TUJUH

1331 Words
Indonesia itu punya buanyak banget suku, ras, bahasa daerah, adat, tradisi bahkan agama pun lebih dari dua. Itulah kenapa, menjadikan Indonesia kelihatan unik karena keberagamannya di mata dunia. Kamu pergi ke Kalimantan, bakal nemuin budaya mereka. Pindah ke Sulawesi, kamu akan dibuat berpikir dulu, baru memahami. Beda lagi kalau beranjak ke Jawa, mereka juga punya bervariasi bahasa dan budaya. Begitu pun dengan pulau dan provinsi lainnya. Itu semua, cuma bisa kamu temuin ya di Indonesia. Sesekali, tonton deh Pesona Indonesia atau buka web-nya, bagus-bagus banget. Bikin pengin kelilingi bumi Pertiwi ini. Dan, yang lebih lucunya lagi kalau ngomongin soal suku tadi. Di Indonesia itu, persilangan antar sukunya menarik. Jawa menikah dengan Betawi. Atau Sunda dengan Jawa. Atau Minahasa ketemu Batak. Mungkin juga Batak dengan Jawa. Sama kayak Bosku itu. Mamanya keturunan Jawa dan papanya keturunan marga Panjaitan dengan keduanya punya keyakinan yang sama; Kristen. Dulu, begitu tahu nama lengkapnya, aku langsung searching di Google seputar Marga Panjaitan dan ya ampun, mataku langsung kunang-kunang! Belajar sejarah itu emang pusing tapi kadang juga wajib tahu. Dan, akhirnya aku memutuskan buat baca sedikit. Yang kuingat dari situs itu adalah keberagaman versi tentang sejarah Panjaitan ini. Ada yang bilang Toga Panjaitan punya satu anak yaitu Raja Situngo Panjaitan. Dan Raja Situngo punya empat orang anak lagi yaitu: (1). Martibi Raja (2). Raja gor (3). Raja Siponot (4). Raja Sijanggut Ni Huting Sudah. Sampai di situ aja aku ingatnya. Maaf ya, Bos Seksiku, sejarahmu itu emang unik tapi aku nggak kuat buat bacanya. Bosku juga sih pemalas banget kalau aku minta suruh jelasin tentang keluargnya. Sudah kecampur aura-aura Jakarta kali ya. Dia itu emang nggak malesnya cuma kalau pas nyuruh, mesuman sama Audy, atau gangguin aku sampai darah mendidih. Selain itu, kayaknya memang pemalas. Kelihatan kayak sekarang, tiba-tiba dia datang—telat banget lagi—padahal dia harus periksain beberapa artikel jadi, foto hasil kemarin buat terbit minggu besok. Cuma karena dia ini kebangetan percaya sama akunya—kesannya jadi ngacungin banget—jadi sebodo amat gitu sama kerjaan. Aku sedikit maklum sih, karena kan pacarnya tuh jarang di Jakarta, mumpung ini masih bisa dua-duaan ya jadinya memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Ngomong-ngomong, profesi kayak Audy gitu nggak takut apa ya hampir setiap hari naik pesawat? "Ga, yang hasil foto Dirga kemarin mana? Yang buat makanan apa itu, Sulawesi ya?" Pengin mampusin karena dia mulai panik, tapi kasihan. Untunglah aku ini sekretaris paling budiman yang selalu berbuat baik sama bos. "Ini, Pak. Semua foto jenis makanannya udah ada di sini. Bapak tinggal pilih aja." "Oke." Aku berbalik, baru mau ngelangkah keluar, suaranya ada lagi. "Kenapa, Pak?" "Yang pemotretan Ongka itu kapan, Ga?" "Nanti siang. Jam satuan dia baru free karena asistennya bisa gantiin." "Dia?" Kan, mulai. "Be-li-au." Tawanya menggema. Dia mulai memperhatikan layar laptop dan itu tandanya aku udah bisa balik ke meja dan duduk tenang. Lihatin video terbaru dari pasangan kece sejagad per-youtube-an; Gab-Jess. Namun, lagi-lagi, "Ga." Aku sudah nahan napas dan mengepalkan tangan kuat-kuat. Lalu balik badan, kasih dia senyum semanis mungkin. Bos Dimas malah nyengir. "Kenapa, Pak?" "Duduk dulu sini deh. Saya mau ngobrol sebentar." Nurut. Aku mah nurut aja diapain juga. Uwaw, enak kali ya punya pacar yang dominan kayak Bos Dimas gini. "Soal?" Tubuhnya ia sandarkan di kursi kebesarannya. Kalau sudah gaya itu yang dipakai, aku mulai kesal karena ke-bossy-annya bakalan muncul. "Coba kamu jelasin ke saya, tema pemotretan Ongka nanti apa ya?" Kan. Apa kubilang. Yang diingat di kepalanya pasti cuma ukuran celana dalam dan bra Audy. Pretlah. "Kalau buat wardrobe-nya sih perjanjian kemarin casual. Cuma, untuk suasana, karena supaya mencerminkan Eropa banget gitu, jadi kayak ada background-background klasik gitu, Pak." Keningnya berkerut. "Berarti nggak di dalam studio dong?" "Udah ada spot-nya di K-Kafe. Bagus kok. Bapak mau lihat fotonya?" "Enggak, enggak. I trust you. Saya harus ikut nggak kira-kira, Ga?" Ya menurut situ aja sih ya. "Soalnya, Audy lagi ngambek nih, semalam saya ketiduran waktu dia lagi ceritain serunya pemotretan di Sumatera." "Saya perlu tahu banget, Pak masalah yang itu?" Dimas malah ngakak. Tangannya menunjuk layar laptop yang sudah dihadapkan ke aku. "Kamu liat deh, Audy di foto ini cantik banget ya?" Mataku melotot. Jadi, dari tadi yang dia lihat itu bukan foto hasil jepretan Dirga? "Kalau aja majalah kita ini tentang fashion, kita nggak perlu jauh-jauh nyari model. Cinta banget aku sama Audy ini." "Saya nggak cemburu." "Hm?" Kepalanya dongak. Laptop sudah kembali ke posisi semula. "Kamu tadi ngomong?" "Iya. Bapak nggak denger?" "Saya dengernya tadi kamu bilang 'saya nggak cemburu' gitu?" Aku mengangguk.       "Yah gagal dong. Padahal hari ini saya bakalan dapat kissing all night long kalau bisa bikin kamu kesel." "Saya bukan mainan!" Tawanya makin menggema. Dasar Bos ter-fakyu sepanjang masa!   ***   Dulu, aku selalu mengkhayal bisa berada dalam satu mobil sama cowok ganteng. Wanginya pasti semerbak kayak maskulin-maskulin gimana gitu. Terus suasananya yakin deh bakalan hangat-hangat selimut dan yang paling penting kalau dia adalah pasangan kita, bisa cium-cium dikit. Sayang oh sayang, dikabulinnya satu mobil sama Bos Besar. Ganteng: ceklis. Wangi semerbak: ceklis. Suasana hangat: ceklis. Milikku: silang merah besar dan di-bold. Dari tadi, mulutnya yang lemes itu ngoceh terus seputar Ongka. Sudah nanya-nanya tentang kemajuan kami. Aku tadinya sempat mengutuk Sarah kalau sampai Dimas tahu tentang kesepakatanku dengan Ongka—iya, si j****y itu udah kukasih tahu sukarela. Ternyata enggak, Bos Dimas belum tahu. Alhamdulilah. "Pak tolong berhenti di Alfamart depan, Pak." Kayak mesin otomatis gitu, selesai mulutnya ngomong, mobil ya pas banget berhenti di depan Alfamart. Aku noleh ke samping waktu sadar Bos Dimas lagi memandangi aku. Pengumuman, dia tuh duduknya nggak mau di samping sopir karena katanya udah kayak pasangan batangan. Otaknya, ya ampun. "Ga, mau bantuin saya enggak?" Firasat mulai nggak enak. Tapi wajib jawab. Dan nggak bisa bilang tidak. "Apa, Pak?" "Masuk gih, beliin saya pisang. Kata Audy nggak boleh terlalu banyak makan karbo nanti perut saya buncit. Dia juga bilang, pisang itu bagus buat lambung, nahan laper. Itu makanan dia sehari-hari. Mau ya?" "Siap, Pak!" Aku langsung turun dan abai sama teriakannya yang mau kasih duit. Dia kira aku sekere itu apa. Mau nggak mau, aku harus akui kebaikan dia kali ini. Dia tuh nggak pelit soal uang dan makanan, makanya aku juga nggak bisa mau itungan apalagi cuma soal pisang. Tapi kalau yang ini bukan masalah uangnya, Boo! Ini masalahnya ngingetin aku sama malam k*****t itu yang sama Ongka! Dan kamu-kamu tahu nggak sih, kalau sekarang, tiap pagi dan malam dia ngucapin udah kayak anak yang baru sunat dan baru kenal cewek? Nah, super masalahnya lagi adalah aku bales chat-nya karena nggak merasa geli! Ngerasa pas aja porsinya gitu. Walau kadang gombalannya suka bikin muntaber juga. "Terima kasih, selamat berbelanja kembali." Aku ngangguk. Ngacir ke mobil dan langsung menyodorkan tuh buah. Mobil balik jalan lagi. "Cuma satu, Ga?" "Lah, Bapak maunya berapa? Nggak  boleh banyak-banyak, Pak. Nanti jadinya sama aja kayak makan nasi." "Emang iya?" "Iyalah." "Saya sih satu cukup, udah kenyang. Buat kamu sama Pak Bambang gimana?" Dari depan Pak Bambang menjawab, "Kebetulan saya nggak suka pisang, Pak." Alhamdulilah. Nggak merasa bersalah. "Wah, sayang banget, Pak Bambang. Kata Audy ini sehat lho." Mendengar omongan nggak penting Dimas, Pak Bambang cuma ketawa kecil. "Kamu doyan kan, Ga?" "Pisang? Doyan kok, Pak." "Nih, kalau gitu separuhnya buat kamu. Tapi udah saya gigit, kebablasan tadi." "Nggak usah, Pak. Saya mah bisa makan nanti kan. Saya nggak diet-diet kok orangnya." "Saya nggak makan Babi kok, Ga, kalau kamu takut. Saya vegetarian kayak Audy." "Eh, bukan!" Waduh, kok malah ke sini sih bahasannya. "Maksud saya bukan itu, tapi emang serius deh, saya bisa cari makan nasi nanti." "Kalau bos pusing, biasanya sekretaris jauh lebih pusing. Kalau bosnya sibuk, sekretaris jauh lebih sibuk. Dan, karena nanti pemotretan itu lama, masa bosnya kenyang sendiri sementara sekretarisnya nahan laper?" Ya ampun! Aku nahan napas selama dia ngomong. Serius. Ya kamu-kamu bayangin aja deh, jarak di kursi penumpamg belakang tuh sejauh apa sih dan dia ngomong semanis itu? "Jadi, Gangikaaaa, buka mulutmu. Kalau jijik bekas saya, nih bagian bawahnya masih utuh kok." "Pak—hmmp." Sialaaaan! Dia keburu masukin pisangnya di mulutku. Yang bagian bawah lagi! Padahal kan aku mau ngerasain bekas mulutnya yang katanya nggak makan daging yang kata Ongka haram itu. "Makasih, Pak," cicitku pelan setelah berhasil menelan buah Single tapi dimakan sama couple bos-sekretaris ini. "Sama-sama." Senyumnya muncul, dia menelan lagi sisa pisangnya bulat-bulat setelah aku hampir pingsan karena perlakuan dan senyuman langkanya. Kalau begini caranya, aku akan berdoa sepanjang tahun, Dimas jangan menikah dengan siapa pun kecuali dia mengikutiku. Salah nggak sih? Ah, menyebalkan! Panglima TNI yang gagah, tolong selamatkan sekretaris cerdas dan cantik ini!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD