Italia

1797 Words
Pagi-pagi rumah Alvin dan Anika sudah heboh karena mereka berdua hari ini akan pergi berbulan madu. Bulan madu dimata kedua keluarga mereka tapi bagi Alvin dan Anika sendiri ini adalah liburan sejenak setelah banyak peristiwa dan kejadian yang harus mereka lewati. "Udah siap semua Vin?" tanya Binar memastikan. Alvin mengangguk. "Udah Bun," jawab Alvin singkat. Binar memeluk Anika. Anika harapan Binar untuk mengembalikan anak laki-lakinya yang hilang karena kehilangan wanita yang ia cintai. Binar sungguh berharap Alvin dan Anika bisa semakin dekat selama berada di Italia. "Selamat berbulan madu ya Nik. Pulang bawain bunda cucu ya," ucap Binar penuh harap. Anika merona merah mendengar permintaan Mertuanya itu. "Doain aja ya Bun," Binar mengangguk. "Bunda selalu mendoakan kalian," "Ya sudah sana berangkat nanti kesiangan," ucap William kali ini. Alvin dan Anika pun bergegas berangkat menuju Bandara. Selama dimobil Alvin sibuk dengan ipadnya. Anika memandang Alvin sejenak dan kembali menatap jalanan. Anika sudah terbiasa diabaikan Alvin yang sibuk dengan dunia pekerjaannya. Anika sedang melihat jalanan ketika HPnya bergetar. Sebuah pesan w******p masuk. Dion : Hai. Sudah berangkat ke Bandara? Anika : Hai Mas, sudah Mas. Ini dijalan. Dion : Hati-hati dijalan. Aku mau jalan ke club. Anika : Emang club buka ya pagi-pagi gini? Dion : Tentu enggak Anika. Aku janjian sama supplier Bir disana, Anika : Hehehe. Maaf aku kan nggak tau Dion : Ckckck. Kamu ini terlalu polos Anika tertawa kecil. Anika mana tau club buka jam berapa. Anika tidak pernah berniat pergi kesana dan club rasanya bukan tempatnya. Anika senang memiliki teman baru seperti Dion setidaknya Dion berhasil membuatnya sedikit lebih hidup dengan percakapan mereka. Alvin yang berada disisi Anika penasaran mendengar tawa kecil Anika dari ujung matanya Alvin bisa melihat Anika tengah menatap HPnya. Alvin sedikit banyak penasaran apa yang membuat Anika tertawa. Alvin menatap Anika. "Kamu kenapa?" tanya Alvin penasaran. Anika menoleh kearah Alvin. "Eh? Oh, ini Mas Dion lucu. Dia bete kayaknya aku tanya club emangnya buka pagi-pagi gini," Alvin mengerutkan keningnya. "Club mana ada yang buka pagi-pagi gini," Anika terkekeh. "Ya aku kan mana tau Mas. Lagi Mas Dion bilang lagi dijalan mau ke club," "Oh mungkin dia ada janji sama suppliernya di club," ucap Alvin menebak. "Iya benar. Mas Dion bilang sama aku," Alvin menggelengkan kepalanya dan kembali menatap ipadnya namun pikirannya tidak berada disini. Alvin menerka-nerka sedekat apa hubungan Dion dan Anika kini tapi semakin diterka semakin terasa tidak nyaman. Menggelengkan kepalanya mencoba kembali fokus pada ipadnya dan mobil mereka pun terus melaju menuju bandara. “Woahhh!” Anika natap sekelilingnya dengan mata berbinar. Alvin dan Anika sudah sampai di Bandara di Italia. Salah satu negara favoritenya karena disana Anika bisa menemukan pasta dimana-mana dan bisa memakan pasta, keju, steak dari seharian penuh karena Italia adalah rumah bagi pecinta pasta, keju dan steak tentunya. “Kita ke hotel lalu makan siang. Kamu mau makan apa?” tanya Alvin sambil menunggu kopernya dari bagasi. “Pasta!” jawab Anika dengan semangat dan mata berbinar menatap Alvin. Alvin tertawa melihat tingkah laku Anika yang seperti anak kecil dan Anika sendiri terpana melihat pertama kali Alvin tertawa saat bersamanya. “Mas, ketawa?” ucap Anika dengan wajah kaget. Alvin langsung kembali merubah wajahnya datar. “Memangnya kenapa kalo saya ketawa?” Anika menggeleng sambil menampilkan deretan gigi putihnya. “Gak apa-apa. Gak apa-apa,” Malaikat dalam diri Anika berbisik “Jangan buat masalah Anika, kamu baru sampai di Italia,” sedangkan Iblis dalam diri Anika pun berbisik “Cuekin aja Anika, kalo dia ngeselin ya cuekin aja!” “Jangan melamun! Bawa koper kamu sendiri!” ucap Alvin dengan nada ketus. Anika mendengus kesal. Anika akan mengikuti kata Iblis dalam dirinya. Cuekin aja Anika! *** “Cuma satu kamar?” Anika kembali dibuat syok karena hadiah yang mereka terima ternyata benar-benar paket bulan madu. Anika masih harus satu kamar dengan Alvin walaupun tidak ada orang tua atau mertuanya? Oh tentu tidak bisa! Cukup dua minggu mereka tidur bersama dalam satu kamar. Selama di Italia mereka harus tidur terpisah! “Mas, kamu pesan kamar lagi sana. Selama disini kita tidur terpisah!” “Kamu pikir hotel ini bisa booking kamar sesukamu. Kamar dihotel ini kalau tidak booking dari jauh-jauh hari mana dapat,” Anika menepuk jidatnya. Anika lupa ini adalah salah satu hotel terbaik di Italy mana mungkin bisa menginap disini kalau tidak booking dari jauh-jauh hari. “Kita keluar makan. Kamu perlu ganti baju dulu atau mau langsung cari makan?” Anika mengerutkan alisnya. Anika menatap dirinya sendiri. Hari ini Anika memakai terusan dengan panjang sedikit diatas lutut berwarna coklat lengan pendek yang pas ditubuh mungilnya. Kenapa harus ganti baju dulu? Memang ada yang salah dengan pakaian gue? “Jangan banyak berfikir. Cepat aku sudah lapar,” Anika mendengus kesal. “Ayo berangkat,” Anika dan Alvin pun berangkat ke sebuah restoran yang terkenal di Italia. Beruntung restoran itu jaraknya tidak begitu jauh dari tempat mereka menginap jadi mereka memutuskan untuk pergi dengan berjalan kaki. Akhirnya setelah sampai Alvin dan Anika pun masuk dan mencari meja kosong kemudian Alvin memanggil seorang pelayan yang mencatat pesanan Anika sepiring fettucine aglio olio sementara Alvin memesan steak. Alvin menggelengkan kepalanya melihat tingkah absurd Anika. Sepiring pasta aja bisa bikin dia sebahagia itu? Anika menikmati pastanya dan Alvin menikmati Steak pesanannya. Keduanya makan dengan lahap karena memang sudah waktunya jam makan siang. “Selesai dari sini mau kemana?” tanya Alvin sebelum menyuap steak ke dalam mulutnya. “Balik hotel aja dulu Mas. Aku masih capek. Istirahat dulu baru besok kita pikirin lagi gimana?” Alvin mengangguk menyetujui ucapan Anika dan kemudian kembali focus dengan makanannya. Keduanya pun selesai menyantap makanan mereka dan kini sedang menikmati ice cream pencuci mulut. “Mas, Mas Dion mau nyusul boleh?” “Kamu masih kontekan sama Dion?” Anika mengangguk sambil menjawab “Masih,” “Kapan dia mau nyusul?” “Ehmmm... Setelah kerjaannya selesai katanya,” Alvin pun hanya diam tidak merespon apapun. Setelah sekian lama tidak mendengar Anika menyebut nama Dion kenapa kali ini rasanya aneh ketika Alvin mendengar nama Dion keluar dari mulut Anika. “Anika,” Anika mengangkat wajahnya dan menatap Alvin. “Menurut kamu mungkin nggak kita jadi pasangan suami istri seperti mereka?” ucap Alvin dan matanya terpaku pada sepasang suami istri yang tengah menggendong seorang bayi. Anika mengikuti arah pandangan Alvin dan tertegun. “Maksud Mas?” “Mungkin nggak kita hidup seperti mereka? Tersenyum satu sama lain dan memandang bayi kecil dalam pelukan kamu dengan tatapan bersyukur seperti itu,” Bibir Anika kelu. Jelas jawabannya tidak mungkin karena dari awal saja Alvin sudah memberi garis pembatas yang jelas diantara mereka berdua. Anika tersenyum pilu. “Tidak mungkin dengan kondisi kita sekarang Mas. Mungkin kalau dulu kita sama-sama mau belajar mencintai, mungkin kita bisa seperti mereka. Tapi untuk kondisi kita sekarang jelas nggak mungkin,” ucap Anika dengan suara lirih. Alvin teringat kata-kata Dion terakhir setelah Dion mengatakan bahwa Dion akan mendekati Anika. “Loe tau Vin, hal yang paling menyeramkan adalah kebiasaan. Ketika loe uda terbiasa hal itu ada dan melekat dalam diri loe. Tanpa loe sadari hal itu akan masuk dan mengakar dalam kehidupan loe. Semakin lama kebiasaan itu loe pupuk maka semakin terasa saat kebiasaan itu loe hilangkan,” Dua bulan menikah dan dua minggu Alvin dan Anika tidur dalam satu kamar yang sama membuat Alvin semakin terbiasa dengan keberadaan Anika. Tanpa Alvin sadari, Alvin mulai mengetahui kebiasaan dan apa yang Anika sukai dan apa yang Anika tidak sukai. Alvin hafal betul kalau Anika saat akan tidur pasti akan memakai selimut hingga menutupi lehernya namun ketika sudah tidur Anika tanpa sadar akan menendang selimut itu hingga Anika tidur tanpa ditutupi selimut. Alvin tau betul kalau Anika membenci wortel. Anika akan menyisihkan wortel yang berada dipiringnya atau jika ia sedang malas maka Anika lebih memilih tidak memakan makanan itu. Alvin tidak sadar keberadaan Anika mulai menyita perhatiannya dan seperti yang Dion bilang. Hal yang paling menyeramkan adalah kebiasaan. Semoga Alvin kedepannya tidak terjebak dalam kebiasaannya dengan kehadiran Anika dan tidak salah mengartikan kebiasaannya itu. Anika memandang Alvin yang kini yang masih menatap ke arah pasangan tadi walau pasangan itu sudah tidak ada ditempatnya. Anika menyadari Alvin sedang melamun. Anika akhirnya memberanikan diri menyentuh lengan Alvin untuk menyadarkan Alvin dari lamunannya. “Mas,” Alvin terkesiap dan menatap Anika. “Udah selesai makannya?” Anika mengangguk. Alvin pun memanggil pelayan dan membayar pesanan mereka. Setelah membayar pesanan mereka, keduanya pun berjalan santai kembali ke hotel tempat mereka menginap. Alvin dan Anika pun kembali ke kamar mereka. Alvin memilih duduk di depan TV sambil mengecek ipadnya sementara Anika masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur. Ya, Anika butuh tidur karena tidur di dalam pesawat itu sangat tidak nyaman dan terlebih Anika takut jika saat ia tidur terjadi sesuatu dengan pesawat yang ia tumpangi. Alvin masih focus dengan ipadnya ketika mendengar HP Anika yang berada di nakas bergetar. Awalnya Alvin mengabaikan getaran HP Anika namun HP Anika kembali bergetar untuk kedua kalinya sehingga Alvin pun beranjak untuk melihat siapa yang menghubungi Anika. Alvin takut kalau orang tua atau mertuanya lah yang menghubungi Anika. Namun dugaan Alvin salah. Nama Dion lah yang muncul di layer HP Anika membuat Alvin geram dan spontan mengangkatnya. “Halo Nik,” “Anika di kamar mandi, Kenapa Yon?” tanya Alvin dengan datarnya. “Loh kok loe yang angkat Vin?” tanya Dion bingung. “Kan udah gue bilang tadi Anika di kamar mandi,” “Nanti gue telepon lagi deh sejaman lagi,” “Habis mandi Anika mau tidur katanya dia nggak bisa tidur dipesawat tadi,” “Oh gitu, ya udah besok lagi aja gue kontek dia. Loe juga istirahat kan sama-sama baru perjalanan jauh,” “Hmmm,” “Oke deh, gue tutup yaa,” kemudian sambungan telepon terputus. Alvin pun meletakan kembali HP Anika dan kembali duduk di kursi tempatnya duduk tadi dan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dengan kasar. Apa yang barusan gue lakuin? God! Kapan Anika bilang gak bisa tidur di pesawat. Tidak lama kemudian Anika keluar dari kamar mandi dengan menggunakan pakaian tidur andalannya. Kaus oblong kebesaran dan celana pendek. Anika nampak jauh lebih segar. Anika pun segera naik keatas tempat tidur dan tidak lupa menata bantal sebagai pembatas terlebih dahulu. Anika menatap Alvin yang terlihat aneh. Alvin terlihat… Frustrasi? “Kamu kenapa Mas?” “Nggak apa-apa. Kamu uda mau tidur sekarang?” jawab Alvin dengan wajah datarnya. “Iya Mas, dipesawat tadi aku nggak bisa tidur. Jadi ini aku mau tidur dulu ya biar besok uda fresh lagi,” Alvin hanya mengangguk kemudian Anika pun segera memakai selimut hingga lehernya dan memejamkan matanya dan tidak perlu waktu lama Anika pun segera terbang ke dunia mimpi sementara Alvin kini mengambil pakaiannya dan menuju kamar mandi. Alvin perlu mandi untuk membersihkan pikirannya yang tiba-tiba kacau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD