Marry Life

1619 Words
Aluna menggoreskan pensil di atas kertas. Hari ini dia janjian bertemu dengan editornya, Mbak Kartika. Sembari menunggu editornya datang, dia membuat sketsa kafe serta para pelayan yang sedang sibuk bekerja. Barangkali saja sketsa itu bisa berguna nanti. "Luna, maaf telat ya, jalanan macet." Seorang wanita berkerudung biru muncul dari pintu masuk dan segera menyapanya. Luna bangkit menyambut wanita itu dan bercipika-cipiki dengannya. Kak Kartika adalah kakak kelasnya semasa masih kuliah di jurusan DKV dulu, jadi mereka cukup akrab. "Suamiku nggak bolehin aku naik gojek. Dia terlalu lebay, padahal aku masih tujuh bulan," keluh Kak Tika sambil mengelus perutnya yang membuncit. "Tujuh bulan kan emang masa rawan, Kak, kalau nggak hati-hati bisa lahir prematur," nasihat Luna. Kartika tersenyum kecil. "Ngomong-ngomong selamat ya akhirnya kamu melepas status jomblo juga," ucap wanita itu. Luna hanya meringis. "Makasih," lirihnya. "Kamu ternyata beneran nikah sama graphic desainer sebelah rumahmu itu ya, padahal kamu ngotot bilang kalian nggak pacaran. Kalian backstreet? Kayak bocah aja," kekeh Kartika. "Lamarannya gimana? Romantis pasti!" Luna tertawa kering mengingat bagaimana cara Arya melamarnya. Cowok itu hanya mengucapkan, "Nikah yuk!" Atau "Ayo nikah!" tiap kali mereka ketemu. Romantis apaan coba? Ya, namanya juga pernikahan pura-pura doang. Emangnya dia mau mengharapkan apa? "Jadi gimana, Kak kelanjutan naskahku?" tanya Luna mengalihkan pembicaraan. Kak Tika tersenyum kecut. "Maaf ya, Lun. Karena jumlah subscriber tak memenuhi target sepertinya kamu nggak bisa lanjut ke season dua." Luna tersenyum garing. Sebenarnya dia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi juga. Akhirnya satu pendapatan tetapnya menghilang. "Lun, aku sebenarnya suka sama cerita kamu. Gaya menulis kamu bagus dan cara kamu membuat plot twist itu juga sangat menarik. Aku juga sangat menyayangkan, Indigo Series harus berakhir di sini." Melihat ekspresi adik kelasnya itu. Tika mencoba menenangkan. "Memang di Indonesia ini genre misteri kurang diminati, bagaimana kalau kamu mencoba menulis genre lainnya?" Luna mengerjap-ngerjap. "Genre lainnya? Misalnya?" "Romance," ucap Kak Tika mantap. Luna memoyongkan bibirnya. Emangnya dia bisa nulis cerita kayak gitu. Padahal sendirinya jomb-- "Kamu kan baru nikah, coba ajalah sekalian riset," cetus Kak Tika. Mata Luna terbuka. Dia sampai lupa kalau statusnya sekarang adalah Nyonya Arya. Benar juga. Dia memang sudah menikah, walau cuman pura-pura sih. "Sekarang ini tema yang sangat diminati adalah marry life. Semacam kawin kontrak dengan CEO begitulah. Coba deh nulis cerita kayak begitu," usul Kak Tika. Luna tak bicara dia hanya ternganga. Kawin kontrak? Astaga, kok rasanya seperti menceritakan kehidupan pribadinya sendiri. "Akan aku coba, Kak," ucap Luna akhirnya. Sepertinya hanya ini satu-satunya cara untuk menambah pundi-pundi uangnya. "Nah, gitu dong, pumpung masih muda harus punya semangat. Aku tunggu ya, semoga sinopsisnya bisa kamu kumpulin ke aku segera." Luna hanya tertawa kering. *** "Sekian dapat hari ini, tim satu saya tunggu konsep iklan untuk produk X dari DBC," ucap Arya mengakhiri rapat siang hari itu. Seluruh anggota timnya pun membubarkan diri. Hanya tersisa Ali kakak kelasnya di kampus namun kini jadi anak buahnya. Bujangan itu menghampiri Arya sambil cengar-cengir. "Kamu nggak bulan madu, Ar? Masak habis nikah langsung balik kerja? Cuti nikah tiga hari nggak dimanfaatkan?" tegur cowok berbadan ceking itu. "Nggak, aku butuh uang lembur buat biaya nikah kemarin." Mendengar jawaban Arya itu Ali berdecak-decak. "Dasar nggak mau rugi. Ngomong-ngomong gimana malam pertamamu kemarin?" Arya terdiam sejenak mengingat bagaimana dia menghabiskan malam setelah pernikahannya. Dia dan Luna hanya tidur karena kelelahan, setelah mereka mengobrol tentang perjanjian nikah itu. Walaupun mereka sudah menikah tak ada yang berubah. Yah, namanya juga nikah pura-pura. Emangnya dia mau berharap apa? "Begitulah," jawab Arya akhirnya "Ah, pelit kamu, Ar, cerita detailnya dong," kekeh Ali m***m. "Buruan nikah sana, Kak, ntar juga tahu rasanya," jawab Arya tak acuh. "Ah, dasar anak ini! Sombong begitu mentang-mentang udah taken!" gerutu Ali. "Ngomong-ngomong gimana ceritanya kamu tiba-tiba nikah sama Luna si primadona kampus itu? Sejak kapan kalian pacaran? Bukannya kamu kena friend zone doang dari zaman azali*?" tegur Ali penuh curiga. "Emang nggak pacaran. Aku ajakin nikah dia mau kok," jawab Arya enteng. "Hah? Kok bisa?" Arya tak mau bercerita lebih detail karena takut keceplosan. Diambilnya saja foldernya sembari melangkah keluar dari ruang rapat. "Animasi buat produk Y, sudah selesai belum, Kak? Kamu jangan mengulur deadline sambil pura-pura tanya kehidupan pribadiku ya," jawab Arya berlagak ketus. Ali menelan ludah. "Jangan begitu dong, Bro, sudah mau kelar kok. Minggu depan pasti aku kumpulkan." "Minggu lalu kamu juga bilang begitu. Selesaikan Sabtu ini. Kalau kamu nggak mampu, aku bisa kasih project itu ke yang lain," tegas Arya. "Iya, iya, Bos," angguk Ali patuh. Ketika mereka keluar dari pintu ruang rapat, Audy berdiri di sana dengan senyuman canggung. Wanita itu membawa sebuah kado di tangannya. Ali dan Arya terpaksa berhenti. "Ar," sapa cewek itu sok akrab. Dia menyerahkan kado di tangannya itu pada Arya. "Ini kado buat kamu dan Luna, maaf ya kemarin aku nggak bisa datang ke acara nikahan kalian." Arya menerima kado itu. Sebenarnya dia malah lega karena Audy dan suaminya nggak datang. Sudah pasti mereka canggung, kalau harus ketemu orang tua Luna. Bagaimanapun Dika dulu sudah hampir menikah dengan Luna. "Oke, makasih, nanti aku sampaikan ke dia," kata Arya dengan senyuman kecil. Dia lalu melangkah pergi menuju ruangannya diikuti Ali. *** "Assalamu'alaikum," ucap Arya ketika membuka pintu rumah yang tidak terkunci. "Waalaikumsalam." Terdengar suara Luna. Sepertinya cewek itu menjawab dari ruang tengah. Arya melepas sepatunya lalu meletakkannya di rak. Dia melangkah menuju ruang tengah rumahnya yang tanpa sekat dengan dapur. Luna duduk di karpet dengan menguyah kacang pilus. Seperti biasa dia hanya mengenakan babydoll kebesaran dengan rambut yang dibentuk cepol. Meskipun penampilannya awut-awutan begitu tetap saja dia kelihatan cantik. "Selamat datang suamiku, kamu mau makan dulu apa mandi dulu?" tanya cewek itu. "Apaan tuh, kamu kayak cewek-cewek di komik josei aja, bikin merinding," komentar Arya. Dia duduk di sofa lalu mengambil soft drink kaleng milik Luna yang Sudah terbuka dan meneguk begitu saja. "Hm ... Aku lagi mikir gimana kalau aku bikin komik yang temanya marry life," aku Luna. Arya yang tengah minum hampir tersedak. Dia meletakkan kembali kaleng softdrink lalu tertawa puas. "Jomblo kayak kamu mau nulis gituan?" "Berisik ah, ini soal biaya hidupku, biarpun subscriberku nggak banyak, tapi ini lumayan," ketus Luna. Wanita itu mengambil kaleng softdrink yang baru saja diteguk Arya dan memandanginya. Mereka bahkan bisa berbagi makan dan minum dalam satu wadah seperti ini tanpa canggung sama sekali. Emang mereka itu benar-benar kayak saudara. "Katanya Kak Tika, Marry life itu tema yang lagi in, sereceh apa pun ceritanya pasti dibaca." "Jadi kamu bakal nulis cerita receh? Bukan menulis sesuai idealismemu?" tegur Arya. Dia mencomot kacang beberapa butir kacang pilus dari piring Luna. "Sudah kubilang ini masalah biaya hidup, idealismeku bisa ditunda dulu!" tegas Luna. "Biaya hidup apa sih, santai ajalah kamu kan istriku," ucap Arya. Luna tertegun sejenak. Dia melirik Arya. Cowok itu menyalakan TV dan mencari-cari film Marshanda and the bear. Apa maksudnya? Arya mau menanggung biaya hidup Luna begitu? "Ar, kamu nggak lupa kan kita cuman nikah pura-pura? Kita tuh cuman sebatas teman kos," tegas Luna. Mendadak dia merasa harga dirinya terluka. "Aku nggak akan membiarkan teman kosku mati kelaparan," kata Arya. "Kamu bisa pinjam dulu. Tulislah apa yang memang kamu suka, jangan menulis karena terpaksa. Hasilnya nggak akan bagus. Jangan terlalu mengikuti selera pasar yang selalu dinamis." Luna menghela napas lalu menyandarkan punggungnya pada kaki sofa. Seharusnya dia tahu bahwa Arya tak akan pernah merendahkannya seperti itu. Bahkan seandainya seluruh dunia memusuhinya, Luna yakin hanya orang tuanya dan Arya yang akan membelanya. Kalau Rifki entahlah. "Tapi menulis berbagai genre juga bisa jadi pengalaman yang menarik dan bisa menambah wawasan, jadi kamu nggak usah terlalu tertekan," imbuh Arya. Luna mengangguk. "Aku suka menulis, jadi seharusnya genre apa pun nggak masalah, tapi ya ... emang romance itu agak berat. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku merasakan cinta, dan yang kuingat hanya pahitnya saja." Luna merasakan kepalanya dielus. "Nggak semua cowok sebrengsek Dika, contohnya aku nih," kata Arya. Luna terkekeh. "Cowok apaan sih, kamu itu kan cuma Arya," cibirnya mengulang olokan Arya kemarin. "Kamu sudah ada ide?" tanya Arya. "Sini aku bantuin riset." Luna berpikir sejenak sembari memegangi dagunya. "Kawin kontrak," katanya. Arya tampak tertegun. "Kamu nggak sedang nulis cerita kita, kan?" tuduhnya. "Nggaklah, romance komedi itu harus happy ending!" tolak Luna. "Jadi menurutmu cerita kita ini nggak akan happy ending?" Luna terkesiap lalu menatap Arya. "Kenapa kamu jadi baper begitu?" Arya malah tergelak lalu meneguk softdrink Luna lagi sampai tak tersisa setetes pun. "Kita nggak akan tahu apa yang bakal terjadi nanti. Bisa aja kamu tiba-tiba jadi naksir aku, atau bisa jadi aku yang naksir kamu. Witing tresno jalaran saka kulino." Luna tertegun. Dia menatap Arya yang balik mengawasinya dengan senyuman misterius. "Aku sudah kenal kamu selama dua puluh tujuh tahun dan nggak pernah ada rasa apa-apa kok," dalihnya. Arya mendekatkan wajahnya. Luna tertegun. Baru pertama kali wajah Arya sedekat itu. Rasanya jarak mereka hanya beberapa sentimeter saja. Tahu-tahu saja jantungnya jadi berdebar-debar. "Yakin? Masih ada banyak hal tentang aku yang nggak kamu tahu lho," bisik Arya. "Contohnya kayak jabatan sempak yang diwariskan turun-temurun dari klan ibumu itu ya?" "Kenapa bahas sempak lagi sih! Kamu nggak tahu aja boxerku itu Calvin Klein! Makanya nyucinya harus hati-hati!" geram Arya kesal. Luna malah tertawa renyah membuat suaminya makin jengkel. Arya mendengus kesal. "Kamu tuh, kalau sudah pegang kelemahan orang diumbar-umbar terus!" "Maaf deh, Tuan Calvin Klein," kekeh Luna. Gaya Arya yang ngambek begini baru pertama kali dia lihat. Arya yang biasanya selalu sok cool dan perfeksionis. Mungkin benar apa kata Arya, walaupun sudah bersama selama dua puluh tujuh tahun belum tentu tidak ada rahasia di antara mereka. Sedikit banyak Luna penasaran juga. Mungkin pernikahan pura-pura ini nggak akan membuatnya bosan. *** Calvin Klein brand celana dalam ternama asal Amerika. Perboxnya bisa dibandrol dengan harga 200-600 ribu rupiah. Tergantung model dan bahannya. Zaman azali = zaman sebelum manusia diciptakan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD