11. Why God.

967 Words
Tiga bulan setelah bertemu dengan Azura, hidup Bunga baik-baik saja hingga pagi hari yang sangat sial bagi Bunga ini terjadi. Seperti kata pepatah kalau jodoh tidak kemana, dan mungkin memang ini yang diinginkan takdir. Bunga kembali bertemu dengan Afrain pagi ini. Skuter matic yang dikendarai Bunga tiba-tiba hilang kendali, membuatnya menabrak mobil yang sedang parkir dengan manis di pinggir jalan tertabrak olehnya. Bunga terjatuh hingga lututnya berdarah, begitu juga siku tangannya. Pria yang menjadi sopir mobil itu secepat mungkin keluar disaat seharusnya dia membawa tuannya untuk segera pergi ke tempat meeting. Afrain terdiam melihat wajah yang tengah kesakitan itu, dia menatap cemas dari dalam kaca mobil. Ingin keluar namun dia bimbang. Afrain menutup mata saat ucapan yang pernah dia ucap mampu menggetarkan hatinya. "Aku tidak ingin menambah luka dalam hidupnya. Jika memang aku dan Bunga ditakdirkan bersama, aku yakin Tuhan akan mempertemukan kami lagi." Apa benar Bunga dan dia berjodoh ? Hal itu sangat menggelikan dalam telinga Afrain namun juga dia tersenyum simpul, andai itu benar. Kecuali jika nanti takdir mempertemukan mereka lagi, maka Afrain akan benar-benar menjadikan Bunga sebagai istrinya tanpa perlu status pacar ataupun sebutan sebagai kekasihnya. Senyum yang tadi Afrain tampilkan hilang begitu saja. Dia memikirkan kata menikah dengan Bunga. Sepertinya dia belum siap untuk itu, dan ya hatinya ragu untuk kelak tidak menyakiti Bunga. Dia belum pernah berkomitmen sebelumnya, jadi bisa saja kelak dia melakukan kesalahan bukan ? Afrain tidak keluar dari dalam mobil hingga sang supir masuk kembali ke dalam mobil. "Sir, apa kita akan menuntut wanita itu?" "Tidak perlu ! Kau pergilah membawanya kerumah sakit. Gunakan kartu ku ini, aku akan menuju tempat meeting dengan taksi." Afrain memberikan perintah pada sopirnya. "Pergilah, aku akan menelponmu nanti," kata Afrain dan sopir itu menuruti kemauan tuannya. *** Setelah Bunga dan sopirnya pergi, Afrain pun keluar dari dalam mobil dengan wajah bimbang. Hingga akhirnya dia memanggil taksi dan pergi dari sana. Begitu sampai di lokasi meeting Afrain di sambut oleh semua bawahannya. Kali ini dia memang mengadakan pertemuan langsung dengan tim yang dia tunjuk untuk membuka sebuah perumahan elit di York Shire. Sepanjang pertemuan itu Afrain tidak bisa berkonsentrasi, bahkan beberapa kali dia meminta sekertarisnya mengulangi apa yang mereka bahas. Sekertarisnya sampai bingung melihat atasannya yang biasa perfeksionis itu menjadi seperti ini. Afrain mengusap dagu dan menutup mata, sepertinya dia tidak bisa menghilangkan ingatannya akan wajah Bunga. "Sial !" Umpatnya membuat semua orang terkejut. "Meeting nya kita tunda besok. Aku harus pergi sekarang !" Afrain tidak melihat siapapun dia hanya lurus menuju pintu restoran dan pergi dengan taksi menuju tempat dimana Bunga berada. Setelah menelpon sopirnya dia bisa tahu kalau Bunga sedang berada dirumah sakit, dan wanita itu akan dirawat karena demam serta tekanan darahnya yang rendah. Sebelum sampai di rumah sakit Afrain menyempatkan membeli Bunga dan buah segar. Senyumnya tercetak tanpa dia sadari saat pintu kamar rawat Bunga sudah didepan matanya. Keterkejutan Bunga adalah hal pertama yang ditangkap oleh Afrain. "Anda," ucap Bunga sambil membulatkan matanya. "Maaf karena membuat lutut dan siku mu terluka hon." Afrain dengan santainya mengecup kening Bunga dan meletakkan buah serta bunga yang ia bawa keatas nakas. "Kenapa anda bisa disini," tanya Bunga tak mengerti. "Karena kamu menabrak mobilku." Mulut Bunga terbuka dan keningnya mengkerut. Dia spontan menepuk jidat. Kenapa Tuhan mempertemukan dia dan Afrain kembali ? "Apa kau ingin meminta ganti rugi ?" "Mana ada orang yang mau minta ganti rugi namun datang membawa bunga dan buah seperti ini." "Lalu kau mau apa?" "Mau menemanimu," jawab Afrain santai. "Kenapa Bunga? Apa kau takut jatuh cinta padaku?" Bunga hanya diam, dia membuang tatapannya pada Afrain, namun rasa hangat menjalar saat tangan Afrain menyentuh lengannya. "Aku tahu ini kedengaran aneh, tapi aku juga bingung kenapa terus menginginkanmu." Bunga menatap wajah Afrain melihat keseriusan pria itu. "Saat kau pergi aku sudah mulai mengontrol kegilaan dalam diriku ini, dan mulai menjalankan hidupku seperti biasa hanya saja kurang belaian wanita." Wajah Bunga langsung berubah jijik dan Afrain tertawa. "Tapi kau tahu kenapa semua itu terjadi?" Afrain mendekatkan tubuhnya kearah Bunga membuat tubuh wanita itu otomatis mundur. "Semua itu karena dirimu, aku tidak bisa memikirkan wanita lain selain kamu." Hembusan napas Afrain membelai indah kulit wajah Bunga. Tidak ada semburat merah atau lainnya di wajah Bunga selain keterkejutan dari mata yang nyata dilihat Afrain. Sebegitu kuatnya Bunga menutup hati, pikir Afrain. "Bolehkah kamu membuka sedikit saja hati mu untukku Bunga?" Tidak ada jawaban dari Bunga selain pandangannya yang berubah, dia membuang muka dan menjauhkan tubuh Afrain darinya. "Pulanglah sir, saya ingin istirahat." Hanya itu yang didapatkan Afrain. Namun pria itu sepertinya tidak ingin menyerah. Dia sudah sejauh ini dan dia tidak akan mundur. Pantang bagi seorang Derson tidak mendapatkan apa kemauan mereka. "Aku tidak akan kemanapun, aku akan menjagamu disini, dan mulai sekarang akan menjagamu dimana pun kamu berada." Bunga mengangkat tangannya. "Cukup ! Aku sudah muak mendengar semua hal seperti ini. Please pergilah, dan jangan ganggu hidupku." Afrain menarik tangan itu dan menatap tajam netra Bunga. "Apa kau pikir aku mau mengganggumu ? Bahkan aku tidak tahu kalau kau ada di Kota ini. Dan aku bukan pria bodoh yang meninggalkan kekasihnya saat sudah merencanakan pernikahan." Bunga kembali terkejut lalu dia tertawa mengejek. "Ah orang kaya dan kebiasaannya mencari tahu masa lalu seseorang. Tapi baguslah jika anda sudah tahu semua tentang saya, dan saya minta anda pergi sekarang juga karena saya tidak punya waktu untuk mendengar semua janji bulshit dan pidato anda tentang cinta !" Afrain menghembuskan napasnya karena Bunga begitu keras kepala. Dia menarik napas lelah lalu berusaha mengontrol emosinya. Semua tidak akan berjalan lancar jika dia emosi. "Aku jatuh cinta padamu itu pasti, dan aku akan menikahimu secepatnya itu juga pasti. Aku tidak akan mengingkarinya." Afrain mengecup kening Bunga sekali lagi lalu pergi dari kamar rawat itu. Ruangan VVIP yang sengaja Afrain berikan untuk Bunga, wanitanya yang enggan membuka hati untuknya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD