“Terima kasih ya Cintaku, kamu memang yang terbaik, kamu yang terhebat,” kata Keenan Mahavira Otto pada istrinya. Mereka baru saja melakukan ritual suami istri. Hari belum tengah malam, tentu saja Kayshilla Valerie Sulaiman hanya tersenyum dan memeluk suaminya dengan berat.
“Semoga benih yang aku tanam cepat tumbuh. Seperti biasa aku selalu berharap seperti itu,” kata Keenan selalu dia katakan begitu pada Kay atau Kayshilla.
“Aaaamiiiiiin,” jawab Kayshilla tersenyum manis. Mereka telah menikah tiga tahun. Satu tahun pertama mereka tenang, karena mereka pikir hal yang biasa bila mereka belum dikaruniai keturunan.
Keenan adalah anak lelaki tunggal dari tiga bersaudara satu kakaknya perempuan dan satu adiknya perempuan. Orang tuanya adalah pengusaha batubara, tapi sekarang juga punya beberapa toko perhiasan karena Keenan melakukan diversifikasi usaha. Awalnya hanya batubara saja. Jadi tumpuan orang tuanya adalah agar Keenan segera memiliki agar nama OTTO ada keturunan.
Sedang Kayshilla adalah seorang Dokter kandungan, waktu menikah dengan Keenan dia belum selesai Dokter spesialis. Dokter spesialisnya baru selesai satu tahun ini.
Di tahun kedua pernikahan, Keenan dan Kay melakukan pemeriksaan kesehatan, dan Kay bilang mereka semua sehat saja, tinggal menunggu izin dari Allah untuk mendapat momongan.
Kay bilang dia Keenan tak ada yang memiliki kelainan. Tentu saja kedua orang tua pasangan ini sangat berharap mereka segera punya momongan terlebih orang tua Keenan.
Karena keturunan buat mereka sangat penting. Mereka mengharapkan ada keterusan dari marga Otto marga yang Keenan memiliki.
Padahal Keenan dan Kay sama sekali tidak punya target. Mereka tenang-tenang saja, tapi orang tua Keenan sangat berambisi untuk punya cucu. Orang tua Kay tidak mengharuskan itu, jadi tidak ada tekanan apa pun dari orang tua Kay.
Mereka segera membersihkan diri lalu bersiap hendak tidur, tapi saat itu ponsel Kay berdering.
Kay melihat panggilan dari rumah sakit. Saat itu ponsel Keenan juga bergetar, ada notifikasi pesan tapi bukan panggilan telepon.
“Baik, saya bersiap sekarang. Semoga saja semua aman. Tolong persiapkan kamar operasinya,” kata Kay.
“Ada apa?” tanya Keenan. Wajah Keenan sendiri sudah pucat pasi.
“Ada pasien, baru hamil tujuh bulan dan dia katanya tergelincir sehingga harus segera dioperasi, sebab sudah pendarahan. Aku harus bersiap. Kamu enggak apa-apa kan aku tinggal? Apa kamu mau antar aku seperti biasa?” tanya Kay. Biasanya kalau ada tugas malam mendadak seperti ini kadang Keenan memang menemani.
“Enggak, aku ada perlu ke pabrik. Ini barusan ada info gudang bermasalah. Jadi aku harus ke pabrik,” kata Keenan. Beberapa kali ini memang kadang gudang batubara ada persoalan. Sehingga kadang memang Keenan pergi sebentar, tapi langsung kembali. Jadi malam ini juga Kay tidak curiga bila suaminya harus keluar rumah malam-malam.
“Jadi kamu nggak antar aku?” tanya Kay memastikan.
“Enggaklah. Kita bertolak belakang. Nanti malah kamu nggak keburu. Aku juga keburu-buru kan,” balas Keenan tenang.
“Oke baiklah, ayo kita bersiap,” jawab Kay. Untung mereka sudah selesai melakukan ritual, jadi tidak ada beban buat Kay untuk meninggalkan Keenan. Kecuali kalau belum tentu kasihan suaminya, belum selesai pergula4an, dia harus sudah berangkat tugas. Ini kan sudah selesai, jadi Kay tidak merasa terbebani.
Kay pun segera mandi besar dulu atau mandi zunub dan bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Begitu pun Keenan, dia juga mandi besar.
Keenan keluar kamar mandi sudah fresh, saat itu dia menggunakan kaos putih dengan celana jeans hitam. Selain itu dia juga menggunakan jaket mungkin karena malam.
Sedang Kay langsung menggunakan snelli sebagai pelapis kemeja yang dia gunakan malam ini. Kay menggunakan celana panjang cordoray hitam juga menggunakan sneaker saja, karena tengah malam dia harus berlari untuk mencapai ruang bersalin, tentu kalau pakai sepatu hak tinggi nanti akan ribet.
Mereka berpisah di garasi rumah mereka. Kay menuju Rumah Sakit tempat dia bertugas, sedang Keenan menuju gudang tempat usahanya bermasalah. Jadi tak ada yang saling menunggu atau menghambat. Mereja berjalan sesuai kebutuhan.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Sudah siap semuanya?” tanya Kay pada team yang saat ini akan bertugas membantunya.
“Sudah siap Dokter, tensi memang agak sedikit rendah tapi sudah aman. Barusan juga sudah diberikankan anestesi, begitu Dokter bilang Dokter sudah sampai di parkiran. Anestesi langsung dilakukan sehingga 10 menit lagi bisa langsung dioperasi,” lapor suster kepala. Ada juga Dokter umum yang mendampingi Kay malam ini. Selain itu juga Dokter anestesi masih ada di situ, jadi tim Kay memang sudah siap termasuk doker NICU. Benar-benar mereka berharap semoga Ibu dan bayinya sehat.
Hanya itu yang diharapkan oleh seorang Dokter, karena ini adalah kelahiran tiba-tiba, kehamilan baru tujuh bulan.
Dengan sangat hati-hati Kay melakukan semuanya. Dia tidak mau bermasalah. Walaupun tengah malam ini adalah tugas dia sebagai seorang Dokter. Jadi bukan hal aneh.
Kay mengerjakannya dengan ketelitian yang prima, tidak ingin ada kesalahan.
“Wow darahnya semakin rendah, tolong dibantu,” ucap Kay, semua langsung fokus pada pasien. Benar-benar mereka takut, terlebih lagi ada kesalahan, misalnya ada perdarahan dan sebagainya.
Mereka bekerja sangat teliti. Benar-benar ini berhubungan dengan dua nyawa, bukan satu nyawa saja, karena ini tentang nyawa ibu dan anak. Semua bergantung pada keberhasilan mereka.
“Sedikit lagi. Ayo cepat kita bekerja, nanti keburu perdarahannya semakin banyak,” kata Kay.
Memang si ibu masuk sudah perdarahan, jadi harus cepat-cepat dihentikan perdarahannya. Bayi laki-laki lahir dengan berat 2,7kg.
Lumayanlah untuk bayi prematur, dan mereka harus memasukkan bayi itu di inkubator karena ternyata paru-paru si bayi belum siap, walau beratnya sudah mencapai berat aman untuk bayi lahir. Ternyata paru-parunya belum siap. Jadi memang Dokter NICU juga sudah disiapkan untuk mengantisipasi pertolongan bayi baru lahir.
Penanganan bayi baru lahir bukan dengan Dokter anak, tapi Dokter NICU.
“Aku lanjutin ini ya, ibunya kamu urus itu,” kata Dokter Kemala. Sahabat Kay yang mengurus bayi baru lahir, sebab dia dokter NICCU yang bertugas malam ini.
“Alhamdulillah selesai dan tak ada perdarahan lanjutan, ucap Kay setelah Ibu terselamatkan. Dia mulai membasuh tangannya dan bersiap keluar menemui keluarga pasien yang pasti menunggu dengan harap-harap cemas.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Bagaimana istri dan anak saya Dokter?” tanya seorang lelaki dengan sangat cemas pada Dokter yang baru keluar.
Kay mengangkat wajahnya karena dia sangat hafal suara lelaki yang bertanya tentang kondisi istri dan anak yang baru lahir yang dia tolong persalinannya barusan.
Kay menatap orang yang bertanya, sebaliknya lelaki itu, orang yang bertanya, juga kaget melihat dokter yang menangani istrinya melahirkan.