‘Selain Nagendra aku tak punya ‘musuh’ lain,’ pikir Basanti. Dia segera melarikan mobilnya. Ingin tahu bagaimana semua bisa terjadi.
Basanti merasa hanya Nagendra yang akan membuatnya rugi. Dia merasa paling bersih. Dia hanya curang pada Alyssa saja. Jadi memang hanya Nagendra yang wajib dia curigai.
Tak pernah ada sosok lain yang akan dia pikir mau merugikannya kecuali suami almarhum sahabatnya itu.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Anak itu tak bersalah, jadi biarkan saja. Biarkan dia berkutat dengan penyakitnya sendiri. Biarkan orang tuanya berkutat dengan pencarian dana. Aku tak peduli. Tapi terima kasih Bro, kamu kasih tahu info itu. Biar bagaimanapun aku tak mau membalas dendam pada bayi yang baru lahir juga tak bersalah padaku. Sejak dia di dalam kandungan juga aku tak pernah menyapanya. Sejak dia di dalam kandungan aku tak pernah menganggap dia anakku.”
“Walaupun tadinya karena mamaku dia pakai nama Mulya dan Otto. Tapi sekarang biarin saja pakai nama ayah kandung bayi itu. Aku yakin pada Pratama Haris juga tidak mau peduli sama cucunya tersebut, karena yang aku tahu karena pak Tama malah menggugat cerai Basanti.” Keenan mendapat khabar dari rekannya kalau ‘anak’ yang dulu di klaim menjadi anaknya mendapat kesulitan di tubuhnya.
“Aku dengar kemarin tiga usaha rental mobil Basanti yang dia dapat dari keluarga Haris ada sabotase kebakaran dalam waktu yang bersamaan. Walau tidak membuat banyak kerugian, tapi setidaknya kantor tidak bisa operasional karena jaringan listrik terputus. Tentu mereka nggak bisa urus order tanpa listrik dan jaringan telepon rumah.”
Mobil atau bangunan tidak ada yang terbakar sih, mungkin data yang hilang atau apa. Tapi yang pasti sudah dua hari tidak operasional rental mobil milik Basanti yang dia dapat dari keluarga Haris.”
“Usaha yang lain dari keluarga Haris kan dia enggak dikasih untuk mengelola. Dia hanya diberi itu yang tak perlu pakai negosiasi dan macam-macam.”
“Wah siapa ya pelakunya? Aku yakin papaku nggak seperti itu. Karena dia tidak mau mencelakai konsumen, apalagi sabotase mobilnya. Aku yakin bukan papaku,” jelas Keenan mendapat khabar selanjutnya yaitu tentang ‘kecelakaan’ di tiga rental mobil milik Basanti.
“Entahlah aku juga nggak tahu. Tapi itu yang aku lihat di lapangan,” jelas Asiantoro yang biasa dipanggil Toro, teman Keenan yang kebetulan dokter di rumah sakit tempat Rangga anak Ahilya dirawat, dia juga punya usaha rental mobil sehingga tahu tentang “kecelakaan” di tiga tempat secara bersamaan di usaha rental Basanti.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Beneran bukan Papa?” tanya Keenan pada Nagendra.
“Jujur Papa berniat untuk menghancurkan usaha Basanti dengan cara menghancurkan pangkalannya, tapi Papa belum bergerak, kamu sudah tanya begitu,” ternyata bukan Nagendra pelakunya. Lalu siapa?
Sedang Basanti hanya berpikir Nagendra pelakunya. Nah lho ….
“Kemarin tiga dari pangkalan rental Basanti hancur. Nggak hancur sih Pa, maksud aku mulai ada pergerakan yaitu korslet, sehingga ketiganya tidak bisa operasional, karena tidak ada telepon masuk atau email masuk atau apalah.”
“Pokoknya nggak bisa operasional sampai hari ini sudah 4 hari mereka tidak operasional,” jelas Keenan.
“Papa belum bergerak, tapi Papa akan bergerak menghadang Basanti,” jelas Nagendra. Jadi jelas pelaku yang kemarin terjadi bukan dia pelakunya.
“Jadi siapa ya Pa kira-kira? Papa bisa kasih kata kuncinya?”
“Ya enggak usah dipikirin, bukan urusan kita. Yang penting Papa akan menghancurkan Basanti. Walau sudah didului seseorang, tapi pasti Papa akan lakukan itu.”
“Kamu sudah lihat tentang penjualan toko perhiasanmu? Atau malah kamu sudah menghancurkan Ahilya?” Nagendra mengalihkan topik pembicaraan.
“Aku dapat kabar anaknya Ahilya harus operasi jantung atau apa Pa. Aku nggak tahu dan mungkin dia kesulitan biaya. Kalau rumah sama mobil yang aku kasih kan memang sudah aku tarik. Jadi nggak mungkin dia ambil. Selama ini tiap bulan cuma aku kasih sewajarnya saja. Jadi nggak ada kelebihan uang. Paling ya uang dari gaji suaminya atau siapalah lelaki itu aku nggak tahu Pa.”
“Kalau soal Ahilya belum aku selidiki. Aku sedang evaluasi pembukuan toko perhiasan saja. Aku lagi evaluasi ketiganya. Yang satu kayaknya sudah mulai miring-miring. Sepertinya ada campur tangan Basanti di sana.”
“Itu yang sedang aku selidiki karena sepertinya asisten kasir itu keponakannya Basanti. Jadi sedang aku lihat bagaimana mereka bekerja sama menggembosi toko.”
“Papa tunggu kabar tentang garasi Basanti selanjutnya,” ucap Nagendra sambil berjalan masuk ke kamar tidurnya.
“Iya Pa. Aku juga tunggu kalau Papa yang dapat berita itu lebih dahulu. Karena aku yakin pasti ada orang sengaja ingin menghancurkan kita, jadi nanti Basanti mengira kita lah yang melakukannya. Papa harus antisipasi itu. Orang memancing di air keruh. Ini aku yakin seperti itu,” jelas Keenan.
“Papa sudah dula sih. Ada orang memancing di air keruh. Tapi belum tahu siapa orangnya. Papa juga sedikit tercubit dong. Nggak mungkin Papa mau nama Papa dijadikan taruhan untuk hal tersebut. Kalau Papa mau ya langsung habisin. Ngapain cuma bikin kejang sedikit seperti yang mereka lakukan sekarang.”
“Mereka antisipasi takut melakukan lebih besar, bila ketahuan, kalau ketahuan seperti sekarang kan bahayanya enggak terlalu besar. Resiko penggantiannya enggak terlalu besar,” jelas Nagendra.
“Kalau dihabiskan semua tentu resiko besar dan sepertinya pelaku enggak punya dana besar bila harus mengganti besar.”
“Siapa ya Pa?”
“Aku jadi penasaran.”
“Papa mana tahu,” jawab Nagendra.
“Penasaran enggak penasaran, ya pasti Papa pengen tahu lah. Karena itu nanti tergantung ke nama kita. Nanti lah Papa cari siapa tokoh di balik kejutan kecil-kecil di tiga garasi Basanti itu.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Sopan atau tidak sopan saya tidak mau tahu. Sejak di rumah sakit saya sudah bilang, saya tak peduli apa pun.”
“Saya sudah serahkan bayi itu kepada Papa dan Mama. Saya masih sopan manggil Papa dan Mama kan? Tidak memanggil om dan tante pada kalian.”
“Saya berikan bayi itu pada Papa dan Mama sebagai orang tua Pavita. Kurang apa saya?”
“Bisa saja kok saya kuasai bayi itu. Saya suruh baby sitter untuk urus dan saya tidak mau seorang pun menengoknya. Mau apa kalian kalau saya ambil jalan seperti itu? Karena itu hak saya sebagai ayah kandung secara darah dan secara surat menyurat negara.”
“Dia anak di dalam perkawinan saya. Orang tua dari ibunya pun tidak berhak atas bayi itu, karena saya yang punya hak.”
“Saya sebagai pemilik hak saat di rumah sakit sudah menyerahkan bayi itu pada kalian. Kurang apa saya?” teriak Badai.