Bab 9 - Kisah Dalam Satu Payung
Hafidz mengantarkan Habibah ke rumahnya. Perlahan Hafidz dan Habibah berjalan menerobos derasnya hujan. Habibah seanakn menjaga jarak dari Hafidz. Hafidz mengerti hal itu, meskipun payungnya cukup besar. Hafidz tahu, Habibah menjaga jarak bukan karena sebal pada Hafidz. Itu karena ia takut bersentuhan dengan bukan muhrimnya.
Habibah jadi ingat tausiah yang di berikan Ustadzah Halimah dulu tentang tidak boleh bersentuhan dengan bukan muhrimnya.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kepadamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran” (QS an-Nahl : 90).
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa semua perkara yang dilarang oleh Allah Ta’ala dalam Islam pasti membawa kepada keburukan dan kerusakan, sebagaimana semua perkara yang diperintahkan-Nya pasti membawa kepada kebaikan dan kemaslahatan.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman tentang setan dan godaannya kepada manusia. “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah: 169).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa semua perbuatan maksiat yang yang dilarang dalam agama adalah keburukan dan merupakan ajakan setan untuk memalingkan manusia dari jalan Allah. Besarnya fitnah perempuan bagi laki-laki Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengingatkan tentang besarnya kerusakan dan fitnah yang ditimbulkan oleh perempuan terhadap laki-laki dalam sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah (keburukan/kerusakan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki melebihi (fitnah) kaum perempuan“
Oleh karena itulah, Islam melarang segala bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, kecuali dalam batasan-batasan yang sempit yang diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini mengingat besarnya kerusakan dan fitnah yang akan timbul jika hubungan kedua jenis manusia tersebut dibebaskan tanpa ada batasan-batasan dari Allah Ta’ala yang Maha Menciptakan dan Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman. “Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS al-Mulk: 14).
Termasuk hubungan yang diharamkan dalam Islam karena besarnya kerusakan yang ditimbulkannya adalah apa yang disebut sebagai “pergaulan bebas” antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Perbuatan ini akan menimbulkan banyak keburukan dan kerusakan besar, seperti bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, berkenalan, berjabat tangan, berteman dekat dan berpacaran. Dan tentu saja semua hubungan yang tidak halal ini bisa mengantarkan kepada perbuatan zina dan penyimpangan akhlak lainnya, na’dzu billahi min dzaalik.
Oleh karena itulah, para ulama Ahlus sunnah melarang dan memperingatkan dengan keras tentang besarnya fitnah/kerusakan perbuatan ini, bahkan mereka menegaskan bahwa perbuatan ini merupakan biang segala keburukan dan kerusakan yang terjadi di masyarakat. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa membiarkan kaum perempuan bercampur (bergaul) bebas dengan kaum laki-laki adalah biang segala bencana dan kerusakan, bahkan ini termasuk penyebab (utama) terjadinya berbagai melapetaka yang merata. Sebagaimana ini juga termasuk penyebab (timbulnya) kerusakan dalam semua perkara yang umum maupun khusus. Pergaulan bebas merupakan sebab berkembangpesatnya perbuatan keji dan zina, yang ini termasuk sebab kebinasan massal (umat manusia) dan wabah penyakit-penyakit menular yang berkepanjangan.
Ketika para p*****r bercampur (dengan bebas) bersama pasukan Nabi Musa ‘alaihissalam, sehingga tersebarlah perbuaan zina di antara mereka, maka Allah menimpakan kepada mereka wabah penyakit menular, yang berakibat matinya tujuh puluh ribu orang dalam satu hari. Dan kisah ini sangat populer (disebutkan) dalam kitab-kitab tafsirm.
Oleh karena itu, termasuk penyebab besar (terjadinya bencana) kematian massal adalah banyaknya (terjadi) perbuatan zina karena membiarkan kaum perempuan bergaul bebas dengan kaum laki-laki dan berjalan dihadapan mereka dengan bersolek dan berdandan. Seandainya para pihak yang berwenang mengetahui kerusakan (besar yang ditimbulkan) dari perbuatan ini dalam (urusan) dunia dan masyarakat -belum lagi urusan agama- maka mereka pasti akan melarang dengan sekeras-kerasnya perbuatan tersebut”. Shahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, berkata: “Jika perbuatan zina telah nampak (tersebar) di suatu negeri maka Allah akan membinasakan negeri tersebut”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz lebih menegaskan hal ini dalam ucapan beliau: “Dalil-dali (dari al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam) secara tegas menunjukkan haramnya (laki-laki yang) berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya, (demikian pula diharamkan) memandangnya, dan semua sarana yang menjerumuskan (manusia) ke dalam perkara yang dilarang oleh Allah. Dalil-dalil tersebut sangat banyak dan kuat (semuanya) menegaskan keharaman pergaulan bebas, karena membawa kepada perkara (kerusakan) yang sangat buruk akibatnya. Maka seruan propaganda (yang menyerukan agar) perempuan ikut terjun di tempat-tempat kerja yang khusus bagi laki-laki adalah ajakan yang sangat berbahaya bagi (kebaikan) masyarakat Islam, yang termasuk dampak (negatif) terbesarnya adalah pergaulan bebas yang termasuk sarana terbesar (yang menjerumuskan kepada) perbuatan zina, yang ini (pada gilirannya) akan menghancurkan masyarakat dan merusak nilai-nilai luhur serta budi pekerti baik mereka”.
Islam mengharamkan semua sebab yang membawa kepada hubungan tidak halal antara laki-laki dan perempuanDalam rangka mencegah keburukan dan kerusakan besar akibat hubungan yang tidak halal ini, agama Islam mengharamkan semua sebab yang menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk ini, di antaranya. Diharamkannya menemui perempuan yang tidak halal dan berduaan dengannya, termasuk berduaan dengan sopir di mobil, dengan pembantu di rumah, dengan dokter di tempat prakteknya dan lain-lain.Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga“.
Diharamkannya bersafar (melakukan perjalanan jauh) bagi perempuan tanpa laki-laki yang menjadi mahramnya (suami, ayah, paman atau saudara laki-lakinya). Dalil yang menunjukkan hal ini juga banyak sekali, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Janganlah sekali-kali seorang perempuan bersafar kecuali bersama dengan mahramnya“. Diharamkannya memandang dengan sengaja kepada lawan jenis, berdasarkan firman Allah Ta’ala. “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara k*********a; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka” (QS an-Nuur: 30-31).
Diharamkannya menemui seorang perempuan tanpa mahram, meskipun dia saudara suami (ipar), berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Waspadalah kalian (dari perbuatan) menemui perempuan (tanpa mahram)“. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, bagaimana dengan al-hamwu (ipar dan kerabat suami lainnya)? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda “al-Hamwu adalah kebinasaan”10 Artinya: fitnah yang ditimbulkannya lebih besar karena bisanya seorang perempuan menganggap biasa jika berduaan dengan kerabat suaminya11.
Diharamkannya laki-laki menyentuh perempuan, meskipun untuk berjabat tangan12. Pembahasan ini akan kami uraikan dengan lebih rinci insya Allah. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya“13
Diharamkannya laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya. Berdasarkan hadits berikut: Dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki“.
Disyariatkan dan dianjurkannya bagi kaum perempuan untuk shalat di rumah dan itu lebih baik/utama daripada shalat mereka di masjid, dalam rangka menghindari fitnah yang timbul jika mereka sering keluar rumah. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah kalian melarang para wanita (untuk melaksanakan shalat) di masjid, meskipun (shalat mereka) di rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka“.
Diharamkannya perempuan sering keluar rumah tanpa ada keperluan yang dibenarkan dalam syariat dengan syarat tidak berdandan dan bersolek karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Allah Ta’ala berfirman. “Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS al-Ahzaab:33).
Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah Ta’ala) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya“.
Diharamkannya perempuan keluar rumah dengan memakai wangi-wangian dalam bentuka apapun, karena akan menimbulkan fitnah yang besar. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam betrsabda: “Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita adalah seorang pezina”. Larangan menyentuh perempuan yang bukan mahram.
Mahram bagi perempuan adalah semua laki-laki yang diharamkan dalam Islam untuk menikahinya selamanya, karena hubungan nasab, misalnya ayah dan saudara laki-lakinya, sebab yang mubah (boleh) tentang keharamannya (pernikahan), misalnya suami, bapak mertua dan putra dari suami, atau karena hubungan persusuan, misalnya ayah dan saudara laki-laki sepersusuan. Adapun perempuan yang termasuk mahram bagi laki-laki, di antaranya: ibunya, neneknya, saudara perempuannya, anak dan cucu perempuannya, ibu mertuanya, anak perempuan dari istri yang telah digaulinya, dan lain-lain.
Islam melarang dan mengharamkan bagi laki-laki untuk menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, termasuk berjabat tangan untuk berkenalan, bermaaf-maafan, berterima kasih atau alasan-alasan lainnya, karena ini akan mengantarkan kepada dampak negatif dan keburukan besar. Banyak hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjelaskan larangan dan keharaman hal ini, di antaranya:
Dari Aisyah radhiallahu’anha (istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam), beliau menceritakan tentang baiat kaum wanita (mukminah) kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sama sekali tidak pernah menyentuh seorang wanitapun dengan tangan beliau, tapi beliau mengambil baiat wanita (dengan ucapan saja dan tanpa berjabat tangan), setelah membaiat wanita, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepadanya: “Pergilah, sungguh aku telah membaiatmu”.
Imam abu Zakaria an-Nawawi (Imam besar dari madzhab asy-Syafi’i) menyebutkan beberapa faidah dari hadits ini, di antaranya. Membaiat wanita (hanya) dengan ucapan tanpa berjabat tangan, adapun laki-laki maka dengan berjabat tangan dan ucapan. Tidak boleh menyentuh kulit wanita yang bukan mahram tanpa (ada alasan) darurat, seperti berobat dan lain-lain.
Dari Umaimah bintu Ruqaiqah radhiallahu’anha dia berkata: Aku pernah mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersama para wanita (muslimah) untuk membaiat beliau Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian, sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum perempuan (yang bukan mahram)”. Lafazh ini terdapat dalam “Sunan Ibnu majah”. Hadits ini menguatkan penjelasan yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi di atas.
Dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya (bukan istri atau mahramnya)”.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata: “Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi seorang (laki-laki) yang menyentuh perempuan yang tidak halal baginya. Ini (juga) menunjukkan haramnya berjabat tengan dengan perempuan (selain istri atau mahram), karena ini termasuk menyentuh, tanpa diragukan lagi. Sungguh keburukan ini di jaman sekarang telah menimpa banyak dari kaum muslimin, yang di antara mereka ada orang-orang yang berilmu (paham agama Islam). Seandainya mereka mengingkari keburukan ini (meskipun) dalam hati mereka, maka paling tidak keburukan ini akan sedikit berkurang. Akan tetapi (parahnya) mereka (justru) menganggap halal keburukan tersebut, dengan berbagai macam cara dan pentakwilan. Sungguh telah sampai kepadaku (berita) bahwa seorang tokoh yang sangat diagungkan di (Universitas) al-Azhar (di Mesir) pernah disaksikan beberapa orang sedang berjabat tangan dengan beberapa orang perempuan (yang bukan mahramnya). Kita mengadukan kepada Allah tentang asingnya ajaran Islam”.
"Sekarang kemana lagi?" Tanya Hafidz.
Habibah kembali fokus pada jalan yang ia lalui. Setelah teringat tausiah Ustadzah Halimah tadi. Ternyata rumahnya sudah dekat. "Sampai di sini saja. Rumah aku udah dekat kok, Terimakasih," ucap Habibah.
"Loh kenapa? Biar aku antar sampai rumah saja. Sekalian saya cek kondisi umi kamu juga," ujar Hafidz.
"Tidak-tidak apa-apa sampai sini saja. Saya takut terjadi fitnah. Karena kita kan perempuan dan lelaki yang bukan muhrimnya. Tidak baik kalau berduaan seperti ini, sekali lagi terimakasih ya," jelas Habibah.
"Baiklah kalau begitu, tapi aku boleh ketemu kamu lagi kan?" Tanya Hafidz.
Habibah hanya tersenyum. "Permisi, assalamualaikum," Habibah langsung pergi meninggalkan Hafidz.
Apa arti dari senyuman itu? Apa artinya iya? Kisah dalam satu payung ini membuat Hafidz setidaknya memberikan harapan. Semoga saja Hafidz bisa lebih dekat lagi dengan Habibah. Kalau sudah dekat rumahnya di sekitar sini. Hafidz bisa menanyakan rumah Habibah pada tentangga di sini. Habibah memang seperti berlian. Sangat sulit mendapatkannya. Namun, Hafidz harus terus memperjuangkannya untuk mendapatkan berlian itu.
Hafidz melangkah kembali menuju masjid dengan penuh senyuman. Pelan pelan saja. Jangan terburu-buru, masih banyak waktu untuk mencari cara mendekati Habibah. Hafidz juga harus lebih memantaskan diri. Agar ia mampu bersanding dengan ustadzah muda, bidadari masjid. Yang tentunya sangat dekat dengan agamanya. Pasti lelaki idaman Habibah juga, tidak jauh ingin yang dekat dengan agama. Mulai hari Hafidz akan lebih mendekatkan diri pada Allah. Ia juga akan banyak belajar tentang ke agamanya.