***
"Oh... Ngapain kamu!"
Baru bangun Adriana kaget setengah mati. Lihat saja bagaimana adegan dirinya saling memeluk. Sontak wanita itu mendorong tubuh Raihan menjauh, sampai Raihan terjatuh di lantai. Bisa-bisanya Raihan melanggar petak yang membatasi mereka berdua.
"Aww," pekik Raihan.
Mata masih mengantuk, dan Adriana memaksa dirinya bangun. Raihan membuka matanya perlahan-lahan.
"Ape benda ni? Awak ni tendang saya keras sangat lah. Awak kira, saya ni bola ke?"
Punggung sakit, tangan juga sama. Sepertinya Adriana menggunakan kekuatan ekstra dalam mendorongnya tadi. Raihan mengintip jam di atas nakas. Baru jam setengah empat pagi. Dia masih bisa tidur satu jam sebelum menunggu adzan subuh di mesjid.
"Ngapain kamu peluk aku? Kamu mau lecehkan aku ya? Dasar m***m. Bener ya kata Alessandra, lelaki Malaysia itu hasratnya gede. Bisa-bisanya kamu cari-cari kesempatan dalam kesempitan."
Adriana menatap garang suaminya. Dia menata kembali petak dibatas kasur mereka. Guling ditaruh di tengah-tengah kasur mereka. Tak lupa, ia mengambil raket listrik yang siap digunakan untuk menyerang suaminya jika lelaki itu berniat macam-macam. Raihan sampai menaikkan alis melihat tingkah istrinya. Padahal sebelumnya Adriana yang tidak sengaja memeluknya.
"Awak kira saya ni nyamuk ke? Tak baik pakai benda tu ke manusia." Raihan meregangkan ototnya.
Kalau sudah terbangun paksa begini, ia menjadi tidak bersemangat tidur lagi. Jika pun ia berbaring lagi, pasti akan ketiduran, dan melewatkan sholat subuh. Raihan paling tidak senang kalau terlambat sholat subuh.
"Saya ni tak sentuh awak. Justru awak yang seronok peluk saya. Saya hanya cuba tak ganggukan tidur awak. Ah, sudahlah. Bila pun saya jelaskan, awak pasti tak nak percaya."
"Memang! Aku tak akan percaya karena kamu tukang bohong. Kamu pasti hanya cari kesempatan 'kan?"
Raihan menggeleng. "Jom, tidur lagi. I tak nak baring lagi. Awak dah ganggu tidur saya." Raihan mengeluh. Dia keluar dari kamar sambil menghela napas panjang. Tampaknya ia harus ke ruang tengah. Mungkin ia bisa menonton TV sambil menunggu datangnya fajar.
Sementara Adriana melanjutkan tidur sambil memegang raket listrik. Apabila Raihan datang lagi atau bahkan berani memeluknya tanpa permisi, Adriana bisa menyerang pria itu dengan raket.
"Masih sempat tahajjud ni."
Raihan bergumam pada dirinya sendiri. Dia mengurungkan niat menonton TV, lalu bergegas masuk kembali ke kamar. Raihan menunaikan sholat tahajjud dua rakaat lalu dilanjutkan dengan membaca ayat suci Al-Qur'an di ruang tengah.
Setelah terdengar suara azan, Raihan bergegas mendekati istrinya. Meskipun tidak saling cinta, Raihan selalu sempatkan waktu mengajak istrinya sholat. Kadang Raihan sholat di mesjid sedangkan Adriana akan sholat sendirian di rumah.
Sekarang Raihan mematung memandangi Adriana. Istrinya terlihat menyeramkan dengan raket listrik di tangannya. Jika Raihan mencolek kaki wanita itu, bisa-bisa Raihan kena marah. Bisa ia bayangkan raket listrik itu menyentuh tubuhnya.
Pria itu memikirkan cara bagaimana caranya membangunkan istrinya tanpa menimbulkan masalah? Raihan melirik sekelilingnya sampai matanya tertuju pada pemukul golf berwarna putih di sudut kamar. Memang, Raihan memiliki rekan bisnis yang suka bermain golf. Kadang saat akhir pekan, Raihan akan menghabiskan waktu dengan bermain golf. Beruntungnya ada benda itu.
Diambilnya pemukul golf itu lalu digunakan menggoyang-goyangkan kakinya. Raihan berharap istrinya segera bangun supaya ia bisa ke mesjid sekarang.
"Awak bangunlah cepat! Adriana? Awak ni pohon tumbang ke?"
Adriana masih tampak begitu nyaman berbaring di tempat tidur. Wanita itu seperti sedang bermimpi berlibur ke Paris. Lihat saja ekspresinya yang senyum-senyum itu. Raihan mulai tidak sabaran. Pemukul golf itu tak ada artinya. Raihan berani mengambil risiko membangunkan istrinya dengan cara manual. Kalau Adriana mengayunkan raketnya, Raihan 'kan bisa menghindar secepatnya? Sebetulnya itu tidak sulit.
"Adriana. Ayo bangun. Ini sudah jam sholat."
Dua kali Raihan menggoyangkan tubuh Adriana sampai mata istrinya terbuka lebar. Saat melihat Raihan, wanita itu mengangkat raket. Beruntung, Raihan sudah memasang strategi. Dia melompat jauh ketika raket itu hampir mengenai tubuhnya.
"Saya nak bangunkan awak sholat subuh. Jom bangun. Saya nak berangkat masjid secepatnya."
Adriana menggeliat. Dilihatnya wajah Raihan semringah seolah merasa menang karena tidak terkena sasaran raket Adriana.
"Kalau mau sholat ya sholat aja. Aku bisa bangun sendiri kok. Lagian, aku udah pasang alarm." Wajah Adriana sinis seketika.
"Yang penting saya dah ingatkan. Jangan baring. Saya nak ganti baju ni. Jaga rumah baik-baik eh." Begitulah Adriana. Jika diingatkan selalu saja melawan. Dia sama sekali tidak mau dengarkan perkataan suaminya. Raihan sudah terbiasa menghadapi istrinya itu.
Raihan memakai baju kokoh berwarna putih dipadukan dengan sarung Wadimor bergaris-garis nan indah. Tak lupa, kopiah berwarna hitam melingkar di atas kepalanya. Penampilannya sudah hampir mirip seperti dai muda, nan tampan asal Malaysia. Sebelas dua belas sama Fattah Amin, aktor Malaysia.
Ketika penampilannya sudah lengkap, Raihan hendak berangkat. Dia sempat menoleh ke arah Adriana. Wanita itu senyum-senyum sendiri, entah rencana busuk apa yang tengah ia buat. Raihan mengernyitkan alis sebagai pertanyaan. Benar saja, saat itu juga Adriana iseng mengancam suaminya dengan raket listrik di tangannya.
"Awak ayunkan raket tu. Saya bakal buat awak menyesal!"
Bukannya takut, Adriana malah semakin semangat untuk menyerang suaminya. "Aish. Perempuan ni! Macam b***k je!" seru Raihan.
Adriana malah tertawa bahagia. Senang sekali wanita itu membuat suaminya marah-marah. Raihan mencoba menghindar. Pria itu berhasil. Sayangnya, ia terkena satu kali raket listrik itu. Sakit, tetapi ia mencoba menahannya dengan berangkat segera ke mesjid.
***
Saat sarapan bersama, Adriana menyadari tangan suaminya yang bengkak. Dia merasa cukup kasihan terhadap pria itu. Karena melihat Raihan kesusahan menuangkan minuman dalam gelasnya, Adriana pun membantu lelaki itu.
"Tadi itu hanya bercanda. Maaf ya Mas-ku yang ganteng," ujar Adriana sambil semringah. Dia sengaja memanggil suaminya "Mas" supaya pria itu merasa geli.
"Gurau tu ada batasnya. Lihat tangan saya ni. Ni bekas perbuatan awak tahu. Nasib baik, tangan aku tak patah."
"Apaan sih lebay banget. Itu kan cuma kena listrik doang. Baru juga satu detik. Santai aja kali." Adriana menjulingkan matanya. Dia melirik tangan suaminya. Sebenarnya memang agak parah. Buktinya Raihan kesusahan menuangkan minuman.
"Saya mati. Awak jadi janda mau?" geram Raihan.
Adriana diam. Dia sibuk menyantap sarapan paginya. Dia melirik cincin barunya dengan perasaan senang. Bahagia rasanya benda mewah itu melingkar di jari-jemarinya. Beginilah rasanya memiliki benda mahal. Rasanya kurang kalau tak diperhatikan.
"Perhiasan awak tu baru ke?"
"Iya. Bagus 'kan?"
Adriana memamerkan benda itu dengan bangga. Cincin tersebut memang indah. Hanya saja, Raihan tak akan mengakuinya. Dia dan Adriana terbiasa bicara ketus.
"Perhiasan tu pastilah KW. Awak tu dah kena tipu, dah kena tipu sama kawan awak tu! Lebih baik awak minta ganti rugi. 100 juta tuh uang banyak. Kalau cuma dapat KW sia-sia je."
Cibiran suaminya membuat Adriana memutar bola matanya. Prinsip wanita itu, apapun komentar orang lain, Adriana tetap pada pendiriannya.