ONE

2856 Words
                Sabtu sore Aira sedang duduk di meja taman belakang dengan menyumpal kupingnya dengan hetset portablenya ia kini tengah berhadapan dengan laptopnya. Editornya sedang meminta revisi beberapa bab agar bisa maju ke meja percetakan dan segera launching 2 bulan lagi. Dengan adanya launching ini kemungkinan besar Aira akan sering ke luar kota. Mba Lia, istri Albert mengantarkan segelas ice chocolate. Lia memang sangat menyayangi Aira seperti adiknya. Karna Lia merupakan anak tunggal, mangkanya mereka bisa sedekat itu.                 Albert pulang dengan seragam lengkap kepolisian dan membawa jinjingan kantong belanja. Albert tiba-tiba menginginkan makan sate kambing yang dibuat oleh penjual langganan mereka yang berada tak jauh dari rumah mereka. Kebetulan mba Lia baru pulang setelah ada pertemuan dengan ibu-ibu Bhayangkari. Mereka baru saja mengadakan bakti sosial di sebuah panti asuhan. “Hallo Sayang. Beneran beli sate kambing loh dia,” kata Mba Lia menyambut suaminya yang membawa sate kambing kesukaannya. “Hallo Babyku. Iya abis aku pengen banget,” kata Albert sambil memeluk istrinya dengan sayang. “Mana Aira?” lanjutnya bertanya pada sang istri. “Di taman belakang, dari tadi dia di sana  ga pindah-pindah. Baru aja aku kasih ice chocolate. Biar dia cepet selesai revisinya, semangatin dia gih.” Kata Lia mengulas senyuman.                 Albert mengangguk membalas senyumannya seraya melangkahkan kakinya ke kamar untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan. Mba Lia pergi ke dapur untuk menyiapkan peralatan makan dan juga sate kambing beserta nasinya untuk mereka santap bersama. Tak lupa Lia juga memanggil adik iparnya untuk menyantap makanan yang dibawa oleh kakanya. Setelah semuanya berkumpul Albert memimpin doa bersama sebelum makan kemudian menyantap makanan yang sudah dipersiapkan oleh istri tersayang. “Sayang, tadi aku liat bayi-bayi, lucu banget deh.” Kata Lia sumringah, memulai pembicaraan. “Di mana?” tanya Albert menimpali sambil menyantap sate kambing yang sudah berada di hadapannya.   “Di panti asuhan. Tadi aku ada baksos,” “Kita ke sana yuk kapan-kapan main. Aku juga pengen liat bayi-bayi lucu Mba.” Ujar Aira sambil tersenyum kepada kaka iparnya. “Iya nanti kita ke sana ya.” Lia tersenyum menimpali adiknya.   “Mba, aku kayanya mau keluar deh. Mau nemenin ga?” tanya Aira. “Ke mana?” tanya Lia penasaran.   “Ke mall. Aku mau ngopi bentar ah di luar, kali aja nemu ide baru.” Kata Aira sambil melihat ke arah smartphonenya. “Sendiri aja, masa ke sana ke sini diikutin mulu sama mba Lia. Cari sana pacar mangkanya, jangan jomblo mulu. Abangkan baru pulang Aira. Masa istri aku juga dibawa.”  Protes abang tampannya itu.   “Ok-ok aku sendiri!” katanya mengerucutkan bibirnya.   * * * * * *                   Selesai dengan sate kambing yang dibawa Albert ketika pulang dinas tadi, Aira langsung bersiap untuk pergi. Ia mengganti bajunya dengan sweater dan denim berwarna biru dongker kesayangannya. Aira mengendarai mobil sedan berwarna merah marron yang ia beli dari hasil jeripayahnya menjadi seorang penulis dan seorang beauty vlogger. Aira sudah bisa menyetir sejak umur 18 tahun. Ayahnyalah yang mengajarinya menyetir saat itu. Walaupun ayahnya sanggup memberikannya sebuh mobil tapi Aira tidak pernah mau menerima mobil pemberian ayahnya itu. Dia pernah bilang ‘suatu saat Aira akan membeli mobil sendiri dari hasil kerja Aira. Jadi ayah sama ibu juga Albert ga usah pikirin Aira ke sana ke sini naik apa.’ Walaupun dari keluarga yang dibilang mampu, tapi Aira berusaha untuk bisa mandiri dalam segi keuangan.                 Bahkan ketika masih sekolah Aira selalu menabung untuk membeli apa yang ia inginkan. Aira juga sering ikut lomba menulis dan menang dalam lomba menulis yang ia ikuti. Dari sanalah ia sedikit demi sedikit bisa menabung untuk membeli yang ia inginkan.Sudah dari kecil Aira dibiasakan untuk menabung dan membeli yang dia ingikan dengan menggunakan uang dari hasil tabungannya. Jadi tidak heran, jika sampai saat ini kedua orang tuanya dan kaka satu-satunya sangat bangga padanya karna bisa meraih karir yang bagus sampai sekarang ini. Walaupun setelah lulus dari Universitasnya, Aira tidak bekerja sesuai dengan bidang yang ia pelajari. Tapi setidaknya Aira mau berusaha untuk tidak mengecewakan kedua orang tuanya dan menyusahkan mereka.                 Wanita berusia 27 tahun ini berusaha agar karyanya bisa di terima oleh penerbit yang bagus di negara ini. Ketika ia masih harus menyelesaikan kuliahnya, ia juga berusaha untuk maju ke penerbit untuk menawarkan karyanya dan hingga saat ini, Mandiri Media yang menjadi penerbit yang menaungi dirinya. Bahkan Willa, sahabatnya juga berada di bawah naungan Mandiri Media sebagai komikus.                  Salah satu karya Aira yang terbaru akan launching 2 bulan lagi. Ia masih terus melakukan finishing untuk novel terbarunya agar segera dicetak dan dilaunching untuk para pembacanya yang sudah menunggu karya selanjutnya.                 Pukul 7 malam Aira sampai di mall. Ia langsung menuju Coffee Shop di mall itu dan duduk di sofa tempat favorit Willa dan dirinya. Wanita cantik itu langsung menghubungi Willa yang memang juga ingin menggambar komiknya di luar.  Mencari inspirasi. 10 menit kemudian Willa datang dengan membawa tas dan juga tablet miliknya. “Sorry ya, di depan macet banget.” Kata Willa begitu sampai dan langsung meletakkan barang bawaannya di meja.                 Willa adalah tipe orang yang selalu tepat waktu dan jarang sekali untuk telat. Tapi kali ini ia telat 10 menit dari waktu janjian yang mereka sepakati. “Ga apa-apa. Pesen yuk,” kata Aira kemudian melambaikan tangan untuk memanggil p3l@y@n.                 Setelah memesan Aira dan Willa sama-sama memasang hetset mereka masing-masing dan terdiam untuk melanjutkan karya mereka. Tak terasa 3 jam sudah mereka ada di sana. Kopi yang mereka pesan juga sudah habis, akhirnya mereka memutuskan untuk menyudahi pergulatan dengan karya mereka masing-masing. Setelahnya mereka kemudian pergi dari coffee shop. Seperti biasanya, jika mereka sudah pergi ke mall mereka akan hunting make up dan skin care terbaru untuk perawatan wajah mereka sehari-hari.   “Aira!” panggil seorang laki-laki begitu Aira dan Willa keluar dari coffee shop yang sedari tadi menjadi tempat Willa dan dirinya bekerja.   “Wafda?” Aira tersenyum namun terkejut melihat kakak dari sahabatnya itu kini melangkah mendekati mereka.                 Sebelum kakanya mendekat, Willa sudah sibuk menggoda Aira dan tak lupa menyeggol bahunya. Pipi Aira bersemu merah mendapatkan godaan dari sahabatnya itu. Wafda sendirian dan ia sedang mendekat ke arah Aira yang sudah lama sekali tidak saling bertemu. Kebetulan, jadwal lelaki tampan yang sudah menjadi idola Aira sejak dirinya sama-sama SMP itu sangat padat. “Hai apa kabar?” sapa Aira ramah begitu berdiri berhadapan dengan Wafda, kaka dari Willa. “Hai Ra, aku baik. Lo gimana?” ujar Wafda dengan senyum manisnya.                 Sumpah, saat disenyumi oleh Wafda rasanya Aira ingin segera terbang ke langit ke tujuh. Lelaki itu benar-benar tampan dan sekarang tubuh Aira seperti sedang meleleh karna kekaguman pada kaka sahabatnya. “Ba-baik Wafd.” Aira tergugup menjawab pertanyaan Wafda.                 Padahal belum tentu Wafda juga deg-degan saat berbicara dengannya, pukasnya dalam hati.   “Giliran ama Aira aja ramah-ramah lo, Ka. Ama adenya ga ada basa-basinya ... huhhh,” protes Willa yang merasa diabaikan. “Yailah, lo mah bisa ketemu kapan aja La. Kalau sama Airakan susah. Ya ga Ra?” Ujarnya lalu kembali terfokus pada Aira.                 Aira hanya tersenyum, pipinya kini merona lagi.  “Wafd, emang beneran udah putus sama Rachel?” tanya Aira polos yang langsung terlontar begitu saja dari bibir ranumnya. “Ya ampun, lo juga dengerin infotainment ternyata Ra.” Wafda terkekeh dan sedikit menggelengkan kepalanya.  “Ya harus dengerinlah, namanya juga gw ngefans sama kalian. Sekali-kalikan boleh dengerin beritanya artis papan atas. Aku mah apa atuh cuma res-resan rengginang.” Aira kali ini melemparkan candaan.                 Wafda tersenyum sambil menatap ke arah Aira yang sedang berceloteh. “Gw juga kemarin ketemu sama Rachel. Keliatannya sedih tuh dia,” kata Aira lagi. “Oh ya? siapa suruh diajak nikah ga mau. Gw ama dia emang beneran putus tapi ya sudahlah, ga mau diambil pusing. Wong cewe yang mau gw langsung nikahin aja ada. Ngapain musingin dia.” katanya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil mengulas senyuman.  “By the way makasih loh karna udah ngefans. Ehmm … kalian mau ke mana?” lanjutnya.   “Mau cari makeup. Mau ikutan?” kali ini Willa menimpali kakanya setelah dari tadi diabaikan oleh Aira dan Wafda tanpa mereka sadari.                   Tak lama setelah Willa menjawab kakanya itu, terdengar smartphone Wafda berbunyi tanda panggilan masuk. “Sebentar ya, gw angkat dulu.” Wafda meminta izin pada Aira dan Willa.                   Aira dan Willa mengangguk. Wafda langsung menjawab telponnya tanpa bergerak dari tempatnya saat ini. “Hallo, Man. Ok nanti gw ke sana. Gw lagi di mall. Ok-ok gw balik ke apart abis ini.” Katanya kemudian menutup telponnya itu. “Ra, ini!” katanya sambil menyodorkan smartphonenya pada Aira. “Kenapa nih?” tanya Aira bingung. “Ketik nomor lo di situ.” Titahnya. “Oh ...” kemudian mengetik nomor telponnya di sana.                 Setelah selesai, Aira mengembalikannya lagi pada Wafda.   “Ya udah, gw balik duluan ya. Ada janji interview soalnya malam ini. Riman segala baru bilang lagi.” Ujarnya sambil terlihat kesal karna kesenangannya bertemu dengan Aira harus terhenti. “Keep contact ya, Ra.” Kemudian berpamitan lalu melambaikan tangan ke arah Aira dan Willa, lalu meninggalkan mereka di depan toko retail yang akan mereka kunjungi untuk membeli makeup.   * * * * * *   “Gw aja ga tau loh kalo kaka gw putus ama Rachel,” kata Willa sambil berjalan masuk ke dalam toko kosmetik keluaran brand Korea.   “Kan tadi gw udah bilang, namanya juga ngefans La. Masa ga tau apa-apa.” Aira tersenyum menjawab celotehan sahabatnya. “Lo beneran ngefans ama kaka gw? Beneran ga ilang-ilang tuh dari jaman SMP?” kata Willa menampakkan kekaguman di wajahnya pada Aira. “Iya beneranlah. Bisa dibilang dia cinta pertama gw La. Ya tapi sayang aja. Namanya juga sebatas ngefans doangan. Mana mau sih Wafda ama gw. Secara gw begini doang,” katanya sambil menatap nanar jalanan di depannya. Ditambah lagi dengan kalimat merendah di akhir kalimatnya.   “Begini doang apanya? Jelas-jelas lo berubah jauh banget. Dulu berisi, sekarang udah agak kurusan. Sampe diendorse segala sama brand-brand makeup, makanan, baju dan lain-lainnya. Trus loe bilang biasa banget? Gokil lo Ra, jadi orang terlalu merendah banget. Padahal, apa yang lo ga punya? Berbakat, cantik, pinter, pendiem, ga neko-neko. Sayang aja mantan lo kaya b@b! noh tega banget nyakitin lo. Huff …” puji Willa yang diakhiri dengan kekesalannya pada lelaki yang sudah mematahkan hati Aira hingga.                 Sejak putus dengan mantan kekasihnya hingga kini Aira masih belum berani dekat dengan pria manapun.   “Hahaha … serius gw suka sama Wafda, La. Mau gila gw. Gw berubah sampe diet segala macem buat siapa? Ya buat bisa dilirik sama kaka lolah. Urusan mantan gw ya bodo amat. Siapa suruh nyakitin gw. Liat nih gw sekarang,” ujar Aira santai.   “Idih, mau mauan lo. Diakan orangnya ngeselin, cueknya kebangetan dan masih banyak lagi hal nyebelin yang lo harus dalami dari dia. Mauan aja lo suka sama kaka gw. Pikir-pikir dulu deh sebelum ngefans sama kaka gw.” Willa menderu nafasnya dengan kasar. “Namanya juga cinta La.” Katanya sambil tersenyum dan meninggalkan Willa beberapa langkah.   * * * * * *                                 Aira buru-buru menuruni tangga rumahnya sambil melihat ke sekeliling rumahnya. Albert terduduk lemas di sofa ruang keluarga. Lelaki gagah nan tampan itu terlihat tak berdaya dengan smartphonenya yang masih ia pegang. Lia yang duduk di samping Albert masih memeluk suaminya. Mba Lia juga terlihat terkejut dengan kabar yang ia dengar dari suaminya baru saja. Setelah berdiri di depan kakanya itu ia menanyakan dengan apa yang terjadi, karna mendengar teriakan Albert barusan. “Abang, kenapa Mba?” tanya Aira bingung melihat Albert dengan tatapan matanya yang kosong sementara Lia menangis di sebelahnya. “Ayah meninggal Ra, Barusan ibu telpon.” Kata Lia sambil berganti memeluk Aira. “Apa?” Aira terduduk lemas di lantai sambil menangis.   “Bang, kita cepat pergi ke Semarang!” kata Aira dengan air mata yang masih menghiasi wajahnya. “Iya kita segera berangkat.” Albert memeluk Aira yang juga butuh dirinya. Mereka berpelukan bertiga dan isak tangis adiknya mendominasi ruangan itu.     * * * * * *     “Kamu di mana sekarang?” tanya laki-laki yang sudah beberapa minggu ini menghiasi hari-hari Aira.                 Berawal dari perjumpaannya di mall secara tidak sengaja malah membuat mereka kini semakin hari semakin dekat. Mereka bahkan sering bertukar kabar layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai dan tak ingin dipisahkan. Mereka juga tak ragu menunjukkan ketertarikan satu sama lainnya. Bahkan kata sapaan yang tadinya menggunakan ‘Lo – gw’ kini berganti menjadi ‘Aku – kamu’.     “Masih di rumah. Lagi tunggu orang travelnya jemput.” Jawab Aira pada lelaki itu.                 d@d@nya masih terasa sesak dan ingin sekali menumpahkan kesedihannya. Tapi hanya bisa lewat air mata yang sedari tadi tidak bisa berhenti akibat kehilangan laki-laki yang selalu menjadi pelindung dan mengajarkannya banyak hal pada dirinya.   “Jam berapa ayah dimakamin, Ra?” tanya laki-laki itu dengan suara khasnya. “Belom tau. Kemungkinan besok siang. Kamu di mana?” tanya Aira yang lagi-lagi menyeka air matanya yang sudah menggenang di pipinya. “Ok. Aku di apart.”                 Beberapa detik mereka berdua sama-sama terdiam. Hanya ada isakan tangis dari Aira yang terdengar dari sambungan telponnya. “Ra,” panggil Wafda dengan penuh kelembutan.   “Hemm?” “Kamu boleh sedih tapi tolong jangan terus menerus menangis. Aku janji akan temenin kamu. Kalau kamu seperti ini terus kasihan ayah. Kamu sayangkan sama ayah?” ucap lelaki itu mencoba untuk memperingatkan Aira. “Iya,” jawab Aira singkat. “Kita ketemuan di Semarang ya. Kamu tunggu aku di sana. Nanti malam abis aku interview di TV aku langsung pergi ke Semarang untuk temenin kamu. Please tapi kamu jangan nangis terus.” Katanya seperti ikut merasakan kesedihan wanita yang sedang dekat dengannya itu.   “Iya. Aku tunggu di sana ya, Wafd.”   * * * * * *                                 Pukul 8 malam Albert, Lia dan Aira sampai di rumah orang tua mereka di Semarang. Kemudian mereka langsung melihat sang ayah yang sudah terbaring di ranjang di ruang keluarga. Suasana rumah saat itu sunyi, hanya ada beberapa orang yang sedang melakukan doa dan pembacaan yasin untuk ayah. Satu persatu para tetangga dan juga kerabat dekat mereka berdatangan dan menyampaikan rasa bela sungkawa kepada keluarga.                 Ibu hanya bisa menangis penuh kesedihan dan sedari tadi tak pergi dari sebelah jasad ayah. Mendampingi lelaki yang menjadi teman, partner, suami dan juga kaka baginya selama lebih dari 30 tahun. Aira yang sedari tadi memeluk sang ibu sampai ikut terus menangis sampai tersedu-sedu. Sedangkan Albert dan Lia sedang melakukan pembacaan yasin untuk ayah tercinta mereka. Sejak 2 tahun lalu ayah didiagnosa menderita gagal ginjal dan hepatitis. Ayah harus menjalanin cuci darah hingga 2 tahun lamanya. Sampai ia meninggal tak pernah sedikitpun ia mengeluhkan penyakit yang dideritanya. Bahkan kepada ibu sekalipun.                 Hanya beberapa minggu sebelumnya ia hanya bilang sudah lelah dengan rutinitasnya yang hanya sebatas rumah dan rumah sakit. Katanya ia hanya ingin pulang. Tapi entah pulang ke mana batin ibu karna saat itu ayah menyampaikannya ketika sudah di rumah dan hanya ada mereka berdua. Bahkan setelah pulang cuci darahpun pasti ayah selalu ingin makan yang ia inginkan. Tapi sejak saat itu ayah tidak pernah minta aneka makanan yang ia inginkan.                     Hanya saja beberapa kali menyebut kata ‘ingin pulang’. Ayah merupakan yang terbaik untuk keluarganya. Hingga meninggalpun orang yang mengenalnya tidak percaya kalau ia sudah tidak ada. Banyak yang melayat dan memberikan doa untuk ayah. Laki-laki dengan perkataan santun dan selalu menghargai pendapat orang lain itupun kini telah tiada. Tapi jika sudah menyangkut keluarganya yang tersakiti, ia pasti akan menjadi orang pertama yang akan membela keluarganya.                     Bukan hanya keluarga tapi juga semua teman-teman dan orang yang mengenalnya sangat kehilangan keramahan lelaki yang selalu disebut sebagai bapa malaikat. Ayah selalu baik terhadap siapapun yang dikenalnya. Bahkan di wajah ayah terpancar senyuman, seperti sedang tertidur pulas.                      Pukul 12 malam Wafda tiba di rumah orang tua Aira. Dengan memakai penyamaran dengan topi dan kacamata, Wafda datang sendirian. Tak lupa ia mengenakan tas ransel berukuran sedang yang ia gendong di bahunya. Lelaki itu kemudian langsung mencari keberadaan Aira, setelah melihat Aira, Wafda langsung menghampiri Aira dan ibunya yang masih bergeming di tempat mereka di sebelah jasad ayahnya. “Ra,” sapa Wafda menyentuh pundak Aira yang sedari tadi menangis sambil memeluk ibunya. Aira kemudian menoleh ke orang yang menyapanya. “Wafda,” kata Aira  sambil berusaha tidak teriak karna kaget Wafda benar-benar datang memenuhi janjinya ke Semarang untuk menemaninya.                   Wafda mengangguk. “Tante, saya turut berduka cita ya.” Wafda kemudian beralih ke ibu yang sudah melahirkan Aira dan mencium punggung tangannya dengan sangat sopan. “Terima kasih Wafda, maaf kamu jadi jauh-jauh datang dan merepotkanmu.” Kata ibu sambil berusaha tersenyum melihat kedatangan Wafda dari Jakarta. “Ga apa-apa Tante. Salam dari mamah dan Willa, maaf katanya tidak bisa datang.” Kemudian duduk di sebelah Aira. “Iya salam kembali ya Wafd.” Kata ibu dengan wajah sedih namun tetap berusaha tersenyum ketika berbicara dengan Wafda.                 Wafda mengangguk dan membalas senyum ibu.   “Bang, turut berduka cita ya.” Kata Wafda sambil berjabat tangan dengan Albert yang berada tak jauh dari tempatnya. “Terima kasih ya.” Albert menepuk bahu Wafda.   * * * * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD