Fandi keluar dari mobilnya begitu mengetahui bahwa putrinya itu sudah tiba dari Berlin. Selang beberapa menit kemudian Aifa sudah kaluar dari pesawat dan menuruni anak tangga.
Fandi tak bisa berbohong bawah sebenarnya ia merindukan putri kesayangannya itu. Fandi segera mendatangi Aifa. Tapi tidak dengan Aifa yang menghentikan langkahnya.
Rasa takut dan cemas apalagi mengetahui bahwa Daddynya itu sudah mengetahui semuanya membuat Aifa ragu.
"Aifa."
"D-daddy?""
Fandi tersenyum kecil. Pria paruh baya itu segera memeluk putrinya tanpa ragu meskipun Aifa sempat diam mematung.
"Bagaimana perjalanannya? Lancar?"
Aifa mengangguk. Hingga akhirnya ia membalas pelukan sang Daddy.
"Maafin Aifa. Aifa tahu Daddy akan marah."
Fandi melepaskannya pelukannya. Merengkuh bahu Aifa lalu memasuki mobilnya setelah asisten pribadi membukakan pintunya.
"Tidak apa-apa. Daddy tidak akan marah."
"Kenapa? Aifa kan salah."
"Daddy hanya ingin melepas rindu dengan putri Daddy. Apakah tidak boleh?"
Dengan manja Aifa bergelayut di lengan Fandi. Menyenderkan dahinya pada bahu Fandi.
"Boleh kok. Kan Aifa juga kangen sama daddy. Tapi Aifa juga kangen sama Rex. Maafin Aifa. Aifa tidak bisa melupakan Rex sampai kapanpun."
"Tidurlah sejenak. Kamu pasti lelah." ucap Fandi berusaha mengalihkan semuanya.
Aifa hanya menurut. Padahal beberapa jam yang lalu begitu marah dengan Rex. Tapi secepat itu ia kembali merindukan Rex meskipun kepulangannya ke Indonesia membuat Aifa harap-harap cemas ketika akan ketemu daddynya.
Seminggu Kemudian
Pintu terbuka. Fay yang sedari tadi mengetik sesuatu di laptopnya pun akhirnya menghentikan aktivitasnya.
"Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam. Om Fandi?"
Fay segera berdiri. Dengan hormat ia mencium punggung tangan Fandi lalu mengajaknya duduk di sofa ruangan.
"Bagaimana kabarmu Nak Fay?"
"Alhamdulillah saya sehat Om. Om sendiri bagaimana? Sehat?"
"Alhamdulillah sehat-"
"Papa! Papa!"
Pintu kembali terbuka. Tanpa diduga Fariz pun hadir membawa sebuah mainan baru. Mobil-mobilan yang dibelikan oleh seseorang dan ternyata adalah Rex. Setelah sekian lama akhirnya Fandi dan Rex pun saling bertemu.
Rex terdiam begitu tatapannya kini melihat Fandi yang menatapnya tanpa ekspresi. Tidak mau terjebak di situasi yang tidak mengenakan, Rex berbasa-basi.
"Fariz. Papa kamu sedang ada tamu. Ah bagaimana kalau kita ke membeli es cream di luar?"
"Es Cream? Yey! Yey! Papa! Papa! Aku pergi dulu bersama om Rex."
Fay terkekeh geli. "Hati-hati dijalan. Jaga sikap dan jangan nakal. Oke jagoan Papa?"
"Oke papa. Dadaaaa! Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah kepergian Rex dan Fariz. Fandi kembali memasang raut wajah kearah Fay.
"Maaf jika kedatangan Om benar-benar menganggu aktivitasmu."
"Ah tentu saja tidak." senyum Fay. "Kebetulan semua pekerjaanku sudah selesai. Oh iya. Mau minum apa Om? Biar aku suruh asistenku membuatkannya di pantry."
"Tidak perlu Fay. Kebetulan Om hanya sebentar disini."
"Baiklah. Ada perlu apa om kesini? Apakah ini tentang Aifa?"
Fandi mengangguk. "Benar. Jadi begini...."
"Apa?!"
Aifa yang tadinya diam pun akhirnya bersedekap lalu merasa tidak setuju dengan keputusan daddynya.
"Ini sudah menjadi keputusan Daddy Aifa. Jangan mengelak."
"Tapi dad.. Aifa.. ya ampun. Tentu saja Aifa keberatan jika Daddy menyuruh Aifa resign."
"Bagaimana mungkin kamu bisa bekerja sedangkan selama ini kamu hanya bermain-main Aifa? Kamu seiring telat, membuang-buang waktu bahkan korupsi waktu! Kamu meminta Daddy untuk mengizinkanmu pada Fay agar bisa cuti ke Berlin meskipun dengan syarat harus dimutasi disana. Tapi apa? Bukannya kamu serius malah kamu kembali berulah disana. Jangan bikin malu Daddy didepan keluarga Om Farhan Aifa. Daddy juga benar-benar tidak enak dengan Fay."
Kedua mata Aifa memanas. Apa yang dikatakan Fandi benar. Tapi Aifa merasa ketakutan bila tidak akan ketemu Rex lagi di perusahaan meskipun pria itu jarang-jarang ke F'A Group.
"Kok Daddy tega banget sih suruh Aifa berhenti bekerja sementara Daddy tidak membahas hal ini terlebih dahulu dengan Aifa?"
Fandi masih bersikap santai. Ia membiarkan putrinya yang manja itu melayangkan banyaknya protesan sampai benar-benar lelah.
"Kadang Aifa itu bingung sama Daddy."
"Aifa ingin nikah sama Rex. Tapi Daddy larang. Aifa ingin ketemu Rex tapi Daddy larang juga."
"Umur Aifa sudah dewasa Dad. Kapan lagi Aifa nikah? Apa tunggu Franklin dulu menikah baru Aifa sebagai penutupannya nanti? Aaaaaaaaaaaaaa itu namanya keburu Aifa expired dadddyyyyy."
Fandi masih bersikap santai. Sementara Aifa sudah menangis dengan manjanya yang menyebalkan.
"Dad-"
"Kamu sudah bisa masak?" tanya Fandi dengan telak.
"Aifa-"
"Sudah bisa nyalain kompor?"
"A-aifa-"
"Sudah bisa bangun pagi?"
"Beres-beres rumah?"
"Gak nangis kejer kalau kupas bawang merah seperti yang di lakukan mommymu?"
Aifa merasa gelagapan. "Daddy. Aifa-"
"Siap mengurus suami setelah menikah? Siapkan semua kebutuhannya? Hamil? Mual di pagi hari? Apalagi begadang menjaga cucu Daddy setelah lahiran?"
Semua pertanyaan yang tak di sangka-sangka pun terucap dengan mulus dari bibir Fandi sehingga membuat Aifa tak bisa banyak berkata. Ia hanya menundukkan wajahnya. Merasa malu karena tidak sedewasa sesuai usianya.
Aifa hanya menundukkan wajahnya dengan lesu.
"Maafin Aifa dad. Daddy benar. Aifa memang belum bisa seperti layaknya calon istri yang siap menikah."
"Aifa akan sabar menunggu Daddy merestui Aifa."
Aifa berdiri dari duduknya. Ia pun berjalan kearah kamar.
"Aifa istrirahat aja dulu dad. Aifa lelah. Lelah hayati. Potek hati adek."
"Aifa mau tidur cantik. Kali aja ketemu Rex dalam mimpi. Asalamualaikum Daddy. Jangan marah-marah lagi ya dad. Nanti tambah keriput."
"Wa'alaikumussalam."
Fandi menghela napas panjang. Astaga Aifa-Aifa. Fandi menatap kepergian Aifa dengan rasa tidak tega. Tapi ia sendiri masih ragu karena putrinya itu terlalu kekanakan untuk siap menikah.
Aifa memasuki kamarnya. Lalu meraih sebuah ponsel baru yang tentunya hadiah dari Daddynya setelah mengalami kehilangan.
Raut wajah yang sejak tadi muram pun perlahan memudar. Dengan seksama Aifa membaca pesan singkat dari Aulia.
"Jangan sedih kalau Fay memberhentikanmu bekerja Aifa. Rex sudah kembali ke Indonesia! Fyi sekarang dia nginap dirumahku untuk datangin Daddy dan Mommy."
"Huaaaaaa My Rex! Yes! Yes! Yes..!!! Akhirnya sang jodoh berpulang ke Indonesia!" dengan girang Aifa berlompat-lompat diatas tempat tidurnya yang empuk sambil memegang kalung yang ia pakai sejak dulu di lehernya.
Sebuah notifikasi pesan singkat pun kembali masuk. Aifa membacanya.
"Siap-siap ya. 30 menit lagi aku akan menjemputmu! Kita ke toko buku untuk membeli sebuah buku resep masakan."
"Kalau kamu tidak bekerja setidaknya kamu bisa membuatkan makanan untuk Rex di WK Group."
"Aku yakin kamu pasti bisa Aifa!"
Setelah membaca isi pesan singkat sahabatnya itu. Aifa segera menuruni tempat tidur. Ia membuka lemari pakaian dan meraih celengan kesayangan berbentuk kuda poni gendut. Hadiah pemberian dari Rex dimasalalu.
Aifa mulai mengorek-ngorek isi nya dan berniat mengambil uang jajan untuk ke toko buku. Tapi seketika Aifa kembali menghentikan aktivitasnya.
"Ah kalau begini semuanya akan memakan waktu."
"Aifa kan kalau mandi lama. Bisa 1 jam."
"Kalau gitu Aifa harus mengambil uang di lemari aja! Ini Demi mengejar jodoh. Aifa harus berusaha. Man Jadda WaJada yang artinya barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil."
WOW.
Makasih sudah baca. Sehat selalu buat kalian.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram
lia_rezaa_vahlefii