"Meliiiii.... meli.. meli... sumeli sialaaann ..!!!" cecar Elvin sambil melempari Meli yang baru masuk kamarnya pagi-pagi buta dengan bantal sofa.
"Apan sih lo kak? PMS ya?" gelak Meli yang berhasil menangkap salah satu bantal yang mengincar kepalanya.
"Kayaknya lain kali gue harus bawa lakban kemana-mana deh." dengus Elvin setelah menyesap caramel pesanannya.
"Ngapa gitu?"
"Buat nyumpel mulut laknat lo nyai." sembur Elvin dengan wajah penuh kesal.
"Kenapa sih lo kak? Pagi-pagi udah ngomel kayak perawan kurang jatah."
"Tuh kan mulutnya kumat lagi." Elvin menggerakkan tangannya seolah mencubit bibir Meli yang kadang-kadang memang tak memiliki rem.
"Semalem lo inget gak abis buat dosa apa sama gue?" cecar Elvin sambil menyilangkan kedua tangan didepan dadà.
"Kayaknya semalem mulut gue sopan-sopan aja deh." gadis bernama lengkap Melisa Sukoco itu memanyunkan bibirnya.
"Lo inget gak, pas di cafe deket pantai Sanur, lo bilang apa ke gue?"
"Apa yaa?" Meli mengusap telunjuknya kebawah dagu seraya berpikir.
"Mulut lo lancar banget ngatain gue jomblo akut dan jendes baper kan?"
"Gue gak ngatain kak, itu kan kenyataan. Gimana sih Bu boss?" Meli tergelak tak perduli.
"Anjìr lo Melisa... Masalahnya, elo ngomong gitu didepan orang yang tidak tepat."
"Siapa maksud lo kak?"
"Cowok yang duduk sama gue semalem tuh Ervan Mel, Ervano Bhalendra. Dan cafe itu juga punya dia ternyata."
"Cius lo kak???" Meli menutup mulutnya dengan gaya berlebihan.
"Kalo gak serius ngapain gue ngomel pagi-pagi gini." dengus Elvin. "Dan gara-gara kalimat laknat lo itu, Ervan ngejar gue dengan banyak pertanyaan seputar perceraian gue sama mas Rega." lanjut Elvin masih berapi-api.
"Terus?" selidik Meli penasaran.
"Dia nganter gue sampe lobby hotel." jawab Elvin mulai menurunkan suaranya.
"Terus?"
"Dia pinjemin gue jaket biar gue gak kena angin malam."
"Terus?" tanya meli makin tak bisa menutupi rasa keingintahuannya.
"Dia berencana dateng ke seminar besok, pas gue jadi pembicara."
"Woooah... Binggo..!!!!" Melisa bertepuk tangan kegirangan, sampai ia lupa bahwa ekspresi wajah Elvin tak sebahagia dirinya.
"Tapi.. " Elvin menggantung kalimatnya.
"Tapi?" Meli kembai duduk dihadapan Elvin, menatap seniornya itu dengan tatapan menghunus.
"Dia mau ngajak mbak Irina.." Elvin mengambil nafas panjang lantas menghembuskannya perlahan. "Istrinya." sambungnya seraya menunduk lesu.
"Whoaah... Mampus Lo kak Vin, alamat makin tersayat-sayat lah hati Lo besok." Meli berdecak sambil menggelengkan kepalanya.
"Itulah kenapa gue bilang elo rada bego kalau soal perasaan kak. Udah tau laki orang tetep aja elo pupuk perasaan ke dia. Siap-siap cemburu deh Lo besok." lanjut Meli lantas berdiri dengan membawa setumpuk buku yang akan dia bagikan di seminar hari pertama.
"Rese' Lo Mel, bukannya ngasih gue dukungan malah bikin anjlok mood gue."
"Bodo amat kak, gue malah pengen menyelamatkan elo sebelum elo benar-benar tenggelam sama Ervan. Dia suami orang kak, wake up dong."
"Iya.. iya gue ngerti, gak usah dipertegas lagi bisa?" dengus Elvin akhirnya ikut berdiri dibelakang Meli. Menuju ballroom hotel tempat dimana seminar hari pertama akan dibuka hari ini.
"Dah ah, kerja... kerja..." Elvin berjalan cepat demi mendahului sang asisten untuk keluar dari kamarnya.
▪️▪️▪️▪️
"Sukses itu proses. Kita gak perlu malu, kita gak perlu ragu. Ketika kita yakin apa yang mau kita lakukan, kita jalani dengan sungguh-sungguh dan fokus, pasti akan tercapai." ucap Elvin ketika menutup sesinya sebagai pembicara di seminar literasi hari kedua di ballroom Sanur Secret.
"Terima kasih mbak Elvin Eleanor, sudah hadir dan memberi banyak inspirasi. Dan seperti biasa di akhir acara, saya akan bagi-bagi buku best seller dari narasumber kita. Kali ini mbak Elvin atau yang kita kenal dengan nama pena Renjana Hati akan bagi-bagi n****+ pertama yang menjadi debutnya dalam dunia kepenulisan, yang berjudul Merindu." si pembawa acara mengangkat kedua tangannya dengan semangat, memberi isyarat pada penonton untuk ikut berdiri.
"Silahkan para penonton untuk berdiri dari tempat duduknya dan bagi 100 penonton yang beruntung, kalian akan menemukan paper bag berisi n****+ Merindu karya Renjana Hati atau Elvin Eleanor." sambung gadis cantik berambut pendek selaku pembawa acara.
Suara riuh menggema di seluruh ballroom, diiringi teriakan girang dan tepuk tangan meriah para penonton yang beruntung mendapatkan n****+ gratis dari penulis idolanya. Dua orang gadis muda naik keatas panggung dan masing-masing menyerahkan buket bunga besar pada Elvin sebagai rasa terimakasih.
Elvin membungkuk sekilas dan melambaikan tangan ke arah penonton sebelum akhirnya ia turun dari panggung. Di samping panggung sudha berdiri Meli yang menyambutnya dan siap membawakan buket bunga yang memenuhi kedua tangannya.
"Good job kak, kayaknya launching n****+ baru Lo bakalan lebih rame dari ini kalau liat antusias penonton tadi." Meli bertepuk tangan girang melihat suksesnya sesi tanya jawab yang dilakukan oleh Elvin hari ini.
"Selamat ya El, gak nyangka kalau kamu bisa sehebat ini sekarang." Suara pria yang tak asing terjaring pendengaran Elvin. Benar saja, Ervan ternyata berjalan mendekat ke arahnya begitu ia sampai di sisi panggung.
"Eh Van, jadi datang ternyata. Kirain gak jadi. Gak keliatan tadi." ucap Elvin berbasa-basi.
"Dateng dong, kapan lagi bisa ketemu penulis terkenal secara langsung." Kata Ervan membuat Elvin tertunduk, mengulum senyum dengan wajah merona.
"Ini buat kamu, sekali lagi selamat ya. Acaranya keren gini." Ervan mengulurkan buket besar dengan rangkaian mawar putih dengan tangkai panjang. Jangan lupakan juga pita besar berwarna merah maroon membungkus bagian bawahnya.
"Waah... Makasih banget ya Van, masih ingat ya kalau aku suka mawar putih." Elvin tersenyum mendapatkan hadiah specialnya hari ini.
"Kak Vin, gue duluan ya, gue ke atas pindahin bunga-bunga ini." sela Meli sebelum gadis itu menghilang dibalik pintu. Elvin hanya mengangguk mengiyakan, karena Meli nampak cukup lelah setelah mempersiapkan semua kebutuhan Elvin siang ini.
"Inget dong." lanjut Ervan singkat, ia melirik sekilas pada asisten Elvin yang juga berpamitan padanya.
"Eh.. sayang, ini Elvin Eleanor yang pernah aku ceritakan dulu. Dia si Renjana Hati itu, kamu pasti tau." lanjut Ervan sambil menoleh kearah belakang punggungnya.
Sayang??
Dan hati Elvin tiba-tiba mencelos, begitu sosok perempuan tinggi semampai dengan wajah teduh muncul disamping Ervan. Jemari kecilnya merangkul mesra lengan Ervan. Oh.. jadi ini yang namanya Irina. Istri Ervano Bhalendra.
Seketika itu juga Elvin merasa ingin menghilang ditelan bumi. Sungguh ini hal yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Satu frame dengan pria yang dicintainya, sekaligus dengan wanita yang dicintai oleh pria itu. Elvin terpaku. Ada yang menusuk-nusuk dadanya, hingga menimbulkan rasa sakitnya luar biasa.
"Hai, jadi kamu yang namanya Elvin. Dua hari lalu bang Ervan cerita kalau temannya yang penulis ada acara di hotel ini." sapa perempuan itu ramah. Ia mengulurkan tangannya ke depan Elvin untuk memperkenalkan diri.
Ah... Iya memang hanya teman.
"Aku Irina." ucapnya lagi seolah menyadari pandangan Elvin yang mendadak tidak fokus pada apapun yang ada di depannya.
"Oh.. " Elvin mengerjap sekilas. "Hai, aku Elvin."
"By the way thanks ya, tadi aku kebagian surprise nya. Pasti aku baca." Irina mengangkat paper bag dengan inisial RH di bagian depan, yang bisa dipastikan isinya adalah novelnya yang dibagikan gratis pada penonton tadi.
"Iya, semoga suka." jawab Elvin tanpa tenaga.
"Melihat para penggemarmu tadi, sepertinya aku akan suka dengan n****+ sepopuler ini." jawab Irina dengan senyum merekah.
Elvin memasang senyum palsunya, berharap pasangan di depannya ini tak menyadari ada nyeri yang tengah menyerang hatinya.
"Bie, ayo pulang. Katanya mau mampir beli rujak kuah pindang di Tukad Bilok."
Irina merajuk manja sambil mengusap perutnya, jangan lupakan juga pelukan sebelah tangannya pada lengan atas Ervan. Seolah menegaskan sekali bahwa pria disampingnya itu hanya miliknya seorang.
Tunggu, apa katanya tadi? Bie? Libie?
Bukankah itu panggilan dari Elvin untuk Ervan beberapa tahun lalu? Ervan sendiri yang bilang hanya Elvin yang boleh memanggilnya dengan sebutan itu. Tapi kini?
Ahh, sudahlah... lelaki itu berhak mengijinkan siapa saja untuk memanggilnya dengan sebutan itu. Apalagi istrinya sendiri.
"El, kami pamit duluan ya. Masih harus ke tempat lain." pamit Ervan membuyarkan lamun Elvin dari kenangannya.
"Iya Elvin, biasa lah ibu hamil lagi pengen jalan-jalan." saut Irina semakin mengeratkan pelukannya pada lengan snag suami.
"Hamil?" kata Elvin sangat lirih. Matanya tertuju pada tangan Irina yang masih mengusap perut ratanya.
"Aaah... Oke. Makasih udah mau da- datang." jawab Elvin tergeragap. Matanya memanas dan mendadak berkaca-kaca.
"Are you okay El?" tanya Ervan begitu melihat genangan air mata di pelupuk mata Elvin.
"Gak apa-apa, I'm okay Van. Kelilipan aja ini." Elvin menengadahkan kepalanya menghalau air mata yang bisa kapan
"Okay kalau begitu, kami pamit ya." ulang Ervan lantas berlalu dari hadapannya.
Elvin menunduk dalam untuk menutupi kegugupannya. Perempuan itu bingung dengan perasaan aneh yang menyusup ke dalam hatinya. Entah itu iri atau cemburu, tapi ia begitu tak suka melihat pemandangan dua sejoli yang baru saja berlalu dari hadapannya. Benar-benar definisi sakit tak berdarah yang baru sekali ini ia rasakan.
➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜
Kita ketemu lagi bulan Juli yaaa...
Love you all guys,
mbak Li ( ˘ ³˘)♥