BAB 3 - Bidadari Masjid
Pernahkah kamu melihat seorang bidadari? Katanya bidadari itu cantik dan mempunyai hati seperti malaikat.
Hafidz baru saja melihat bidadari masjid yang sangat cantik. Isi tausiah yang ia sampaikan membuat hati Hafidz bergetar. Hafidz akan mulai lebih banyak bersedekah. Agar hidupnya berkah dan usahanya semakin maju. Mungkin saja dengan bersedekah, akan menyelamatkan usaha Hafidz dari kebangkrutan.
Habibah melintas dihadapan Hafidz. "Assalamualaikum, ukhti Habibah," sapa Hafidz.
Habibah sedikit mundur untuk menjaga jarak. Habibah tidak boleh saling bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya.
"Iya, mas. Maaf ada apa ya?" Tanya Habibah. Perasaan jama'ahnya tadi semuanya perempuan. Kenapa ada lelaki yang nyasar ke sini?
"Saya sangat tersentuh dengan tausiah yang kamu berikan. Kamu sungguh sangat cerdas dalam mengangkat sebuah tema dalam tausiah. Saya boleh kenalan sama kamu?" Hafidz mengulurkan tangannya. "Nama saya Muhammad Hafidz." Hafidz memperkenalkan diri.
"Saya Habibah." Habibah tidak membalas uluran tangan Hafidz. Harusnya Hafidz mengerti kalau lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya. Tidak boleh saling bersentuhan. Habibah hanya menyatukan kedua tanganya di dadanya.
Hafidz mengerti dengan gerakan yang Habibah lakukan. Hafidz lupa, saking terpesona sama bidadari masjid. Ia sampai lupa, kalau perempuan seperti Habibah pasti sangat menjaga dirinya. Dia tidak mau di sentuh dengan bukan yang muhrimnya.
"Eeemmm... Maaf ya, Habibah pasti kaget dengan kedatangan saya. Saya juga tidak sengaja mendengarkan tausiah yang kamu berikan. Saya benar-benar tersentuh," ulang Hafidz.
Habibah sebetulnya tidak enak berbicara seperti ini dengan orang baru. Apalagi yang sedang mengajaknya bicara adalah seorang lelaki. Habibah takut terjadi fitnah. Sepertinya Habibah harus mencari cara agar pembicaraan mereka ini cepat berakhir.
"Pulang sendiri saja? Mau saya antar?" Tawar Hafidz mencoba akrab dengan Habibah.
"Tidak usah, mas. Rumah saya dekat kok dari sini. Terimakasih atas tawarannya," ucap Habibah sopan. Meskipun sedikit risih. Habibah harus tetap sopan. Ia tidak boleh terlihat jutek. Karena berprilaku sopan itu tidak boleh memilih-milih. Habibah harus sopan pada semua orang. Kecuali sama orang yang sudah tidak bisa di ajak sopan sih. Baru Habibah akan bersikap cuek.
"Oh begitu. Habibah sudah punya suami?" Ceplos Hafidz.
Bodoh! Kenapa nanya itu di pertemuan pertama kamu sih, Hafidz! Habibah pasti risih karena kamu menggodanya, umpat Hafidz dalam hati.
"Maaf, mas. Saya pulang dulu. Assalamualaikum," pamit Habibah langsung berjalan cepat meninggalkan Hafidz.
"Wa'alaikumussalam, tuh kan Habibah pasti marah di tanya soal ini. Bisa-bisanya aku keceplosan menanyakan hal itu!" Sesal Hafidz berbicara sendiri. Habibah sudah pergi meninggalkan Hafidz. Ia harus sedikit lebih sabar. Tadi main ngegas saja. Pantas saja Habibah sampai kabur.
Baiklah, Hafidz harus sering ke masjid ini. Agar bisa mendengarkan tausiah dari Habibah. Agar Hafidz bisa mencari tahu lebih dalam soal Habibah. Hafidz pulang dengan perasaan senang. Bertemu dengan bidadari masjid membuat Hafidz senyam senyum sendiri. Hafidz jatuh cinta pada pandangan pertama pada Habibah. Ustadzah muda yang membuat hati Hafidz menjadi damai. Sepanjang perjalanan Hafidz menyetir saat lampu merah. Banyak pengemis yang meminta-minta. Hafidz berikan uang secukupnya pada mereka. Mulai detik ini, Hafidz akan sering bersedekah. Meskipun hanya sedikit, tapi besar manfaatnya bagi mereka yang membutuhkan. Meskipun usaha Hafidz diujung kebangkrutan. Hafidz tetap harus menyisihkankan sebagian hartanya untuk bersedekah. Hafidz yakin dengan bersedekah, Allah akan menambahkan rezekinya bahkan akan melipatgandakan.
*********
Habibah baru saja sampai rumah. Habibah sebal karena tadi ada lelaki yang baru saja dikenal menggodanya.
"Pulang dari masjid kok, mukanya di tekuk seperti itu. Enggak boleh begitu ah!" Tegur umi Abidah.
"Umi, tadi Habibah ketemu lelaki. Dia godain Habibah. Pakai nanya-nanya Habibah udah punya suami apa belum. Habibah risih kalau harus ditanya kayak gitu," oceh Habibah pada umi Abidah. Rasanya benar-benar sebal kalau ada orang baru ikut campur urusan pribadinya.
"Habibah, lelaki itu pasti jatuh cinta sama kamu. Umi sudah paham soal itu. Kamu itu cantik, nak. Pantas saja banyak orang yang suka sama kamu. Apalagi sekarang kamu sudah pintar bertausiah. Lelaki mana yang tidak tergila-gila dengan perempuan yang cantik dan cerdas seperti kamu. Siapa tahu itu jodoh kamu, Habibah. Allah punya cara tersendiri untuk mempertemukan kamu sama jodoh kamu. Dan kalau kamu sudah ketemu sama jodoh kamu. Kamu tidak boleh menolaknya," wajengan panjang dari umi Abidah.
Umi Abidah paling semangat memang kalau membicarakan soal jodoh dengan Habibah. Namun, Habibahnya masih dingin-dingin saja. Bahkan banyak lelaki yang datang mengkhitbah Habibah ia tolak. Karena di hatinya, Habibah ingin jatuh cinta pada lelaki itu. Tidak mau sembarangan menerima orang jadi suaminya. Habibah harus teguh pada pendiriannya. Prinsip hidup hanya sekali, menikahpun hanya sekali. Maka dari itu, harus mencari yang terbaik untuk hidup lebih baik.
"Habibah enggak yakin kalau dia jodoh Habibah. Udah ah umi! Habibah lagi sebel malah ngomongin soal jodoh. Habibah mau ambil air wudhu saja dulu. Supaya Habibah enggak sebal lagi." Habibah pergi ke kamar mandi untuk wudhu. Umi Abidah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sudah tahu betul sifat anaknya.
Kebiasaan Habibah kalau lagi sebal atau sedang marah memang seperti itu. Pergi ke kamar mandi, ambil air wudhu. Kemudian dia berdzikir atau tadarus. Agar suasana hatinya kembali tenang. Beruntungnya mempunyai anak yang sholeha seperti Habibah. Umi Abidah tidak perlu khawatir pada Habibah soal menjaga diri. Habibah pasti sangat menjaga kehormatannya sebagai perempuan muslimah. Damai rasanya anaknya bisa dengan pandai menutup auratnya. Habibah itu bagai permata yang sangat berharga bagi umi Abidah.
Kedua anak umi Abidah memang sejak kecil sudah diterapkan ilmu agama yang sangat kental. Itu karena abi Arifin yang menginginkan anak-anaknya bisa terkendali dengan ilmu agama Islam. Jika ilmu agama islam sudah di terapkan dari kecil, maka akan menempel sampai besar dan akan di jadikan kebiasaan. Dan syukurlah, Hanifah dan Habibah bisa menjadi anak-anak yang sholeha.
Karena anak adalah harta. Titipan Allah yang harus dijaga dan didik dengan benar. Karena nanti di akhirat akan menjadi pertanggung jawaban apa saja yang orang tua ajarkan pada anaknya. Jika anak-anaknya menjadi anak sholeha. Maka akan menjadi amal ibadah untuk orang tuanya. Itu akan menjadi amal jariyah bagi orang tuanya. Karena do'a anak sholeh akan terus mengalir meskipun orang tuanya sudah tiada.
Habibah masuk kamar. Meski hatinya masih sebal ia harus bisa melawan agar tidak marah. Karena setan sangat suka kalau Habibah sampai marah. Jadi Habibah lebih baik melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat. Habibah membuka Al-Qur'an yang ada di mejanya. Kemudian Habibah membacanya, ayat demi ayat ia lantunkan dengan merdu. Habibah sangat menjaga agar ia tidak salah melafalkan bacaannya. Karena kalau salah, akan berbeda artinya. Hatinya berangsur tenang. Membaca Al-Qur'an adalah obat paling tepat saat hati merasa sebal dan marah.
Ketika sedang marah memang sebaiknya kita ambil air wudhu. Lebih bagus lagi melakukan apa yang Habibah lakukan. Agar terhindar dari amarah, yang membuat setan senang dan bertepuk tangan. Setan memang paling suka kalau ada kemarahan di hati manusia. Maka dari itu kita tidak boleh sampai terpancing tipu muslihat setan. Karena setan akan terus menganggu manusia hingga hari kiamat, untuk medapatkan temannya di neraka. Kita tidak boleh sampai masuk neraka karena gangguan setan yang tidak pernah berhenti menganggu. Maka dari itu lakukanlah kebaikan ya Allah suka, agar kita masuk ke dalam surga nanti.