Ben terkejut Raditya Putra mendatangi markasnya. Ia membawa senjata tajam yang disandang di punggungnya. Ia berteriak lantang menyebut nama Ben. “Ben, keluar lo!” teriaknya, urat-urat leher terlihat bermunculan. Pintu markas terbuka, Ben keluar sambil menyilangkan kedua tangannya. Cuaca hari ini cukup panas, ia bisa melihat kening Raditya dipenuhi peluh sebesar jagung. “Apakah begitu caramu bertamu?” tanya Ben santai. Ia sedikit memiringkan wajahnya, menatap lekat wajah pria dihadapannya. Raditya mendengkus kesal. Ia balas menatap tajam wajah Ben. “Di mana Nayla? Gua tau lo cuma modus. Gua gak sebodoh itu, dari awal gua udah curiga. Mana ada seorang pembunuh mau melindungi targetnya!” Ben tersenyum miring. Ia tak habis pikir mengapa pikiran pria itu begitu naif. Namun Ben membiarkan