Umi baru dengar. Umi mau dong kenalan sama orangnya," goda umi Abidah.
"Umi, salah dengan kali. Ayo! Kita pulang, Habibah masih harus ke kantor. Ada klien yang harus Habibah temui," Habibah mengalihkan pembicaraan. Namun, umi Abidah terus menggoda Habibah. Ia penasaran dengan lelaki bernama Hafidz. Pasalnya baru kali ini Habibah menyebut nama lelaki di hadapannya. Setahu umi Abidah, sahabat Habibah hanya Afifah.
Umi Abidah berharap lelaki itu adalah lelaki yang baik-baik. Agar ia bisa menjadi pendamping hidup Habibah. Agar umi Abidah tidak cemas lagi pada Habibah. Sudah cukup banyak pria lain yang datang untuk mengkhitbah Habibah. Mungkin saja lelaki bernama Hafidz adalah pilihan Habibah.
Selama perjalanan menuju ke rumah. Umi Abidah terus menanyakan tentang Hafidz, tapi Habibah tidak bisa menjawabnya. Bertemu Hafidz saja baru dua kali. Pertama saat ia bertausiah, kedua saat kemarin hujan. Apa yang mau di ceritakan? Habibah tidak tahu apa-apa tentang Hafidz selain namanya. Apa Habibah harus mengenalnya lebih dalam? Sepertinya umi Abdiah sangat tertarik pada lelaki bernama Hafidz itu.