Buku Kedua : Perkenalan Dengan Kawan Lama

1543 Words
6 Desember 2018 Aku harus berterima kasih kepada Daniel karena berkat bantuan yang dia berikan, aku dapat masuk ke kantorku sendiri. Bukankah lucu? Aku harus menggunakan dokumen palsu agar aku dapat menyusup ke kantor milik keluargaku sendiri. Aku tegaskan sekali lagi, KANTOR MILIK KELUARGAKU SENDIRI di mana namaku tertera sebagai pemilik sah jika usiaku telah menginjak 21 tahun. Aku merasa sangat asing dengan diriku sendiri. Aku memang terbiasa bangun pagi, namun satu hal yang membuatku asing adalah pakaianku dalam bekerja. Aku harus mengenakan pakaian formal yang membuat diriku tidak imut lagi. Aku sama sekali tidak merasa cantik dengan pakaianku. "Hei, Daniel. Bagaimana menurutmu dengan penampilanku?" Tanyaku kepada Daniel kala aku bersiap untuk bekerja. Jangan lupa jika Daniel tinggal di apartemenku sekarang. Hei, jangan berpikiran macam-macam, aku dan Daniel tidak melakukan sesuatu yang m***m di dalam apartemen. "ASTAGA, RIN! KAU TERLIHAT SEPERTI SALES OBAT KUAT! AHAHAHAHA!" Seru Daniel ketika melihat penampilanku. "Hei! Kau sangat jahat, Pemuda Tanggung!" Gerutuku kepada Daniel. "Ah, Maafkan aku, Rin. Aku lupa jika kau belum pernah bekerja secara formal. Kau jangan menggunakan pakaian hitam putih polos seperti itu, Tuan Puteri. Kau harus mengenakan pakaian yang sedikit memiliki motif, sedikit bermodel. Meskipun kau menduduki posisi sebagai bawahan, tapi jangan sampai harga dirimu hancur. Kau harus mengganti pakaianmu, Rin." Aku merasa sangat kesal dengan apa yang Daniel katakan, namun aku juga tidak dapat menyalahkan Daniel karena yang dia katakan sama sekali tidak salah. Aku berbalik masuk ke dalam kamarku, lalu memilih baju yang menurutku sesuai dengan yang dikatakan oleh Daniel. Sebuah baju putih dengan kerah yang sedikit rendah, aku padukan dengan celana panjang high waist dan juga sepatu high heels warna hitam. Dengan pakaian seperti ini, aku yakin tidak akan memalukan. Aku menunjukkan pakaianku kepada Daniel, dan dia mengatakan jika penampilanku jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dengan pakaian ini, aku menjadi percaya diri untuk berangkat menuju kantor. Daniel berkata jika seharian ini dia akan berada di apartemen karena dia masih melakukan negosiasi pekerjaan yang akan ia lakukan. Sesampainya di kantor, aku langsung disambut ramah oleh Ratu di ruangannya. Ruangan divisi HR berada di lantai dua bersama dengan ruang rapat. Setelah bertemu dengan Ratu, ia mengantarku menuju ruang kerjaku di lantai satu. Ratu menempatkanku pada divisi marketing bersama dengan seorang lelaki bernama Dwi yang akan menjadi rekan kerjaku di kantor ini. Dwi adalah seniorku di kantor ini sehingga dia akan mengajarkanku bagaimana cara melakukan pekerjaanku dengan baik dan benar. Ratu memiliki perawakan sedikit gemuk, dengan tinggi badan sekitar 165 cm dan berparas cukup cantik. Hanya saja Ratu memiliki tempramen yang buruk, terlihat dari Dwi yang jarang tersenyum ketika melihat Ratu. Sedangkan Dwi adalah seorang pria yang cukup tampan. Aku rasa Dwi bukan berasal dari pusat kota karena wajahnya terlihat sangat asing bagiku. Dwi juga memiliki perawakan yang sedikit gemuk, namun dia memiliki tinggi badan yang sedikit di atas rata-rata. Aku rasa sekitar 190 cm, yah cukup tinggi untuk ukuran masyarakat pusat kota. Aku sempat mengkonfirmasi kepada Dwi tentang asal usulnya yang ternyata memang benar jika ia tidak berasal dari pusat kota. Dwi lahir di utara, daerah yang memiliki dataran tinggi dan udara yang sejuk. Hal ini sekaligus membenarkan dugaanku jika Dwi merupakan orang asing di pusat kota. Tetapi memang salah satu dari orang tuanya berasal dari pusat kota sehingga dia memiliki nama seperti orang pusat kota pada umumnya. Aku bertanya kepada Ratu tentang prosedur kerjaku. Ratu mengatakan jika aku bertugas melobi dan melakukan negosiasi terhadap proyek yang akan dikerjakan oleh Airconst. Staf marketing sepertiku dan Dwi harus dapat memastikan klien yang akan bekerjasama dengan Airconst dapat menyetujui kontrak kerja dengan harga setinggi mungkin bagaimanapun caranya. Ah, aku hampir lupa menulis ini, aku memberitahukan kepada Ratu untuk menyembunyikan identitasku sebagai Rin, karena jika identitasku bocor maka aku mengancam akan memecat Ratu. Ketika aku beserta Ratu dan Dwi tengah berbincang, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangan ini. Seorang pria yang menggunakan setelan rapi dengan jas yang terlihat mahal, berkacamata dan berwajah cukup tampan. Pria itu menoleh ke arah kami bertiga. Wajahnya terlihat terkejut ketika melihatku di sini. Meskipun ekspresi terkejut itu berusaha dia sembunyikan, tetapi aku masih dapat menangkap ekspresi itu sepersekian detik sebelum kembali ke ekspresi sebelumnya. Aku melempar senyum ramah kepada pria itu, yang kemudian ia balas dengan sapaan ramah kepada semua orang di dalam ruangan ini. "Wah, saya baru tahu jika ada pegawai baru di kantor ini. Nyonya Ratu, bisakah Nyonya mengantarkan pegawai baru kita ke ruangan saya setelah ini?" Ucap pria itu. "Dan juga, saya minta anda membawakan dokumen kontrak kerjasama yang baru ditandatangani minggu lalu ke ruangan saya. Dwi, saya minta tolong kau siapkan dokumen itu untuk dibawa oleh Nyonya Ratu." Tambahnya sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan ini. "Waw, dia cukup tampan. Pakaiannya juga rapi. Siapa dia?" Tanyaku kepada Ratu dan Dwi. "Kau belum mengenalnya? Kau jahat sekali. Ah tenang saja, sebentar lagi kau akan mengenalnya." Ucap Ratu. Dwi menyerahkan dokumen yang diminta oleh pria itu kepada Ratu, kemudian Ratu mengajakku untuk masuk ke ruangan pria tersebut di lantai atas. Aku cukup terkejut dengan ruangan yang ia gunakan di lantai atas, ruangan itu terlihat sangat mewah, tetapi ada satu hal yang tidak asing dengan ruangan yang dipakai oleh pria itu. "Permisi, Tuan. Ini dokumen yang anda minta." Sapa Ratu kepada pria yang tengah duduk di kursi terhormat itu. "Terima kasih, Nyonya Ratu. Oh iya, apakah kau anak baru di sini? Siapa namamu?" Tanya pria itu. "Sa, saya Bianka, Tuan." Jawabku terbata. "Sudah, jangan gerogi. Kita semua di sini bekerja secara santai namun serius. Anggap saja kantor ini sebagai rumah kedua untukmu, Bianka. Nyonya Ratu, bisakah anda tinggalkan kami berdua? Saya ingin membicarakan sesuatu dengan Bianka." Ucap pria itu. "Ba, baik Tuan." Ucap Ratu singkat. Wajahnya terlihat terkejut dengan apa yang diminta oleh pria itu, tetapi Ratu terlihat seperti tidak dapat menolak permintaannya, mungkin karena dia atasan di sini sehingga Ratu tidak memiliki kuasa untuk menolak. Setelah menjawab pria itu, Ratu segera meninggalkanku di ruangan ini berdua bersama seorang pria yang, entahlah bagaimana caraku menjelaskannya. Pria itu terlihat sibuk membolak balikkan dokumen yang diberikan Ratu kepadanya. Sesekali ia melingkari sesuatu di atas kertas dengan pena yang ia keluarkan dari saku jas miliknya. Cukup lama pria itu membiarkanku terdiam berdiri di ruangannya tanpa mempersilakanku untuk duduk. "Ada urusan apa kau datang ke sini?" Ucap pria itu ketus. "Eh? Maaf, Tuan. Saya pekerja baru di sini, dan anda yang meminta saya untuk datang ke ruangan ini." Jawabku polos. "Jika aku memecatmu sekarang, apakah kau akan pergi?" Ucap pria itu kembali ketus kepadaku. "Apa ada alasan khusus sehingga anda ingin memecat saya, Tuan?" Tanyaku yang tidak mengerti apapun di sini. "Sudahlah, Rin. Kau tidak perlu berpura-pura di depanku." Ucap pria itu sambil menutup dokumen yang dia baca, kemudian menoleh ke arahku. "Ah, aku kira kau tidak akan mengenaliku, Tuan Okta. Maafkan aku, hahahaha." Jawabku dengan sedikit senyum tipis terukir di bibirku. "Aku bertanya sekali lagi, Rin. Untuk apa kau datang ke kantor ini?" "Aku bekerja di sini, Tuan Okta. Aku baru dipecat dari tempat kerjaku yang lama. Uangku tipis dan aku hampir tidak bisa makan. Aku harus bekerja untuk mendapatkan uang, bukan?" Jelasku. "Kau tidak memiliki uang? Lalu uang yang selama ini diberikan pamanmu ke mana?" Tanya Okta kepadaku. "Aku tidak pernah mengambilnya. Aku lebih suka mencari uang dengan hasil keringatku sendiri. Yah, uang pemberian paman Juli memang banyak, tetapi aku tidak mendapatkan kepuasan ketika mendapatkannya. Ada apa, Tuan Okta? Apakah kau merasa terancam dengam kehadiranku di sini?" Jawabku. "Hahhh, baiklah lakukan semuanya sesukamu, tapi jangan harap kau mendapat perlakuan istimewa karena kau adalah pewaris perusahaan ini, Rin. Dan juga, tidak ada urusan entah kau ada di sini atau tidak, karena kau bukan ancaman bagiku." Jawab Okta dengan tatapan yang sangat tajam kepadaku. "Tenang saja, Tuan Okta yang Terhormat. Aku tidak akan berbuat sesuatu yang berpotensi merugikan perusahaan maupun dirimu. Tapi aku lihat kau tidak senang dengan kehadiranku di kantor ini. Ada apa?" Tanyaku. Aku lipat tanganku ke depan untuk mengintimidasi Okta. "Tidak ada." Jawabnya singkat dengan memalingkan wajahnya. "Baiklah jika begitu. Aku akan pamit undur diri, karena aku harus training sebelum benar-benar terjun ke lapangan. Dan satu hal lagi. Di kantor ini, namaku adalah Bianka, bukan Rin. Aku harap kau menghargai kerahasiaan identitasku." Ucapku sebelum akhirnya aku meninggalkan ruangan milik Okta. Saat aku hampir mencapai pintu ruangan itu, aku kembali berbalik dan berkata kepada Okta, "Aku hampir melupakan satu hal. Ternyata ada orang yang berani menepati ruangan yang digunakan oleh mendiang ayahku. Aku sangat terkejut mengetahui hal itu." Kemudian aku kembali berbalik dan meninggalkan ruangan itu. Aku sengaja diam berdiri di luar pintu ruangan milik Okta, aku ingin sedikit mengintip apa yang terjadi di dalam. Aku mendengar dari luar ruangan, Okta membanting sesuatu dari atas mejanya dan mengumpat sejadi-jadinya ketika aku sudah tidak berada di ruangan tersebut. Aku tersenyum sinis di luar ruangannya. Aku tahu, jika Okta sangat menyadari tujuan kehadiranku di kantor ini. Aku tahu jika dia mengetahui tentang sepak terjang Bianka di Arena, serta hubunganku dengan Nugraha. Semua terlihat ketika melihatnya terkejut kala melihatku pertama kali di ruangan milik Dwi. Dear diary, sepertinya aku sudah menabuh genderang perang secara langsung terhadap Okta, dan Okta juga sudah menyadari bahwa aku ada di sini untuk menyelidiki semua hal tentangnya secara langsung. Aku tahu jika ke depan pasti jalanku tidak akan mudah. Tapi aku yakin akan bisa menebus semua kesalahanku kepada The Barista.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD