Dalam keheningan malam yang pekat, Maya duduk di tepi jendela apartemennya, mengamati kerlip lampu kota yang seakan berbicara dalam bahasa cahaya. Malam yang membungkusnya terasa begitu sunyi, seakan menggenggam hatinya dalam cengkeraman dingin yang tak terelakkan. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar, mengiringi alunan pikirannya yang melayang jauh, menembus batas ruang dan waktu. Pikirannya kembali ke masa ketika dia pertama kali bertemu dengan Aksa. Laki-laki dengan senyum hangat yang mampu mencairkan kebekuan di hatinya. Ketika mata mereka bertatapan, Maya merasakan percikan kecil kebahagiaan, sebuah harapan akan kehadiran yang bisa mengisi kekosongan yang selama ini ia rasakan. Setiap kata yang keluar dari bibir Aksa, setiap tatapan yang penuh kelembutan, seakan menjanjikan k