Bab 1

1496 Words
Gadis cantik dengan rambut hitamnya yang tergerai hingga pinggang dan mengenakan dress putih selutut berlengan pendek serta heels putih yang membuat kakinya terlihat jenjang dan cantik. Gadis itu berjalan dengan langkah santai menuruni tangga rumahnya sambil mengetik sesuatu di handphonenya, mengabari temannya bahwa dia sudah akan berangkat ke tempat janjian mereka. "Anjani Cicilia Rahid, mau kemana kamu?" Gadis itu segera menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan seseorang yang memanggil namanya. Gadis yang biasa dipanggil Cici itu memutar bola matanya sambil menatap kesal ke arah ibunya yang saat ini menatapnya dengan tajam. "Ada apa sih ma? Aku cuma mau keluar ketemu Raras." "Kamu mau ketemu Raras atau mau nambah masalah baru lagi, hah?" Cici mendengus kesal mendengar ucapan Mamanya. "Ma, aku ini udah 25 tahun, bukan anak kecil lagi." "Umur kamu itu emang udah dewasa, tapi tingkah kamu itu masih kekanak-kanakan Ci. Mama saja masih malu untuk keluar rumah sampai sekarang, enak banget kamu udah mau keluar-keluar aja." Cici berjalan ke arah Sofa yang berada di ruang tengah rumahnya dan duduk di samping Mamanya. Wanita paru baya yang masih terlihat cantik hanya dengan beberapa uban di surai rambutnya menatap putri tunggalnya ini dengan tatapan tajam. Melihat tatapan mamanya membuat cici kembali mendengus kesal sambil memutar kedua bola matanya. "Ma, plis deh aku udah seminggu diam di rumah terus. Toh masalahnya udah selesai, mau sampai kapan aku kaya tahanan yang cuma diem di rumah aja?" ujarnya sedikit kesal. "Kamu pikir Mama juga gak bosen diam di rumah aja selama seminggu ini? Mama juga mau keluar dan kumpul bareng teman-teman mama, tapi karena masalah kamu kemarin, mama jadi malu mau keluar rumah karena semua temen mama pasti nanyain kasus kamu mulu." Cici memijit pelipisnya pelan. Ia sungguh merasa jengah mendengar ocehan mamanya yang sama saja selama seminggu ini. Karena kasus yang menimpanya seminggu yang lalu, dia harus terkurung di rumah seperti seorang tahanan. Niat awal ingin bersenang-senang bersama teman-temannya di club malam, Stesi salah satu kenalan yang selalu merasa iri padanya malah menjebaknya dan memasukkan nark*ba ke dalam tasnya. Tentu saja hal ini menjadi topik dan perbincangan hangat hampir di semua acara berita di Indonesia. Mengingat dirinya adalah putri dari salah satu konglomerat di Indonesia Andi Wiguna Rahid dan mantan aktris ternama Indonesia Dewi Antari. "Terus Mama maunya apa? Toh masalah itu udah terjadi dan aku gak punya kekuatan untuk mengubah masa lalu. Yang penting udah terbukti aku gak mengonsumsi Nark*ba." Merasa kesal dengan jawaban putrinya mantan aktris yang sudah pensiun itu memukul keras lengan anaknya hingga gadis itu berteriak kesakitan. Cici terlihat mengelus lengannya yang memerah akibat pukulan kuat dari wanita yang melahirkannya ini. "Kamu tuh ya, orang tua ngomong gak pernah didengerin. Untung ada Erlan yang berusaha nyelesain kasus kamu, kalo enggak sekarang kamu masih ditahan sama BNN tau gak." Cici menghembuskan nafasnya keras mendengar nama yang paling malas didengarnya itu diucapkan mamanya dengan penuh rasa bangga. Mendengar nama mantan tunangannya yang merupakan anak angkat kesayangan orangtuanya serta putra kandung dari asisten pribadi dan orang kepercayaan Papanya om Arseno Mega benar-benar membuat moodnya jatuh sampai ke inti bumi. "Udah deh ma, aku capek denger ocehan mama dari tadi. Aku cuma mau pergi ketemuan sama Raras di restoran sambil ngobrol-ngobrol. Aku nggak akan buat masalah seperti yang mama takutkan." Cici segera berdiri dari sofa hendak kembali berjalan keluar rumah. "Oke kamu bisa pergi. Tapi pake sopir" Cici langsung berbalik dan menatap kesal mamanya. "Aku bisa nyetir sendiri ma. Ngapain make sopir?" "Make sopir atau nggak boleh pergi sama sekali!" ancam wanta paruh baya tersebut. Cici menghentakkan kakinya sambil berjalan dengan kesal keluar rumah. ***** Setelah tiga puluh menit perjalanan mobil berhenti di salah satu restoran mewah yang ada di Jakarta. Cici keluar dari mobil sambil mengenakan kacamata hitamnya. "Langsung balik aja Pak. Temen saya bawa mobil, nanti saya balik sama dia aja." Ujar Cici pada sopir yang mengantarnya sebelum benar-benar keluar dari mobil. Cici berjalan dengan anggun memasuki restoran sambil sesekali meringis melihat tatapan mata orang-orang padanya. Tentu saja Cici tahu tatapan itu ditujukan karena kasusnya yang terjadi kemarin. Walau dirinya terbukti tidak mengkonsumsi nark*ba dan dijebak oleh temannya, fakta bahwa dirinya pergi ke club malam tetap menjadi bahan perjulidan netizen maha benar di Indonesia. Mengabaikan tatapan orang-orang, gadis itu memilih terus berjalan memasuki restoran. Dirinya adalah Anjani Cicilia Rahid, putri dari Andi Wiguna Rahid salah satu pengusaha kaya di indonesia dan salah satu yang tersukses di Asia, dirinya tentu tidak perlu merasa terintimidasi oleh tatapan orang-orang padanya. Setelah masuk ke dalam restoran, gadis itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran kemudian tersenyum tipis saat menemukan orang yang dicari. Gadis berambut warna coklat tua sebahu terlihat sedang sibuk dengan handphonenya duduk di meja paling sudut. "Eh udah sampe," ucap gadis berambut coklat tersebut saat Cici sudah duduk di hadapannya dengan wajah cemberut. "Sepet amat tuh muka." Gadis itu menatap kesal sahabatnya yang bernama Raras. Mereka sudah bersahabat dari jaman SMA dan Raras merupakan satu-satunya sahabat yang paling dekat dan paling dipercaya Cici. "Lo tahu, mau kesini aja gue harus debat dulu sama nyokap," ujar Cici kesal sambil melipat tangannya. Raras tertawa mendengar perkataan temannya ini. "Ya iyalah. Nyokap lo pasti masih trauma sama kasus kemarin paling." "Kesel gue. Kasus itu udah beres, gue juga gak bersalah dan hasil tes gue negatif, terbukti gue nggak mengkonsumsi nark*ba. Tetep aja Mama gue gak berhenti bawel tiap hari." Raras menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya ini. Sambil mendengarkan ocehan sahabatnya gadis itu memanggil pelayan agar datang ke meja mereka untuk memesan makanan. Saat pelayan datang keduanya sibuk menyebutkan pesanan masing-masing. "Lo tahu, karena kasus ini orang tua gue makin membangga-banggakan si cowo papan," ujar Cici saat pelayan sudah berlalu dari meja mereka. Raras menatap Cici bingung, "maksudnya si Erlan mantan tunangan lo itu?" "Ya siapa lagi cowo kebanggaan orang tua gue kalo bukan dia" "Ya elah, lo tuh harusnya terimakasih sama mantan tunangan lo itu. Kalau bukan karena dia lo mungkin sekarang masih tidur di rumah tahanan BNN tahu gak." Sebelum cici bisa membalas perkataan Raras, pelayan datang mengantarkan makanan mereka. Keduanya pun memilih diam dan tidak melanjutkan obrolan mereka hingga pelayan pergi. "Btw kenapa sih banyak amat panggilan lo buat dia. Cowo robot, kulkas berjalan, kain abis disetrika, muka tembok, eh sekarang cowo papan. Sih Erlangga itu ganteng tahu, mukanya itu cool-cool gimana gitu. Gue kalo di deketin sama dia kayanya mau deh." Cici menunjukkan ekspresi mau muntah mendengar ocehan Raras yang berisi pujian-pujian tentang cowo papan itu. "Percuma ganteng, fisik bagus kalo kelakuannya dingin kaya kutub utara. Dia tuh cowo nyebelin yang kaku dan jarang ngomong, tapi sekalinya ngomong nyelekit banget kaya pisau abis diasah. Deket-deket sama cowo kaya dia itu bisa buat umur kita tuh berkurang tahu gak." Raras tertawa mendengar perkataan Cici yang menggebu-gebu. Kedua gadis itu pun memilih menghentikan obrolan mereka dan menyantap makanan mereka yang ada di meja saat ini. Saat sedang sibuk menikmati makanannya Raras memukul pelan tangan Cici sambil menunjuk ke arah di belakangnya. Merasa penasaran Cici melihat ke arah yang ditunjuk oleh Raras. Di sana terlihat tiga orang pria dengan setelan jas dan seorang wanita baru keluar dari private room yang ada di restoran tersebut. "Umur panjang mantan tunangan lo. Baru juga diomongin eh nongol orangnya. Ya ampun Ci ganteng banget dia, masang muka serius gitu malah makin ganteng." Cici memandang kesal ke arah Raras sebelum kembali menatap ke arah pintu Private Room. Disana Erlan terlihat berjalan bersama Feno yang merupakan sahabat sekaligus sekretarisnya serta ada dua orang lagi yaitu seorang pria paru baya dan seorang wanita yang dia duganya sebagai sekretaris dari pria paru baya yang sepertinya klien Erlan. Mantan tunangannya itu terlihat paling kokoh, dirinya bahkan bisa melihat otot-otot yang dibalut setelan formalnya. Rahangnya tegas dengan hidung tinggi serta dagu yang runcing, kulitnya coklat sawo matang. Fisiknya sangat berbeda jauh jika dibanding saat pertama kali mereka bertemu. Cici akui wajah tampan Erlan bisa membuat wanita manapun bertekuk lutut termasuk wanita yang dari tadi berdiri di dekatnya dan terus menatap padanya. Erlan terlihat menyalami kliennya sebelum akhirnya pria paru baya itu berjalan duluan keluar dari restoran bersama sekretaris wanitanya. Cici segera memalingkan pandangannya saat menyadari pandangan Erlan tertuju padanya. Setelah berbisik sebentar pada sekretarisnya yang dibalas anggukan kemudian segera keluar dari restoran, Pria itu segera berjalan mendekati meja Cici dan Raras. "Kamu sudah dari tadi disini?" tanya Erlan setelah sudah berdiri di samping Cici. "Nggak liat makanan kita belum berkurang banyak? tandanya kita belum lama disini," jawab Cici ketus Berusaha tidak menanggapi nada ketus dari gadis itu, Erlangga segera menatap jam tangan di lengan kanannya. "Kamu dengan siapa kesini? Saya masih ada waktu 30 menit sebelum harus kembali ke kantor, biar saya antar kamu pulang terlebih dahulu." "Nggak usah. Habis makan gue sama Raras mau jalan-jalan ke mall dulu." Mendengar Jawaban Cici membuat Erlangga memasang wajah seperti tidak terima. "Kenapa? Lo mau ikut-ikutan kaya mama nggak ngizinin gue keluar rumah lama-lama. Udah seminggu gue nggak keluar rumah, gue bukan tahanan." Erlan menghela nafasnya. "Baiklah, kalau begitu saya kembali ke kantor dulu." Cici hanya mengangguk tanpa menatap ke arah Pria yang berbicara dengannya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD