12- Kemarahan Fira

1733 Words
"Mas jangan tinggalin aku! Aku sayang banget sama kamu...." Salma memeluk erat Leo dari belakang, sambil terisak. Leo melepaskan genggaman tangannya kepada Fira. Lalu berbalik ke arah Salma dan mengurai pelukannya. Sementara itu, Fira dengan perasaan kesal dan rasa sakit dihatinya pergi meninggalkan Leo. Leo berfikir Fira akan menunggu nya di dekat motor. "Salma sudah aku bilang kita akhiri semua nya! Kamu carilah kebahagiaan mu sendiri, dan aku akan berusaha memperbaiki hubungan rumah tanggaku!" Leo berkata dengan tegas, lalu meninggalkan Salma yang terisak. "Aku pastikan kamu gak akan pernah ninggalin aku mas!" teriak Salma tak tau malu nya. Leo menuju motornya, dia tak melihat Fira di sana. Dia celingukan mencari keberadaan Fira, namun tak menemukannya. Mencoba menelpon Fira, namun tak di angkat panggilan nya. "Kemana kamu Fira?"gumam Leo gelisah. Leo akhirnya menjalankan motor nya dan pulang tanpa Fira. Sementara itu, Fira sedang berada di di atas ojek online. Tadi saat Leo bicara sama Salma, dia segera memesan jasa ojol. Secara kebetulan, ojol nya dekat. Hingga langsung bisa sampai pada Fira. Fira pun segera naik ojol untuk pulang. Dia merasa sakit hati melihat Salma yang memeluk suaminya, terlebih suaminya lebih memilih melepaskan tangannya dan bicara dengan pelakor itu. (POV Fira) Aku berderai air mata di sepanjang naik ojol. Rasanya sakit melihat suami sendiri di peluk wanita lain, apalagi dia lebih memilih bicara dengan wanita itu dan mengabaikan diriku sendiri yang sebagai isterinya. Setelah perjalanan cukup jauh, aku sampai di depan rumahku. Setelah ojol ku bayar, aku segera turun. "Fira!" Aku menoleh ke arah sumber suara yang memanggilku. "Arman! Lagi apa kamu di sini?" tanyaku heran. Aku gak sadar, kalau bekas air mata di pipiku belum aku seka. "Kamu kenapa? Kamu habis nangis? Apa gara-gara suami mu?" cecar Arman heran. Terlihat raut tidak suka dari wajahnya. "Hehe, apaan sih. Aku gak apa-apa kok." Jawab ku pura-pura baik-baik saja. Kuangkat tanganku hendak menyeka pipiku yang masih basah karena air mata. Tapi, tak kusangka gerakan tangan Arman lebih cepat dari gerakan tangan ku. Dia menyeka pipiku yang basah bekas deraian air mata, dengan jemari tangannya. "Jangan begini Ar!" suaraku sedikit membentak. " Ck, emangnya apa yang aku lakukan?" Arman berdecih, mungkin kesal mendengar nada bicara ku yang sedikit membentak. "Kamu menyeka air mataku, jika ada yang lihat apa pikiran mereka coba!" Aku menjawab dengan tidak suka. "Iya, ya, ya, ya. Aku paham maksudmu tuan putri! Hehehe," canda Arman sambil terkekeh. "Ck, ck. Aku lagi malas bercanda," ujarku kesal. Hatiku sedang sedih, suntuk dan marah. Sedangkan Arman malah mengajaku bercanda, bagaimana tidak kesal coba. "Haha, kamu ini terlalu serius. Katakan apa kamu sudah melabrak pelakor itu?" Arman bertanya dengan penasaran. Aku terkejut dengan dugaannya. "Kok bisa pas banget ya dugaan Arman!" dalam hatiku. "Hei! Kamu gak bisa bohong dariku, aku ini sahabat baik mu! Apa kamu lupa aku yang memberimu banyak saran. Cih, dasar kamu ini!" Arman terlihat kesal pada ku. "I iya aku tau itu. Dugaan mu memang benar, aku udah labrak dia bareng sama Mas Leo." Jawabku sedikit terbata. "Sama Leo? Bagaimana ceritanya?" Arman terlihat sangat penasaran, dia bertanya dengan antusiasnya. Dasar kepo! "Aku minta dia pilih aku atau dia, dan Mas Leo pilih aku," jawab ku sedikit senang, tapi hanya sebentar. Saat ingat kejadian tadi, hatiku kembali mencelos antara sedih dan marah jadi satu. "Selamat ya, kamu menang dari pelakor itu." Arman tertawa kecil, raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan. "...." Aku hanya diam tak merespon, hatiku masih terasa sakit. "Lalu bagaimana kelanjutannya, kok kamu sedih gitu?" Arman kembali bertanya. "Aaah dasar kepo!" Kupukul lengannya cukup keras, Replex. Hehehe. "Aww, sakit tau!" Arman meringis sambil mengusap lengan nya yang tadi aku geplak. "Heheh, maaf, maaf. Di sengaja sih." Candaku sambil tertawa kecil. Saat bersama Arman, sejenak rasa sedihku terasa memudar. Dia memang sahabat terbaik ku. "Lanjutkan dong ceritanya?" Arman kembali bertanya dengan nada ketus. Mungkin, dia masih kesal padaku. "Jadi gini, aku minta mas Leo untuk memutuskan wanita itu. Dan dia setuju, kami mendatangi rumah wanita itu." Aku mengesah kesal, jika ingat kejadian tadi pagi. "...." Arman diam sambil menatap ku, dia fokus mendengarkan ceritaku. "Kamu bertengkar cukup hebat, bahkan aku menjambak rambutnya dan menindih tubuhnya!" Aku berkata dengan berapi-api, dan mengepalkan tanganku kuat. "Apa? Wah wah dasar bar-bar kamu!" Plakkk Kali ini Arman yang menggeplak lenganku, untung saja dia menggeplaku tidak pakai tenaga banya. "Awww, kamu ini galak banget sih! Apa kamu belain pelakor itu!" Aku pura-pura marah kepada Arman. "Aaaah lebay kamu." Arman berkata sambil tersenyum miring. "Huuuh." Aku mendengus kesal pada Arman, aku merasa dia membela wanita itu. "Aku mau masuk!" Ujar ku marah, sambil membuka pagar rumah ku hendak masuk. Greppp Namun, mas Arman dengan cepat mencengkram tangan ku pelan. "Jangan marah dong." Arman tersenyum padaku. Demi apapun wajahnya terlihat sangat tampan dan senyuman nya itu manis. Husss pikiran ku mulai kacau sepertinya! "Lepasin Ar!" Aku mengguncang tanganku yang di cengkeram Arman. "Iya aku lepasin, maap ya." Arman melepaskan tanganku segera, wajahnya terlihat sedikit memerah. Entah kenapa, aku gak tau. "Lanjutkan dulu cerita yang tadi." Arman mulai lagi keponya. "Ya gitu, akhirnya mas Leo memutuskan wanita itu. Namun, wanita itugak mau dan malah mengejar mas Leo saat kami akan pulang." Ujarku dengan sedikit pelan, hatiku bagai teriris mengingat perbuatan mas Leo tadi. "Lalu?" Arman menatap ku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. "Mas Leo memilih melepaskan tangan ku yang sedang dia genggam dan memilih bicara dengan dia." Dadaku terasa sesak kembali mengingat hal itu. "Aku pulang saja langsung naik ojol, aku sakit hati." Aku semakin susah menahan diri untuk tidak menangis. "Sabar ya. Semoga saja suami mu benar-benar meninggalkan dia dan tidak berulah lagi." Arman menggenggam tangan ku erat. Bremmm Bremmm Aku dan Arman menoleh ke sumber suara deru mesin motor. Kulihat itu motor Mas Leo. Mas Leo segera turun dari motornya. "Fira! Aku mencarimu dan kamu malah asik ngobrol berduaan sama bujang lapuk ini! Apa jangan-jangan kalian selingkuh!" Perkataan mas Leo benar - benar menghujam jantungku. Sakit, sakit sekali rasanya! "Mas! Jangan asal tuduh, kamu yang berulah dan kamu yang menyalahkan aku!" Aku marah dan geram, ku kepalkan tangan ku dan ku tatap tajam mata suamiku yang b******k itu! Kalau tidak takut dosa, ingin rasanya aku menampar wajah tampannya itu. Dengan menahan amarah, aku melangkahkan kaki ku hendak masuk ke dalam rumah. Sempat ku dengar suara mas Arman yang marah atas tuduhan suamiku padanya. "Jangan asal tuduh kamu Leo! Aku memang bujang tua, tapi kamu perlu tau aku sudah punya calon istri!" Aku sempat menoleh dari teras rumah kearah mereka berdua. Arman pergi meninggalkan Mas Leo. Dan Mas Leo memasang muka kecutnya pada Arman. Di dalam Rumah "Fira sayang!" Kudengar Mas Leo memanggil namaku. Namun, aku enggan menyahutnya. Aku memilih diam di dalam kamar saja. "Fira, Fira!" Tok tok tok Terdengar mas Leo mengetuk pintu kamar dengan cukup keras. "Fira, maafkan mas ya. Mari kita bicarakan hal ini baik-baik," suara mas Leo sedikit lirih dengan nada penuh harap. Setelah menimbang-nimbang berbagai hal, akhirnya aku memutuskan untuk membuka pintu kamar lima belas menit kemudian. Ku Hela nafasku dalam dan kuhembuskan dengan kasar. Kuseka kedua pipiku dengan kedua telapak tanganku. Mungkin aku akan terlihat sangat lemah dimata orang lain, karena dengan mudahnya hatiku melunak. Tidak, hatiku tidak melunak. Aku hanya ingin mendengarkan penjelasan yang ingin dia sampaikan padaku. Aku ingin mendengarkan pembelaannya! Itu saja. Soal keputusan yang akan ku ambil selanjutnya, biar aku pikirkan nanti saja. Ceklek Kuputar kunci dan kubuka pintu kamar. "Sayang!" Mas Leo yang masih berdiri di depan pintu itu dengan cepat menghambur memeluk tubuhku. Erat, ya pelukannya sangat erat. Aku tak membalas pelukannya. Sekuat tenaga kutahan rasa ini. Aku terlalu marah dan kecewa pada pria yang berstatus suamiku ini. Dia menuntunku ke kursi, kami duduk di kursi panjang bersisian dan saling berhadapan. (POV Leo) Kutangkup kedua pipi isteriku dengan kedua telapak tanganku. Dia menatapku kecewa. Aku menatapnya penuh sesal. Menyesal telah selingkuh darinya, menyesal selama ini lebih mementingkan Salma dan Elin anak nya, di banding dia dan anak ku. "Maap kan mas," ucapku lembut. "...." Dia diam tak merespon, hanya tatapan mata jengah yang bisa aku lihat. Hati ku sakit rasanya, dia tak pernah mendiam kan aku begini. Biasanya saat marah, dia palingan ngomel - ngomel. Jika sudah diam, artinya marahnya sudah sangat, sangat marah. "Mas tadi melepaskan tangan mu dan bicara padanya, hanya untuk mengatakan padanya, bahwa hubungan ini sudah berakhir." Aku berkata dari hati ku. "Mas ingin memulai semua nya dari awal." Lanjut ku, ku genggam tangan Fira dan ku cium punggung lengannya berkali-kali. "Mas sangat mencintai kamu sayang, juga anak kita Tiara." Aku membawanya kepelukanku. Ku peluk dia erat dan kubcium puncak kepalanya. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya, mungkin dia masih mempertimbangkan nya. Aku sejujurnya sangat takut kalau dia mengambil jalan pintas, takut dia minta cerai. Jujur aku sangat cinta Fira. Kami udah lama pacaran dan menikah udah hampir lima tahun. Karena iman ku yang cetek ini, aku harus mengalami keretakan rumah tangga. Fira mengurai pelukan ku, menatap ku masih dengan kecewa dan marah. "Aku akan melihat sejauh mana Mas membuktikan, penyesalanmu itu," akhirnya dia bersuara juga. Dia menatapku dengan tajam, tak ada senyuman yang menghiasi bibirnya. Aku tau, dia memang berhati lembut di balik sifat nya yang ceria dan terkadang jutek itu. "Terimakasih sayang." Cup Cup Ku kecup seluruh wajahnya penuh rasa terima kasih dan bahagia atas maaf nya. "Jangan senang dulu! Perbuatanmu ini tak akan pernah aku lupakan sama sekali! Seumur hidupku!" Suaranya pelan namun begitu tajam dan penuh penekanan, membuatku terkejut. "Kamu kok dendaman gitu, sih." Aku tertawa tanpa suara, untuk menghilangkan resah dan menutupi kecewa ku, dengan sedikit candaan. Berharap dia merespon candaan ku, tapi nol besar. Dia tetap memasang wajah dingin nya. Kesalahan besar ku! Aku tak akan mengulanginya lagi. "Kita jemput Tiara mas, aku siap-siap dulu." Ucap nya, yang aku balas anggukkan. Dia berjalan masuk ke dalam kamar, mungkin mau dandan dulu. Biasa perempuan kan, suka dandan sebelum kemana-mana. Tapi itu tak biasanya, karena biasanya dia cuek aja. Akhir-akhir ini dia selalu tampil lebih fresh dan cantik. Jujur aku suka, tapi juga takut. Takut ada yang kecantol sama isteri ku, Arman misalnya. Arman, laki-laki itu harus aku pertimbangkan. Sepertinya, dia suka istri ku. Sudah sejak lama aku memperhatikannya. Dia naksir isteri ku Fira! Aku jadi kesal mengingat kedekatan Arman dan Fira. Dert Dert Kudengar nada getar ponselku. Aku memang sudah mengubah nya kedalam mode getar, sesaat sebelum pulang dari rumah Salma tadi. Kulihat telpon dari Salma. Aku bimbang antara menerima atau menolak panggilan itu. Akhirnya aku putuskan untuk....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD