Selamat Membaca
"Selamat pagi mas." Sapa Fira di meja makan.
Leo yang baru datang langsung terpana melihat penampilan isterinya yang tampak segar dan cantik.
Biasanya, pagi begini Fira hanya memakai daster lusuh dan belum mandi.
Tapi, kali ini dia sudah cantik sekali.
*
(Leo Pov)
"Kamu udah cantik begini mau kemana? Sapaku dengan menatapnya nya kagum.
"Benarkah aku cantik? Aku gak akan kemana-mana kok, hanya ingin menyenangkan hati suami saja, agar betah menatap ku dan betah di rumah."
Jawaban Fira membuat hati ku senang. Dia ingin aku senang dan betah di rumah!
Aku tersenyum senang. " Terimakasih sayang."Ucap ku lembut.
Dia tersenyum, entah kenapa senyumannya itu terlihat begitu manis.
Aku jadi makin merasa bersalah, selama ini aku sudah berbuat serong di belakangnya.
Kuakui Salma sebenarnya tak secantik Fira, hanya saja dia adalah orang yang sangat aku cintai di masa lalu. Dia mantan terindah ku.
"Kok ngelamun? Ayo makan dulu sarapan nya mas." Fira menegurku dengan senyuman nya yang mengembang.
"Hem, temani aku ya. Udah lama kita gak sarapan bareng." Ucap ku.
"Iya mas. Itu, karena kamu selalu melewatkan sarapan dan memilih sarapan di kantor."
Jleb
Ucapan Fira seperti sebilah pisau yang menusuku pas di jantung.
Aku jadi merasa bersalah, aku memang selama beberapa minggu ini lebih memilih sarapan di kantin kantor, sarapan bareng Salma tentunya.
"Maap kan mas ya." Ucap ku menyesal.
"Santai aja mas. Aku tau kamu pasti sangat sibuk kan?" Jawaban nya justru membuatku ku makin menyesal dan merasa bersalah.
Setelah berdo'a sebelum makan, kami pun mulai sarapan dalam diam.
Baik aku maupun Fira sama sekali tak ada yang bicara. Kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
Ting
Terdengar notifikasi di ponsel ku saat aku sedang makan. Dari suara notifikasi aku tau itu pesan dari Salma.
Aku biarkan dulu, biar nanti usai makan aku periksa. Pikir ku.
Ting
Notifikasi pesan kedua terdengar.
Ting
Notifikasi pesan ketiga pun terdengar.
Dan beberapa notifikasi pesan mulai membuat ku jengkel.
"Apaan sih terus-terusan ngirim pesan!" gerutu ku dalam hati dengan jengkelnya pada Salma.
Aku takut Fira curiga, apalagi sampai tau. Meski aku selingkuh dari isteriku, tapi aku sebenarnya lebih mencintai Fira daripada Salma.
"Mas periksalah dulu pesan nya, siapa tau penting." Akhirnya Fira bersuara, sepertinya dia merasa terganggu dengan suara pesan masuk yang berentetan itu.
"Hem, nanti saja habis makan." Jawab ku, dengan cepat ku rogoh ponsel dari saku celana ku dan membuatnya dalam mode silent.
Beres, pikir ku.
Aku dan Fira tak akan terganggu lagi oleh suara pesan dari Salma.
Fira hanya mengangguk pelan, kulihat sekilas raut wajahnya sedikit berubah.
Sepertinya, dia sedang memikirkan sesuatu. Semoga saja dia tidak curiga pada ku.
Sarapan pun selesai, aku pamit untuk ke kantor. Tak lupa ku hampiri Tiara di dalam kamar nya, dia masih tertidur.
Tidak biasanya anak itu masih pulas jam segini, mungkin dia kelelahan di arena permainan semalam, pikir ku.
Ku kecup kening Puteri semata wayang ku itu, lalu berangkat menggunakan sepeda motor ku.
Tidak lupa, tadi Fira mencium punggung tangan ku dan mendoakan agar aku selamat di jalan dan sukses dalam pekerjaan ku, tentu saja aku amini do'a baik nya itu.
Ah, rasa nya hati ku begitu adem dan bahagia mendengar doa dari isteri ku ini.
Aku menjalankan motorku dengan kecepatan sedang.
Setelah agak jauh dari rumah, aku menepi di pinggir jalan sebentar.
Penasaran ingin membaca pesan dari Salma.
Pesan kubuka,
Pesan pertama : " Kenapa belum datang? Aku sudah di kantin."
Pesan ke dua : "Baca dong!" dengan emot marah.
Pesan ke tiga : "Keterlaluan kamu mas! Jangan kan dibalas, di baca pun tidak!" sepertinya dia semakin kesal, terlihat dari beberapa emot kesal dan malas yang berjejer.
Pesan ke empat : "Mas Leo!!!"
Pesan ke Lima : "Aku benci kamu!"
Aku merasa sangat kesal membaca isi pesan dari Salma sebenarnya. Tapi, aku juga merasa bersalah sudah mengabaikannya.
Aku pun menghubungi Salma.
Dering pertama tidak dia jawab.
Dering kedua barulah dia jawab.
"Iya ada apa? Masih ingat mas, kamu sama aku!" jawaban Salma penuh emosi.
"Sayang, kenapa marah? Aku tadi lagi sama isteriku, aku gak mau kita ketahuan. Jadi aku sengaja gak baca pesan kamu. Maaf ya."
Jurus andalanku adalah berkata dengan lembut dan penuh sayang.
"Hem, baiklah. Tapi, aku masih marah sama kamu!" suaranya masih terdengar ketus.
"Jangan marah lagi dong, buktinya aku sengaja menepi di pinggir jalan supaya bisa baca pesan dan telepon kamu." Aku masih berkata dengan nada lembut dan merayu Salma.
"Iya aku maafin, sesampainya di kantor cepat temui aku ya di tempat biasa."
Dari nada bicaranya, aku tau dia sudah luluh. Memang semudah itulah meluluhkan hati Salma.
Aku tau benar wataknya, kami sudah pacaran bertahun-tahun di masa dulu, sebelum aku kenal dengan Fira.
"Baik, baik. Aku akan segera temui kamu sesampainya di kantor. Tunggu aku ya," ucapku.
Tut
Tut
Aku segera menutup panggilan telepon, setelah selesai bicara.
Kulajukan kembali motorku, Kali ini aku menambah sedikit kecepatannya.
Kantor
Aku segera menuju kantin kantorku, setelah sebelumnya memarkirkan motor.
Disebuah kursi di pojokan di dalam kantin, tampak Salma sedang duduk dengan wajah cemberut.
"Selamat pagi sayang," sapaku sangat pelan, takut ada yang dengar.
Aku segera duduk di depan Salma.
"Pagi juga," jawabnya ketus.
"Katanya udah maafin, kok masih aja ketus sih. Cantiknya nanti ilang tuh," godaku, yang sempurna membuat pipinya merona.
"Aah, gombal." Salma tertawa tanpa suara, aku tau dia suka gombalanku.
"Tapi beneran loh, pagi ini kamu cantik banget. Aku jadi pengen kecup deh," gombalku lagi.
"Boleh, yuk kebelakang," ucapnya tanpa suara.
Kami memang sering melakukan itu selama ini. Di halaman belakang perusahaan, ada sebuah tempat yang biasa kami pakai mojok jika kebelet saat ada di area perusahaan, selama ini.
Tapi kali ini tak seperti biasanya, bayangan hubungan intim antara aku dan Fira semalam terbayang begitu saja.
Aku pun merasa bersalah, dan menyesal atas kelakuanku selama ini.
Membuatku, tak mau menerima ajakan Salma kali ini.
"Gak ah, sebentar lagi jam kerja di mulai." Aku membuat alasan yang logis.
Sepertinya, Salma terkejut mendengar jawaban penolakanku.
Hal itu terlihat jelas dari raut wajahnya, yang berubah.
"Kamu kenapa sih, tumben menolak ajakanku!"
Suara Salma terdengar kesal.
"Eh, eng enggak apa-apa. Emang seperti itu kan," jawabku gelagapan.
"Semalam kamu pasti habis bercinta dengan isteri bulukmu itu kan!"
Perkataan Salma membuatku kesal! Dia telah menghina isteriku! Fira tidak buluk! Justru dia lebih cantik darimu Salma!
Rasanya aku ingin berteriak pada Salma, tapi demi menjaga perasaannya dan tidak ada keributan di tempat ini, aku memilih diam saja.
"Katakan!" Salma mulai menaikkan nada bicaranya. Dia membentakku!
"Iya, semalam dia memberikan servis yang sangat membuatku puas!" jawabku akhirnya, saking kesalnya akan bentakan Salma barusan padaku.
Mata Salma mulai berembun, dia pasti marah mendengar perkataanku.
"Kenapa kamu lakukan itu?" suaranya pelan dan parau menahan tangis.
"Dia isteriku, wajar kan kami melakukannya. Kenapa kamu marah?"
Aku jadi kesal juga mendengar perkataannya itu. Namun, aku masih bicara lembut.
Aku tak mau dia berteriak, dan akhirnya hubungan kami terkuak. Kami berdua bisa malu!
Seharusnya, dia sadar diri. Fira itu isteriku, dan dia cuma pacar gelapku! Dia gak ada hak marah hanya karena aku bercinta dengan isteriku sendiri. Bukankah begitu?
"Tapi, aku cemburu! Seharusnya, kamu tahan diri sampai ketemu sama aku! Kamu bisa melakukan itu sama aku sepulang dari kantor!"
Ucapannya membuatku melongo kaget, Dan sepertinya dia ingin sepenuhnya memiliki aku.
"Kamu sadar ucapanmu Sal?" tanyaku tak percaya.
"Sadar! Aku berubah pikiran! Aku sekarang sudah tak mau lagi jadi yang kedua, aku mau kamu sepenuhnya!" tegas Salma, membuat kepalaku pusing saja.
"Aku cinta kamu, tapi juga masih cinta Fira!" tegasku.
"Terserah!" Salma berdiri, lalu meninggalkanku sendiri.
Sepuluh menit berlalu, aku masih duduk termenung memikirkan masalah ini.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumamku pelan.
Aku mulai pusing dengan masalah ini! Aku sudah main api, dan ini Konsekwensinya.
Sepertinya, Salma akan membuat hidupku sulit.
Kulirik jam tanganku, sudah saatnya bekerja.
Aku segera meninggalkan kantin, dan langsung masuk ke ruanganku.
Divisi keuangan.
Aku adalah salah satu staf keuangan di kantor ini. Begitu pula dengan Salma, hingga kami kerap bertemu.
Waktu menunjukan jam 11.00 siang.
Aku melihat ke meja Salma.
Dia terlihat sedang fokus bekerja, tangan nya lincah menekan keyboard laptop nya.
Aku pun segera fokus kembali dengan pekerjaan ku.
Jam istirahat pun tiba.
Kali ini aku tidak makan siang bareng Salma. Dia masih marah dan sepertinya menghindariku.
Terserahlah, pikirku.
Aku pun makan siang bareng teman divisiku yang lain.
"Kenapa gak makan bareng Salma? Tumben?" tanya Edi, salah satu temanku.
"Lagi marahan kali," celetuk Aris temanku yang lainnya.
"Ck, kepo," jawabku santai.
"Le, jangan main api. Lebih baik kamu udahan aja sama dia, kasihan anak isteri kamu di rumah." Aris menasehatiku.
Aris dan Edi memang sudah tau tentang kelakuanku.
Mereka adalah sahabat terdekatku. Bukan karena aku curhat tentang hubunganku dengan Salma.
Hanya saja mereka pernah memergoki aku saat sedang grepe-grepe Salma di halaman belang, waktu jam istirahat dua minggu yang lalu.
Beruntung mereka sahabat baik ku, jadi mereka berjanji tutup mulut.
Namun, mereka kerap menasehatiku.
"Huuh. Terimakasih atas nasihat baik nya. Tapi, gak semudah itu aku ninggalin Salma. Aku harus pikirkan cara, agar dia tidak terlalu sakit hati," jawabku.
"Itu artinya kamu udah ada niat ninggalin dia?" Edi bertanya dengan antusias.
"Begitulah, aku menyesal telah mengkhianati isteriku," jawabku pada Edi.
"Aku dukung seratus persen atas keputusan mu itu." Edi menepuk bahuku.
"Semoga kamu memang beneran sadar!" Aris sepertinya belum yakin pada ku.
Tanpa sadar, Salma sudah berdiri di dekat meja mereka bertiga.
Salma bisa mendengar apa yang di bicarakan mereka.
Hati Salma rasanya hancur berkeping-keping, mendengar Leo akan meninggalkannya.
"Tidak, tidak bisa begitu! Enak saja kamu Leo! Habis manis sepah di buang!" jerit Salma dalam hatinya.
Aris yang duluan melihat Salma pun terkejut. Dia memberi kode kepada Leo dengan lirikan ekor matanya.
Leo mengikuti arah mata Aris.
Dia pun terkejut melihat Salma yang sudah berdiri di dekat mereka dengan tatapan tajam berembun, penuh rasa sakit hati.
"Salma!" Leo tak sadar setengah berteriak.
"Tega kamu mas!" Salma berkata lirih, suaranya terdengar tercekat. Dia menahan tangisannya.
Leo pun berdiri hendak menghampiri Salma.
Tapi, terdengar suara bel masuk. Tanda jam kerja sudah di mulai kembali.
Aris menarik tangan Leo. "Ayo, udah jam kerja! Nanti lagi urusin urusan cintanya!"
Leo pun pergi bersama Aris dan Edi.
Salma yang sakit hati, memilih segera berlari ke toilet yang tidak jauh dari kantin.
Dia terisak di sana.