BAB 7

1333 Words
"Bapak," Enif mendekati Altair yang sedang membaca koran pagi itu. "Ya," Alta melipat korannya dan berkonsentrasi menatap Enif. "Maafkan saya mengganggu pagi hari ini, tapi ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ujar Enif. "Bagaimana?" Alta merubah posisi duduknya menjadi lebih tegak. "Saya mendapatkan kabar kalau ada orang yang diam diam mengawasi Rigel Andromeda dan Zeta Agnia. Dan, kemungkinan besar itu adalah suruhan dari Bapak Cygnus Aquila." Altair menyeringai, "Biarkan saja. Jangan membuat mereka curiga. Tetap bersikap kalau kita tidak tahu apapun yang mereka lakukan. Tapi, perketat pengawasan. Jaga kedua anak muda itu." "Baik pak," Enif mengangguk. "Oh, ya, kamu sudah menghubungi mereka soal investasi?" Alta menatapnya. "Belum pak, baru mau sekarang saya hubungi," Enif menjawabnya. "Ok. Mengenai lokasi pertemuan berikutnya, lakukan di rumah saja," Alta tersenyum. "Baik pak," Enif kembali mengiyakan. Enif pun keluar dari ruangan kerjanya. Alta tak ingin lagi melanjutkan membaca koran. Ya, mulai hari ini, pertemuan harus dilakukan di rumah. Anak muda itu, cucuku, harus tahu semua hal tentang rumah ini. Alta tersenyum. *** "Baik pak, baik. Dimana pak? Baik, baik. Siap pak. Bisa. Terima kasih banyak," Agni berbicara di telepon dengan rasa bahagia yang tak tertahankan. "Ada apa? Siapa?" Andra menoleh. Ia penasaran. Agni menahan senyumnya, tapi kemudian ia berteriak dengan keras, "YES!!!" Andra berdiri dari kursinya. Jantungnya berdebar kencang. "Jangan bilang!" Andra melotot. "Iya!" Agni mengangguk. "What??" Andra tersenyum lebar. Debaran di dadanya seperti tidak terkendali. Ia bergerak memeluk Agni dan sebaliknya. Keduanya melompat lompat sambil berpelukan. "KITA BERHASIL MENDAPATKAN INVESTASI!!!" Agni berteriak keras. Andra dan Agni saling melepaskan pelukan mereka dan menatap mata satu sama lain dengan malu malu. "Tebak berapa?" Agni menatap Andra. "Berapa?" Andra tak sabar ingin tahu. "SATU JUTA DOLLAR!" Agni kembali berteriak. "A-apa??? Ka-kamu serius?" Andra langsung duduk di kursi dengan lemas. "Aku serius!!!" Agni menatap Andra. "Barusan Bapak Enif yang menelepon. Dan katanya ini adalah seed funding. Artinya, ini baru suntikan dana modal awal atau pendanaan pertama. Tapi, tidak tertutup kemungkinan, saat berjalan nanti, kita bisa mendapatkan pendanaan startup seri A!! Kamu dengar???" Agni melompat lompat bahagia. "Kalau kita sudah mendapatkan pendanaan seri A, seri B dan seri C... Berikutnya?? OMG, Andra perusahaanmu ini bisa masuk IPO!" Agni terus saja bicara tidak berhenti. Andra hanya melongo tak percaya. "Aku tak percaya. Aku tak percaya," Andra terus mengulang kata katanya. "Kamu harus percaya! Aku bilang juga apa," Agni tersenyum lebar. "Aku yakin kalau valuasi perusahaan ini bisa mencapai tingkat Unicorn. Atau mungkin Decacorn?" Agni menyikut Andra dengan usil. "Atau kamu mau mengalahkan f*******:, Google atau Apple dan mencapai tingkat Hectocorn?" Agni terkekeh. Andra hanya tertawa, "Itu mimpi. Kita bisa saja bermimpi bukan?" "Yes. Dreams do come true!" Agni merangkulnya. "Oh ya, satu lagi, Bapak Enif minta kita ketemu nanti malam untuk membicarakan kontrak kerjasama dan banyak hal lainnya," Agni menjelaskan. "Aku pikir bisa saja bukan?" Agni menatap Andra. "Tentu saja bisa!" Andra mengangguk dengan semangat. "Dan kamu tahu, pertemuannya dimana?" Agni menggerakkan alisnya berulang kali. "Dimana?" Andra bertanya tanya. "Kediaman Altair Orion!" Agni langsung berbinar binar. "Aku tak percaya! Aku tak percaya!! Seseorang seperti aku, akan melangkahkan kaki ke rumah konglomerat seperti Altair Orion? OMG?" Andra langsung menyentuh dadanya, "Agni, apa aku masih hidup? Kenapa rasanya jantungku berhenti berdetak?" Agni tertawa dan mencubit pipi Andra, "Sakit?" "Aww!! Sakit. Keras sekali!" Andra mengelus pipinya. "Baguslah kamu sakit. Artinya kamu masih hidup!" Agni tertawa. Andra hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Aku sekalian mengembalikan jaket milik Bapak Enif, "Andra jadi teringat. Ia kemudian memasukkan jaket itu ke dalam sebuah tas jinjing. "Sekarang masih pagi, masih pukul sepuluh. Aku mau menulis dulu ya? Okay? Me time. Jadi aku pulang dulu," Agni melangkah pergi. "Kalau kerjaan menulisku beres, nanti malam bebas!" "Ok! Lakukan. Yang pasti, aku tidak mau pergi sendiri," Andra melambaikan tangannya mengusir Agni. "Ya, ya, ya... Bye!" Agni pun berpamitan pergi. *** Hadar melaporkan hasil temuannya pada Cygnus, "Bapak ini data data kedua anak muda yang kemarin menemui Bapak Alta. Tidak ada hal yang luar biasa. Keduanya hanya warga biasa, tidak ada yang luar biasa dari catatan hidupnya." "Saya baca, kamu bisa keluar," Cygnus memutar kursinya hingga membelakangi pintu. Ia pun mulai membaca data data tersebut. Rigel Andromenda. Usia tiga puluh satu tahun. Lulusan universitas negeri ternama yaitu Institut Teknologi Jakarta. Masuk kuliah melalui jalur beasiswa karena berhasil mendapatkan nilai sempurna. Ia mengambil jurusan Teknik Informatika. Ayahnya bernama Gamma Sadir seorang dosen dan ibunya bernama Lupi Anka yang seorang ibu rumah tangga. Zeta Agnia. Usia dua puluh sembilan tahun. Lulusan universitas ternama di Bandung yaitu Universitas Bandung dan mengambil jurusan manajemen. Nama orang tuanya Sakti Atria dan Vega Eridani. Keduanya berprofesi sebagai astronom. Namun, Sakti dan Vega meninggal dunia dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan. Zeta Agnia sedang bersama orangtuanya saat kecelakaan itu terjadi, dan dia menjadi satu satunya korban selamat. Hadar benar, tidak ada yang istimewa dari kedua orang ini. Mungkin memang hanya anak muda yang sedang mencari investor. Tapi, tidak ada salahnya aku terus mengawasi mereka. Aku tidak boleh lengah. *** Andra membunyikan bel apartemen Agni. Meski ia tahu passcode apartemennya, tapi tetap saja Agni adalah seorang perempuan. Ia harus menjaga sopan santun. Agni pun membukakan pintunya. Andra sedikit terhenyak. Ia kaget. Agni terlihat begitu cantik. Asistennya itu mengenakan dress selutut yang feminin dengan warna kuning muda yang membuatnya terlihat bersinar. Rambut Agni terurai rapi. Tak hanya itu, wajahnya mengenakan make up tipis yang tidak berlebihan. "Ka-kamu cantik sekali. Ka-kamu berbeda," Andra dengan gugup memujinya. "Sungguh?" Agni tersenyum lebar. Ia pun membiarkan Andra masuk ke dalam apartemennya. "Buku buku berantakan begini?" Andra memperhatikan laptop yang terbuka, beberapa buku di lantai dan lembaran kertas berserakan. "Aku sedang banyak inspirasi, ini pun baru selesai menulis," Agni tersenyum. "By the way, kamu juga keren begini," Agni langsung kagum. Rambut Andra tersisir rapi. Andra pun mengenakan lensa kontak dan melepas kacamatanya. Tak hanya itu, sweatshirt warna hijau gelap dan celana hitam membuatnya terlihat gagah. "Thank you," Andra berusaha meredakan rasa senangnya mendengar pujian Agni dengan berpura pura santai dan merangkul asisten yang telah menjadi sahabatnya itu. "Sudah siap pergi?" Diam diam, Agni merasakan jantungnya berdebar sangat kencang. Ia pun menunduk, tersipu malu. "Ok. Kita pergi sekarang," Agni menjawabnya sambil memalingkan muka. Jangan sampai mukaku merah...Jangan sampai juga Andra melihat mukaku memerah... *** Jayanti merasa lelah setelah kesana kemari mengurus dan mengecek langsung persiapan pernikahannya. Ia akan menikahi cucu seorang konglomerat ternama, jadi pernikahan ini tidak boleh terlihat biasa biasa saja. Meskipun Bastian bukan cucu langsung dari Altair Orion, tetap saja.. Ini pernikahan yang akan membuatnya naik level dalam pergaulan tingkat tinggi. Namun, selama menjalani hubungan dengan Bastian. tidak sekalipun ia bertemu dengan kakek jauhnya itu. Berdasarkan cerita Bastian, hubungannya dengan Altair Orion memang tidak terlalu akrab. Menurutnya, Altair selalu menjaga jarak dan lebih sering bicara soal bisnis semata. Jadi mereka tidak terlalu akrab secara hubungan personal. Bahkan, rumor yang beredar mengatakan kalau peran serta keluarga Aldebaran dalam Orion Group akan segera digantikan dengan tenaga profesional. Keluarga Aldebaran tetap mendapatkan haknya atas saham. Namun, apakah masih terlibat dalam manajemen atau tidak? Entahlah... Jayanti sedikit khawatir. Bagiamana kalau memang peran Keluarga Aldebaran ini digantikan oleh tenaga profesional. Ia tidak mau itu. Jabatan Bastian sekarang begitu bergengsi. Ia akan malu kalau sampai suatu saat Bastian tidak lagi menjadi CEO Orion Entertainment. Sepertinya, aku dan Bastian harus semakin mendekatkan diri pada Altair Orion. Tiba tiba saja, Jayanti memikirkan sebuah ide. Ia pun menghubungi Bastian. Bastian, "Halo." Jayanti, "Aku ada ide? Apa mungkin malam ini kita menemui kakek jauhmu itu? Altair Orion." Bastian, "Tidak semudah itu menemui Kakek Alta." Jayanti, "Kamu belum mengenalkanku padanya. Tidak ada salahnya kita berkunjung bukan?" Bastian, "Berkunjung tidak salah. Tapi, Kakek Alta tidak menyukai kunjungan mendadak." Jayanti, "Kamu coba dulu tanya. Menurutku, dengan rumor beredar soal tenaga profesional itu, kita harus mendekati Altair Orion. Dan aku akan membantumu." Bastian terdiam, "Aku coba." Jayanti, "Semoga bisa malam ini. Jadwalku kosong, jadi aku leluasa. Tapi kapanpun, kalau demi Altair Orion, aku akan menyesuaikan jadwalku." Bastian, "Aku harus kontak Enif dulu. Nanti aku kabari lagi." Jayanti menutup teleponnya dengan perasaan senang. Semoga saja, malam ini aku bisa bertemu Altair Orion.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD