18 :: She's Gone ::

878 Words
Helikopter Afrain pun sampai di Yorkshire. Mencari landasan yang luas sesuai perintah Afrain. Pria itu tidak ingin membuang-buang banyak waktu, karena baginya penting melihat wajah Bunga dan menjelaskan semua ini secara langsung. Begitu turun dari mobil yang membawanya kerumah Bunga, Afrain langsung mengetuk pintu rumah itu. Afrain dapat melihat sepertinya Bunga ada didalam sana, dan dia terus mengetuk pintu itu, tidak memperdulikan beberapa orang yang lewat melihatnya. "Bunga, please open the door. Please Bunga," kata Afrain dengan napas yang memburu. "Aku tahu kamu ada didalam, bisakah kita bicara sebentar ?" Bunga masih tidak membuka pintu rumahnya. Apa yang diduga Afrain benar. Wanita yang dia cintai itu ada didalam sana, berpelukan dengan guling dan ditemani temaramnya lampu kamar. Dia menulikan telinganya untuk mendengar apa yang Afrain katakan dan ketukan-ketukan pintu membuat dadanya semakin bergemuruh, memaksa Bunga untuk membuka pintu itu lalu memeluk Afrain. Tapi Bunga enggan melakukannya, karena dia takut akan ditinggalkan oleh Afrain dikemudian hari. Dia takut untuk kembali masuk dalam zona nyaman antara hubungannya dan Afrain. Takut untuk meneruskan pintalan benang yang sudah separuhnya meraka jalin. "Bunga, aku tahu kamu mendengar ini." Bunga terkejut karena suara Afrain tepat berada di jendela kamarnya. "Keluarlah sebentar dan kita berbicara," kata Afrain pelan namun mampu Bunga dengar dengan jelas. Afrain menarik napasnya lelah, dia tidak menyangka semua rencana indahnya kacau seperti ini. "Bunga memang benar aku pria yang b******k dulunya. Aku memiliki banyak teman kencan." Afrain mengakui semua keburukannya dengan jujur untuk Bunga. "Namun bukan berarti aku tidak mencintaimu dan aku hanya bermain-main dengan kata akan menikahimu. Sungguh, aku sangat ingin menjadikanmu istriku." Bunga yang mendengar apa yang Afrain katakan hanya diam meski darahnya berdesir mendengar itu semua. "Setelah apa yang aku katakan maukah kau menerima masa laluku ? Maukah kau memaafkan semua salah ku ?" "Bunga tolong jangan diam saja !" Afrain mulai kehabisan cara dan dia sangat kesal pada dirinya sendiri. Diketuknya jendela kamar itu tiga kali lalu mengatakan satu kalimat. "Bunga aku sudah mengatakan semuanya, jika kau tidak bisa menerima masa laluku maka aku tidak bisa berbuat lebih. Tapi asal kau tahu, aku benar-benar mencintaimu hingga menjadi setolol ini. Mengetuk-ngetuk pintu seperti seorang suami yang diusir oleh istrinya karena pulang larut malam dengan keadaan mabuk. Berbicara di jendela kamar seolah aku adalah pria pinggir jalan yang memiliki kelainan jiwa. Apa kau tahu tetanggamu saat ini menatapku dengan aneh ? Bahkan diantaranya merekam aksi ku." Bunga tanpa sadar tersenyum dengan apa yang Afrain katakan dengan panjang lebar. "Jika kau tersenyum maka ayolah suruh aku masuk. Disini sangat dingin dan aku lupa memakai mantel hangat ku." Afrain berbohong, dia buru-buru membuka mantel hangat yang ia kenakan lalu menyembunyikannya dibelakang rumah Bunga. Saat dia ingin kembali kearah jendela, dia mendengar suara kunci pintu dibuka. Afrain buru-buru menuju pintu rumah. Saat Bunga keluar dari dalam rumah beberapa orang yang menyaksikan aksi Afrain memberikan tepuk tangan dan sorak bahagia. Afrain melambaikan tangannya kepada orang-orang itu lalu masuk karena Bunga menarik tangannya. "Apa yang kau lakukan ?" tanya Bunga frustasi. Dia tidak menyangka ada banyak orang disekitar rumahnya yang memang terletak di pinggir jalan. "Membuat mu untuk tidak menjauh dariku." Afrain memeluk Bunga, rasanya seolah ketakutan Bunga sirna dan mimpi yang dia idamkan kembali hadir. "Kau benar mencintaiku ?" tanya Bunga ragu. "Jika ada alat tes kejujuran disini aku bersedia melakukannya sekarang juga, atau kita pergi besok ke kantor kepolisian mereka mungkin mau membantu ku mengatakan kejujuran padamu atau____," kalimat yang ingin keluar lebih panjang lagi dari mulut Afrain ditahan Bunga dengan tatapan dan juga telunjuk Bunga yang mendarat sempurna dibibir Afrain. Posisi mereka saat ini membuat Afrain berharap ada seseorang yang mengabadikannya. "Cukup katakan jika kau mencintaiku." Pikiran m***m Afrain berganti dengan keseriusan yang hadir dalam jiwanya. "I love you Bunga Humaira. I love you," kata Afrain dan mengalun indah hingga sampai kehati Bunga. Airmata jatuh begitu saja ke pipi Bunga membuat Afrain sadar dari sosok bidadari yang dia lihat tadi. "Hei, why you crying ?" Afrain menghapus lembut airmata itu dia semakin erat memeluk pinggang Bunga. Bunga meraih tubuh Afrain untuk dia peluk, dia merasa sangat konyol karena selama ini hanya memikirkan masa lalunya yang tidak bisa dia banggakan itu. Malah dia hampir mengacaukan rencana pernikahannya sendiri. "Kau mau memaafkan masa lalu ku ?" Bunga mengangguk dalam pelukan Afrain. "Kau mempercayaiku ?" Lagi Bunga mengangguk dan dia mengurai pelukan mereka. Menatap wajah Afrain dan kedua bola matanya. Satu tangan Bunga meraih rahang Afrain. "Maafkan aku ya," gumamnya dengan hidung merah dan mata sembab. "Maaf karena aku menjadi egois." Afrain tersenyum lembut kembali meraih Bunga dalam pelukannya. "Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu Bunga. Aku akan selamanya menjeratmu dalam hidupku. Aku bersumpah akan hal itu." Bunga tertawa kecil, merasa lega akhirnya kisahnya tidak menjadi buruk seperti yang sudah dia khawatirkan. Dia percaya Afrain mencintainya, hanya saja dia perlu menata ulang rencana pernikahan mereka. Karena dia akan disisi Afrain untuk menguatkan pria itu dari kasus yang dia hadapi. Yah,.. walau sepertinya Afrain tidak terlalu perduli dengan kasus yang sedang dia hadapi. Karena bagi Afrain menahan Bunga untuk tetap disisi nya itu jauh lebih penting. Bunga adalah sesuatu yang dia impikan sedari dulu. Wanita dengan keteguhan hati yang kuat, juga cantik dan seksi tentunya. "Hon," gumam Afrain saat mereka sudah tidak lagi berpelukan. "Hem," jawab Bunga singkat. "Bolehkah aku dapat satu kecupan?" Tbc ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD