PERJODOHAN DADAKAN

1071 Words
Matahari telah sepenggalah naik di atas kepala, Owen baru membiarkan gadis itu keluar dan bahkan mengantarnya pulang. Hasrat untuk memiliki Meisin kian besar seiring penolakan yang terus Meisin lakukan terhadapnya. “Terimakasih, kamu nggak perlu mampir,” ucap Meisin setibanya di depan gang menuju kontrakannya. Semakin dilarang, semakin ingin dia menaklukkannya. Owen ikut turun, memarkirkan sembarang mobilnya di tepi jalan. “Aku bilang, kau tak perlu mampir!” ucap Meisin dengan nada juteknya. Sejak tadi, dia dibuat kesal oleh lelaki di hadapannya itu. Berdebat tak jelas sampai Meisin benar-benar tidak bisa datang ke lokasi pemotretan. “Apa yang kamu larang, itulah yang akan aku lakukan.” Dengan tidak memedulikan ucapan Owen, Meisin berjalan memasuki gang kecil seperti biasa. Dia anggap bahwa lelaki itu tidak ada jadi dia tak perlu bicara sepatah katapun. Bahkan sampai di rumahnya pun, Meisin hanya terus masuk tanpa mempersilahkan Owen masuk. Namun, dasar Owen yang tidak peduli sekitar, dia ikut masuk dan duduk di kursi kayu panjang satu-satunya yang terlihat dari pintu. Sementara Meisin tak ambil pusing, dia masuk ke kamarnya tanpa bicara dan tanpa menoleh pada Owen. Senyum kemenangan terlukis di bibir Owen, inilah yang ingin dia ketahui. Kediaman gadis yang telah masuk daftar utama incaran yang harus dimilikinya. Rupanya, gadis itu adalah gadis miskin. Hal ini semakin menaikkan level ketertarikannya pada Meisin. Karena gadis itu, meskipun dari keluarga miskin, dia sama sekali tidak tertarik meladeni dirinya walau sudah diiming-imingi uang banyak sekalipun. Benar-benar limited edition. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang hanya terdapat dua kamar yang bisa terlihat dari tempat duduk Owen saat ini. Terlihat juga di dekat kamar Meisin, adalah pojok ruangan yang disulap menjadi dapur yang hanya muat satu orang berdiri di sana. Ini sih rumah tak layak huni, pikirnya. Dia yang terbiasa dengan AC dan segala kemewahan, mulai merasa kepanasan dan tidak betah duduk berlama di sana. Ia bangkit namun tiba-tiba sepasang suami istri mendekatinya. “Temannya Meisin, Ya?” tanya Bu Rena yang tak lain adalah ibunya Meisin. “Iya, Bu. Perkenalkan! Aku Owen,” ucapnya mengulurkan tangannya dengan posisi berdiri tegak. Bu Rena mengangkat kepalanya sedikit untuk menjangkau wajah Owen yang lebih tinggi darinya, kemudian dia meraih menjabat tangan Owen dengan senyum penuh misteri. Disenggolnya lengan suaminya yang hanya mematung menilai penampilan Owen dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Kekompakan keduanya selalu terealisir sempurna saat berurusan dengan kalimat kaya. Melihat penampilan Owen, keduanya sudah bisa menebak bahwa Owen bukan orang sembarangan. “Duduklah dulu! Biar ibu bikinkan minum,” ucap Bu Rena. Owen yang tadinya hendak pulang karena merasa kepanasan, akhirnya duduk kembali dengan ditemani Pak Leo. “Ngomong-ngomong ini kali pertama Meisin membawa laki-laki ke rumah. Mungkin anda special,” ujarnya terlihat sekali kebodohannya saat mengucapkannya. Owen tidak menjawabnya, menurutnya laki-laki yang bersamanya sekarang adalah alat untuk dia mendapatkan Meisin. Lelaki mata duitan yang tampak jelas sekali saat dia menatap dirinya dari ujung rambut sampai ujung kakinya. “Masih di sini aja,” ujar Meisin yang hendak ke dapur mengambil minum. “Mei, yang sopan dong sama tamu,” tegur Pak Leo namun tidak ditanggapi oleh putrinya. “Namanya siapa, Pak?” Owen membuka suara demi mengetahui nama gadis incarannya. “Loh, Nak ...,” ujar Pak Leo menggantung. Owen yang mengerti segera menjawab, “Owen.” “Ah, Nak Owen belum tau nama Meisin, tapi sudah berbaik hati mengantarkan dia pulang. Bahkan menunggui dia di sini,” ucap Pak Leo tak habis pikir dengan tingkah tamunya. “Jadi namanya Meisin,” Owen tak menanggapi. Dia asyik berkelana dengan imajinasi liarnya. Walau bagaimanapun, dia harus mendapatkan gadis itu. “Bapak mau tidak, bila Meisin menjadi istriku?” pertanyaan konyol secara tiba-tiba terlontar dari mulut Owen. Pak Leo yang memang menginginkan menantu kaya, serta merta mengangguk penuh semangat. “Tentu, bapak sangat merestui kalian,” jawabnya dengan tersenyum girang. “Merestui apa, Pak?” tiba-tiba Meisin berdiri diantara dua lelaki itu. “Nak Owen ingin menjadikan kamu istrinya,” ungkap Pak Leo. Mendengarnya, tangan Meisin yang tengah memegang gelas minuman mendadak lunglai, hingga nampan yang dipegangnya jatuh ke lantai. Prang ...! Suara gelas yang membentur lantai terdengar begitu nyaring di ruang sempit itu. Bu Rena yang mendengarnya, segera berlari menghampiri Meisin. “Ada apa, Mei?” tanya-nya saat dilihatnya minuman yang tadi dibuatnya berserak di lantai. Meisin tak menjawab, dia masih diam mematung seperti kehilangan separuh kesadarannya. “Ada apa, Pak?” ulang Bu Rena pada suaminya, karena tidak mendapat jawaban dari Meisin. “Ini Nak Owen ingin menjadikan Meisin istrinya, tapi tiba-tiba saja dia menjatuhkan nampan minuman itu,” jawab Pak Leo menjelaskan kronologi kenapa minuman itu tumpah dan mengotori lantai rumahnya yang memang nampak kotor karena keramik yang retak di sana sini. “Loh, bagus dong, Mei. Jadi kita nggak perlu susah-susah buat bayar utang lagi,” bisiknya ke telinga anaknya. Mendengar itu, separuh kesadaran yang tadi melayang, seketika kembali. Saat itu pula dia menarik tangan Owen keluar dari rumahnya. “Ikut aku, ada yang harus ku bicarakan denganmu.” Owen tersenyum penuh kemenangan, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, begitu pikirnya. Niat awalnya adalah mengetahui tempat tinggal gadis itu. Dan ternyata saat dia mengetahui kediamannya, dia juga mengetahui namanya dan mendapat lampu hijau untuk segera memiliki gadis yang membuatnya merasa tertantang untuk menaklukkan dan mendapatkannya. Benar-benar hal yang sangat mudah, pikirnya. Padahal, tadi saat di kantor dan di perjalanan, walau dirayu dan bahkan diancam bagaimanapun, gadis itu tidak memberitahukan namanya. “Dengar! Aku tidak akan pernah menjadi istri kamu, camkan itu!” ucap Meisin menunjuk muka Owen setibanya di halaman yang lebih luas daripada bangunan di belakang mereka. “Dan aku tidak akan menyerah untuk menjadikan kamu istri aku,” jawab Owen dengan setengah berbisik di telinga Meisin. Bocah tengik! “Oke! Aku tantang kamu untuk bisa mengambil hatiku selama seminggu. Jika kamu berhasil, aku akan menikah hari itu juga. Tapi jika kamu gagal, jangan harap untuk bisa dekat walau sejengkalpun dengan aku,” ucap Meisin dengan senyum menantang. “Siapa takut?!” Seminggu adalah waktu yang lama bagi seorang Owen Wilson yang sudah terbiasa menaklukkan seribu wanita dalam satu malam di club malam. Meisin adalah target utama saat ini untuk dia nikmati keperawanan dan inci tubuhnya yang menggoda setiap lekukannya. Tak ada yang bisa memperlakukan dirinya seperti sekarang Meisin memperlakukannya. Dia harus memenangkan tantangan yang Meisin ajukan bagaimanapun caranya. Dan tak ada yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Owen Wilson dengan uangnya yang berlimpah. Dalam seminggu, Meisin, gadis itu pasti akan bisa dia taklukkan hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD