Bab 2. Pria Mata Keranjang

1148 Words
Bagai dihantam palu Godam, hati Fara terasa nyeri mendengar pernyataan Yurike. "Jadi, Mama mendukung apa yang dilakukan Mas Agha?" tanya Fara tak percaya. "Ya, tentu saja. Dia sudah melakukan hal yang benar. Akhirnya aku akan mendapatkan cucu setelah sekian lama menunggu," jawab Yurike tanpa rasa bersalah. Membuat d**a Fara naik turun menahan emosi. Seolah wanita itu akan mengandung anak Agha. "Meskipun Mas Agha melakukan hal tercela? Mama tetap mendukung?" tanya Fara mulai berkaca-kaca. Sontak wajah Yurike memerah. Kali ini dia yang terpancing. "Jaga mulutmu! Putraku tidak pernah melakukan hal tercela," hentak Yurike tidak suka. "Berselingkuh dengan wanita lain apa namanya kalau tidak tercela?" tanya Fara dengan lirih hampir tak terdengar. Tanpa disangka, Yurike seketika mengangkat tangannya dan memberikan tamparan keras pada menantunya sampai Fara hampir terjungkal. Beruntung Nina segera menangkap tubuh ringkih sepupunya itu. "Sudah kubilang jaga mulutmu!" pekik Yurike lantang. Dia maju selangkah dan memberi penekanan. "Lagi pula ini semua salahmu karena mandul," tambahnya kemudian berlalu. Kata-kata itu sering terlontar dari mulut Yurike, tetapi entah mengapa kali ini terdengar begitu menyakitkan. Fara masih mematung menatap kepergian Yurike dengan langkah pongah. Sedangkan Nina mengelus dadanya. Tidak menyangka Tantenya tega mempermalukan Fara dihadapan banyak orang. "Dasar, nenek lampir," gerutu Nina. "Sudah, Ra. Jangan dihiraukan. Yuk kita pulang aja sekarang," ajaknya. Fara memegangi pipinya yang berdenyut-denyut. Bukan karena tamparan keras yang membuat hatinya nyeri. Melainkan penghinaan yang Yurike berikan. Sudah diselingkuhi diam-diam oleh suaminya, sang mertua pun kembali memainkan harga dirinya. Fara mengangguk lemas. Setelah ini, dia akan bangkit menjadi wanita yang lebih kuat. Mereka tidak akan pernah mengira, Fara yang dulunya penurut akan berubah dalam sekejap. Sejak kapan mereka berdua bersekongkol menipunya. "Lihat saja, Mas. Aku akan membuat kamu menyesal telah melakukan ini padaku. Aku akan membalas. Tunggu saja," batin Fara. *** Sepanjang perjalanan, Fara masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa selama ini Agha menyembunyikan kebusukan dengan rapi. Sudah berapa tahun mereka menjalin hubungan diam-diam. Ulu hatinya kembali sesak. Fara memukul setir tiba-tiba dengan menjerit kecil. "Ra, kendalikan diri kamu. Kita masih di jalan ini. Hati-hati. Apa aku aja yang bawa mobil nih," tawar Nina yang sejak tadi prihatin. "Nggak usah, Na. Aku bisa sendiri," jawab Fara yakin. Benar saja, pandangannya sedikit buram sebab air mata sejak tadi yang lolos begitu deras. Tiba-tiba Nina berteriak keras. "Awas, Ra!" Sontak Fara menginjak pedal rem karena terkejut. Sampai kepala mereka kejedot dasboard mobil. "Aduh," ujarnya bebarengan. "Ra, gawat! Kayaknya kita nabrak orang deh," ucap Nina panik. "Kita lihat, Nin," ajak Fara dengan sigap. Fara pun membuka pintu mobil dan melihat seorang wanita paruh baya tengah terduduk di bahu jalan dengan memegangi kakinya. Fara tidak melihat jika ada orang menyebrang. Dia terlalu emosional tadi. "Bu, anda tidak apa-apa? Maaf saya tidak berhati-hati," tutur Fara menyesal sambil membungkuk. Nina ikut membantu Fara membawa sang Ibu menepi. Wanita tua itu begitu cantik walau gurat wajahnya menunjukkan dia sudah berumur. Tersenyum anggun sembari menggeleng, dia pun membuka suara. "Tidak apa-apa, Nak. Bukan salah kamu, Ibu yang tidak lihat ada mobil melintas," balasnya dengan suara lembut. "Apa yang Ibu rasakan? Saya antar ke klinik atau rumah sakit terdekat ya, Bu?" tawar Fara khawatir. Walaupun benturan tidak begitu keras. Tetap saja posisi sang Ibu tertabrak mobil. "Apa yang kamu lakukan pada Ibuku?" sebuah suara bariton mendekat tepat di tengkuk belakang Fara. Membuatnya bergidik seketika. Entah suara itu terdengar begitu menakutkan. Refleks Fara menoleh. Seorang pria menjulang tinggi dihadapannya dengan d**a bidang dan tubuh berotot. Garis wajahnya begitu tegas dengan sorot mata yang tajam. Nyali Fara langsung menciut. Bagaimana jika pria ini marah dan menuntutnya. "Tidak apa-apa, Felix. Mereka tidak sengaja," timpal sang ibu dengan pelan. Felix Amran Gautama. Pendiri sekaligus CEO agency modeling yang sudah terkenal seantero kota Malang. Dia juga dikenal sebagai playboy kelas kakap yang sering kali terlibat skandal dengan para model di bawah agensinya. Namun hingga usianya mapan tak kunjung menikah. "Tidak bisa, Ma. Felix harus buat perhitungan pada siapapun yang sudah menyakiti Mama," balas pria itu menyanggah. Netranya sejak tadi tak lepas menelisik setiap inci tubuh Fara. "Maaf sebelumnya, saya benar-benar tidak sengaja. Saya bersedia bertanggung jawab," pungkas Fara menengahi. Tangan Fara terulur meraih jemari wanita paruh baya itu dengan lembut. Kemudian mengecup punggung tangannya sekilas. Membuat ibu tua itu tersenyum lepas. "Ibu tahu kamu anak baik. Pulanglah, aku tidak akan memperpanjang masalah," balas Wiega Rahayu Gautama, ibu dari Felix. Fara patutnya bisa bernapas lega. Wiega begitu keibuan dengan sikap yang ramah. Namun pandangan Felix padanya masih terpaku dengan sorot tajam yang membuatnya risih. "Baiklah jika itu mau Mama." Felix berkata dengan berat hati. Selama ini dia tidak pernah meloloskan orang begitu saja jika berurusan dengannya. Namun Felix tidak bisa membantah ucapan sang ibu. Dia mencintai mamanya melebihi apapun. "Terima kasih banyak, Bu. Semoga anda selalu sehat," ujar Fara dengan hormat. Wiega tersenyum simpul dan memeluk Fara dengan hangat. "Semoga kita bisa bertemu di lain waktu," ucapnya berharap. Felix melihat respon sang ibu begitu baik dan terbuka terhadap orang yang belum dikenalnya. Tidak biasanya dia mau disentuh sembarang orang. "Ayo, Ma. Kita pulang sekarang. Felix banyak kerjaan," ujarnya dengan lantang. Dia membawa sang ibu masuk ke dalam mobil dengan lembut. Bahkan pria badan kekar macam Felix bisa sangat menghormati orang tua, Fara pun membatin. Tanpa diduga pria itu berbalik arah mendatangi Fara setelah memastikan ibunya duduk dengan nyaman. Fara menelan saliva-nya susah payah. Takut jika Felix masih mengancam memperkarakannya. "Kamu yang berani menabrak mamaku?" tanya Felix tanpa senyum sedikitpun. "Y-ya, saya." Fara merasa lidahnya kelu. "Aku pastikan akan buat perhitungan padamu, camkan itu!" wajahnya kembali mengeras dengan senyum miring menakutkan. Fara benar-benar tak berkutik. "Maafkan saya, Pak," ucapnya dengan menggigit bibir bawahnya. Mengurangi rasa gugup yang mendera. "Maafmu tidak berlaku padaku," sahut Felix meremehkan. Sejurus kemudian netranya turun ke tubuh bagian bawah Fara. "Tapi, kau punya p****t yang lumayan besar, padahal badanmu kecil dan ramping," tambahnya sukses membuat Fara melongo. "Apa dia sudah gila," gumam Fara. Tentu saja wajahnya merah karena malu. Pria ini matanya jelalatan kemana-mana. Padahal Fara memakai baju yang tertutup dan tidak menampakkan lekuk badannya. "Maaf, ucapan anda tidak sopan," tegur Fara langsung. Namun Felix tak menghiraukan perkataannya. Pria itu hanya menatap dengan seksama. "Dan satu lagi, itu yang sedang kau gigit." jari Felix menunjuk wajah Fara yang semakin tegang. "Bibirmu seksi," lanjutnya dengan mengedipkan salah satu mata. Fara mundur teratur. Pria di depannya ini bicaranya semakin ngelantur. Tanpa merespon ucapannya, Fara pun menggamit lengan Nina dengan cepat dan berpamitan. "Maaf, saya permisi," ucap Fara tergesa-gesa. Sedangkan Felix hanya menatapnya hingga punggung Fara menghilang. Dibalik pakaian yang dia kenakan, Felix bisa menduga pasti tubuh wanita itu proporsional. Caranya berjalan menunjukkan jika dia bukan wanita biasa. "Ih, dasar sinting," gumam Fara menggerutu. Sial sekali nasibnya hari ini. Suaminya kepergok selingkuh, sang mertua mempermalukannya, dan ditambah lagi bertemu dengan pria mata keranjang. "Eh, Ra. Cowok tadi ngomong apa sih? Cakep ya dia?" tanya Nina penasaran. Untung dia tidak mendengar ucapan Felix. "Nggak ada. Cuma dia kekeh mau bikin perhitungan," balas Fara asal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD