Dirty Talk

1047 Words
Aku memakai kaos oblong dan celana jeans berwarna biru, hanya beberapa pakaian casual yang tersedia di dalam sana. Lagi pula, pakaian ini juga tidak buruk. Sangat pas di tubuhku, dengan rambut ku ikat kuda serta mengenakan sepatu bot. Aku mulai keluar dari kamarku dengan percaya diri. Aku menutup pintu kamar, terdiam seketika ketika tak menemukan seorang pun. Bagaimana caranya aku keluar? Aku menoleh ke kanan dan kiri, melihat berbagai lorong yang nampak seperti labirin. Aku mulai panik karena kebingungan, Anthonio tidak ada dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongku. Terbesit sebuah ide di pikiranku, buru-buru aku menuju jendela besar dan melihat keluar. Pagi-pagi sekali para pekerja itu sudah aktif dengan kegiatannya masing-masing. Aku melambaikan tangan, berteriak keras kepada mereka layaknya orang bodoh. Baiklah, sepertinya aku benar-benar i***t sekarang. Tentu saja mereka tidak dapat mendengarku dari jarak yang cukup jauh. Meski mereka melihatku di atas sini, mungkin mereka akan mengira aku adalah wanita yan stres. "Apa yang kau lakukan?" Sontak aku terkelonjak kaget, aku memegangi dadaku sendiri sambil berbalik badan dan akhirnya menghela nafas kasar. Bertemu dengan Anthonio di rumah hantu seperti ini bagai bertemu seorang malaikat penjaga. Aku hampir saja memeluknya jika saja tidak sadar dengan posisiku sekarang. Dan mungkin ia melihat tingkah bodohku barusan. "Ah, itu... senam pagi." jawabku bohong, ia mendengus seolah meremehkanku. Apa maksudnya itu? "Ayolah, kau bangun terlalu siang." ujarnya lalu aku mulai membuntutinya dari belakang. Mengikuti langkahnya menelusuri lorong dan akhirnya menuruni tangga, sepanjang perjalanan ia hanya diam. Seperti ada yang aneh padanya, sampai kami keluar dari rumah dan menuju kebun ia sama sekali tidak membuka suara. Seperti biasa, hamparan kebun anggur yang indah memanjakan kedua mataku, para pekerja itu menyapaku ramah, juga menyapa Anthonio yang hanya diangguki oleh pria itu. Beberapa orang bersiul melihat kehadiranku bersama Anthonio di sana, tapi Anthonio terlihat cuek dan melewati mereka menuju gudang anggur. "Kau tunggu di sini!" Ujarnya lalu meninggalkanku tepat di depan gudang. Aku melihatnya menuju seorang pria yang tidak jauh dari sini, seorang pria yang cukup tampan yang aku taksir usianya tak berbeda jauh dengan Anthonio. Gaya dan cara berpakaiannya juga sangat mirip dengan Anthonio, mungkin temannya. Mereka berdua terlihat berbicara serius seraya melihat ke arahku, aku segera membuang muka seolah tak memerhatikan mereka. "Kau akan bekerja sama dengan orang kota itu?" "Tentu saja tidak, aku hanya ingin dirinya berlama-lama disini. Aku tidak akan menandatangani kontrak tersebut." "s**t! Apa aku tidak salah dengar?" Desisku. Aku menatap ke arah mereka berdua dengan tajam, seketika jantungku terasa diremas. Aku memandang nanar ke arah Anthonio, mengapa ia tega melakukan itu? Apa dia tengah mempermainkanku? Aku datang kemari membawa sebuah harapan, yang mungkin dapat menjadi sumber penghasilan lebih bagi mereka yang bekerja di bawah terik sinar matahari itu. Aku datang membawa kedamaian, dengan kebaikan. Bukan untuk pertempuran atau balas dendam skandal di masa lalu. Kedua tanganku mengepal, mereka berdua terlihat tersenyum dan tertawa satu sama lain makin membuat hatiku memanas. Seketika darahku mendidih, ingin sekali aku pergi dari sini. Tapi tempat ini bagai penjara untukku, tidak ada ponsel, tidak ada satu pun benda yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Untuk menelpon Andrew dan segera meninggalkan tempat terkutuk ini. Aku menyesal datang kemari... Ingin sekali aku menjadi orang jahat yang menjebak pria tampan itu. Seketika otakku berpikir keras. Sepertinya ia telah selesai dengan perbincangannya, Anthonio berjalan menuju ke arahku. Ekspresi wajahku aku buat semanis mungkin di hadapannya, berpura-pura tidak mendengar percakapannya barusan yang membuat sakit hatiku. Ia membuka gudang, lalu mengajakku masuk dan menjelaskan pengetahuannya dengan anggur. Aku tidak dapat fokus dengan apa yang ia sampaikan karena terngiang perkataannya yang tidak akan menandatangani kontrakku, itu artinya ia hanya memanfaatkan diriku selama berada di sini tanpa berniat berbisnis denganku. Ia terus berbicara, membuatku muak mendengar suara besarnya itu. Sudah kuduga, ada niat terselubung dengan menahanku di sini. Ternyata ia tidak pernah berubah. "Kau paham?" Tanyanya membuyarkan lamunanku. "Tentu, sangat paham." Kataku meyakinkan, ia mengangguk mantap. Seharian penuh berada di kebun dan gudang ini membuat tenagaku cukup terkuras, belum lagi emosiku yang sangat menguras tenaga dan batinku. Sungguh, aku ingin menampar wajah tampannya saat ini juga. Beberapa jam berlalu, matahari mulai terbenam dan terlihat begitu indah di kedua mataku. Semua pekerja kembali ke rumahnya masing-masing meninggalkan pekerjaan mereka. "Ayo, kita pulang!" Ajaknya. "Eh, tunggu..." "Apa aku boleh membawa sebotol anggur saja?" Pintaku seraya melirik gudang. Ia tersenyum manis seraya mengacak rambutku dengan gemas, "kau tidak perlu mengambilnya, di rumah sudah tersedia..." katanya, aku baru tahu bahwa di rumah itu terdapat minuman anggur. "...kau bisa mengambilnya di kamarku" bisiknya di sampingku. Gotcha! Sudah kuduga niat jahatnya, dan sialnya mengapa harus pria setampan dirinya menjadi orang jahatnya. Ia melewatiku begitu saja, kulihat dirinya berjalan dari arah belakang sungguh sangat seksi. Punggung kokoh dan pinggul rampingnya, sangat menggiurkan bagi wanita mana saja yang melihatnya. Aku menggigit bibir bawahku sendiri, ide jahat mulai tertanam di otakku. Sempat merasa takut dengan rencana ini tapi tetap harus ku jalankan demi diriku. Kami memasuki rumah saat senja mulai terlihat, memasuki kamar masing-masing dan aku sempat melirik ke dalam kamarnya. Aku buru-buru mandi dan membersihkan diriku, membuka seluruh pakaian dan berdiri dibawah pancuran air shower. Beberapa menit kemudian, aku lalu mencari gaun tidur yang tersedia di sana. Gaun tidur berbahan satin yang sangat tipis dan transparan, sangat pas batinku. Aku membiarkan rambutku terurai basah, memakai parfum dan juga tak lupa membawa selembar kertas dan pena yang ku sembunyikan di dalam kantung gaunku. Membuka kamarku dengan perlahan, aku menuju kamar Anthonio yang bersebrangan dengan kamarku. Mengetuknya perlahan seraya membenarkan gaun yang rasanya sangat pendek ini sehingga mengekspose seluruh kaki dan pahaku. Sial... Aku merutuk dalam hati, tak lama pintu terbuka dan menampilkan dirinya dalam balutan jubah tidur yang terbuka di bagian d**a. Well, my favorite... "Masuklah!" Katanya seraya tersenyum manis, kini aku tahu maksud dari senyum manis itu. Aku memasuki kamar dengan nuansa maskulin dengan warna cat yang sangat cokelat itu, dan sepertinya ia telah menyediakan beberapa botol anggur di atas nakas samping ranjang. Aku berdiri terdiam di tempatku berpijak saat ini, ia duduk di sofa dekat ranjang seraya menuangkan anggur ke dalam dua gelas. Aku menegak salivaku sendiri, kedua mataku menatap nakal ke arahnya. Seperti biasa wajah tampan itu selalu memesona. Aku berjalan berjinjit kearahnya, perlahan tapi pasti aku duduk di pangkuannya. Deru nafasnya menggelitik leherku, memberikan kesan geli dan aku menyukainya guna melancarkan aksiku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD