SATU
Hanin tersenyum manis melihat wajah kakaknya yang sudah segar, dan memancarkan aura yang sangat bahagia saat ini.
Tubuhnya yang mungil sebelas dua belas seperti besar, berat, dan tinggi tubuhnya di gendong lembut oleh suaminya dari arah depan. Kedua tangan kakaknya melingkari lembut leher suaminya.
Terlihat sangat romantis, dan membuat Hanin sedikit iri melihatnya, berharap Hanin juga dapat memiliki suami yang mencintainya, menyayanginya, dan menerima dirinya apa adanya, baik dalam waktu suka maupun duka.
Suami kakaknya Kamal terlihat sekali sangat mencintai kakaknya walau kakaknya sudah tak sesempurna dulu lagi. Kakaknya sudah cacat permanen, tidak bisa menggunakan kedua kakinya lagi, tubuhnya selalu rentan oleh penyakit yang selalu menggerogoti apabila kakaknya beraktifitas terlalu berat, dan terlalu lelah.
Membuat Hanin ya, setiap pagi hari seperti saat ini harus berakhir di kamar kakaknya. Kakaknya orang yang sangat bersih. Tidak boleh telat, dan melewatkan mandi pagi setelah kakaknya bangun tidur. Kakaknya harus mandi, tidak boleh telat sedikitpun.
Tapi, pagi hari ini, kakaknya di mandikan, maksudnya di bantu mandi oleh suaminya.
Membuat Hanin dalam diam, tanpa melakukan apa-apa menunggu dengan sabar. Aktifitas mandi kakaknya sepertinya dengan suaminya sekaligus yang mandi pagi ini. Mereka mandi bersama.
Karena menatap dalam diam, dan tak sadar pada kakaknya, dan suami kakaknya.
Hanin terlihat tersentak kaget detik ini, Demi Tuhan, penampilan suami kakaknya terbuka, tak pantas untuk di lihat oleh Hanin saat ini.
Membuat Hanin menundukkan kepalanya dalam, tak berani menatap pada Kamal, dan Kakaknya Maria yang sudah berdiri tepat di depan ranjang.
Kamal yang sedang mendudukkan isterinya Maria dengan lembut di pinggiran ranjang besar mereka.
"Sepertinya aku harus keluar, Kak? Ada, Kak Kamal?"Ucap Hanin pelan.
Masih menundukkan pandangannya. Kamal hanya membungkus tubuh atletisnnya dengan selembar handuk. Hanin sangat tak enak melihatnya.
"Aku buru-buru."Ucap suara itu dengan nada sedangnya.
Hanin mengangkat pandangannya , dan menatap dengan tatapan sayu pada kakak iparnya yang langsung membuang muka di saat Hanin ingin balas menatap wajah kakak iparnya.
Hanin menghela nafas panjang, menganggukkan kepalanya dengan senyum hangat andalannya.
"Pakaikan dress warna merah muda kakakkmu. Tata rambutnya dengan indah, dan pakaiakan flat shoes yang ada di atas nakas. Aku akan akan menjemputnya jam 12 nanti. Kami ingin makan siang di luar."Ucap Kamal masih dengan suara sedangnya, dan laki-laki itu kembali menatap pada Hanin kali ini. Dengan tatapan yang Hanin benci.
Tatapan dingin, dan sinis tanpa kakaknya Maria sadari sedikitpun. Karena kakaknya sedang sibuk melingkari perut kekar suaminya, dan menenggelamkan wajahnya dengan nyaman saat ini di sana.
"Ya, Kak. Ada lagi?"Tanya Hanin masih dengan senyum hangat andalannya, dan sial! Kakak iparnya Kamal lagi-lagi membuang wajah seakan tak sudi untuk menatap wajahnya saat ini.
"Tidak ada. Aku akan memakai pakaianku di ruang kerja. Maria sepertinya sudah kedinginan. Segera bantu kakakmu untuk berpakaian."Titah Kamal tegas. Kali ini Kamal menunduk untuk melabuhkan ciumannya pada kening, dan puncak kepala Maria.
Kali ini, Hanin yang membuang wajah kearah lain.
"Aku akan kembali jam 12 siang nanti. Jangan melakukan hal aneh. Jangan terlalu capek. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku."Ucap Kamal lembut di balas dengan kecupan mesra yang di labuhkan Maria pada perut kekar suaminya yang terekspos saat ini.
"Aku nggak akan kenapa-napa, Mas. Ada adikku Hanin yang akan menjagaku."Ucap Maria dengan nada lembutnya.
Maria, dan Kamal segera menatap kearah Hanin yang lagi-lagi kembali mengukir senyum hangat , dan manis andalannya sembari kepalanya mengangguk lembut.
"Pasti. Aku adik kakak. Aku akan menjaga kakak seperti aku menjaga diriku sendiri."Ucap Hanin dengan nada tegasnya. Dengan kedua bibir yang tak lelah masih mengukir senyum hangat, dan manisnya untuk sang kakak agar tak sungkan, dan merasa tak enak karena sudah merepotkan dirinya sudah 3 bulan berjalan ini.
"Aku pegang ucapanmu."Ucap Kamal dengan nada suara tak kalah tegas dari Hanin.
Maria mencubit kesal perut suaminya. Karena ya, suaminya seakan tak percaya pada adiknya Hanin.
Tapi, cubitannya tak di respon oleh suaminya, dan suaminya terlihat melangkah menuju Hanin. Ah, Maria salah sangka. Suaminya melangkah menuju sofa panjang, dan satu meja yang ada di belakang Hanin.
Mengambil sesuatu yang ada di atas meja di depan sofa.
Sebuah beludru warna merah bentuk hati.
"Mas..."Pekik Maria tertahan.
Itu hadiah untuknya kan?
Tapi, suaminya malah masih diam, dan saat ini berdiri tepat di depan adiknya yang terlihat membeku kaku di tempatnya saat ini.
Jantung Maria seketika berdebar dengan laju tak normal, dan merasa tak enak. Tapi, perasaan itu hanya menyapa Maria untuk beberapa saat di saat ...
Kamal terlihat menunjuk dengan dagu beludru warna merah bentuk hati itu tepat di depan Hanin. Hanin menatap kotak perhiasan itu dengan tatapan tanya, dan bingungnya.
"Kamu yang pegang. Pakaikan kalung ini pada isteriku nanti. Dia pasti akan sangat cantik mengalahkan semua wanita yang ada di dunia ini bahkan di atas surga sana."Ucap Kamal dengan nada lembutnya, dan laki-laki itu tanpa kata segera beranjak pergi setelah kotak yanga berisi kalung itu sudah di pegang oleh Hanin. Meninggalkan Maria yang sedang tersenyum lebar, dan sangat bahagia saat ini.
Sedang Hanin? Wanita itu menggigit bibir bawahnya kuat saat ini. Menatap dengan tatapan nyalang pada kotak perhiasan yang tak sengaja ia buka tanpa sadar, dan melihat kalung yang di maksud. Air mata meluncur begitu saja di kedua mata Hanin saat ini.
'Kalung ini, akan aku berikan sama kamu setelah kita menikah nanti...'
Kata-kata di atas mengiang dengan kejam di kepala Hanin saat ini. Kata-kata yang di umbar oleh seorang laki-laki yang telah mematahkan hatinya 4 bulan yang lalu, dan yang sudah Hanin tunggu selama 4 tahun lamanya....tapi....., dia mengingkari janjinya...
Dan laki-laki itu, Kamal...malah menikahi kakaknya, Maria... Bukan Hanin...
Tbc