Rexy Early Basupati tiba di vila kediaman keluarga Jodie dengan wajah keheranan dan terkejut. Seorang gadis yang tidak dikenalnya meminta bantuan agar ia diijinkan masuk ke dalam. Sesungguhnya Rexy bukanlah pria yang senang membantu orang lain. Tapi entah mengapa wajah cantik dan polos gadis itu membuatnya luluh.
Sekarang ia mengambil risiko dengan memasukkan orang asing ke dalam pesta privat kekasihnya sendiri Fernita Jodie. Gadis itu mengaku sebagai anak dari Erni Jodie, istri Alexander Jodie.
“Kamu tunggu disini, aku akan coba cari Tante Erni,” ujar Rexy pada Melodi yang sudah masuk ke dalam. Melodi pun mengangguk tanpa ragu sambil mengeratkan ujung jas Rexy yang kebetulan masih dipakainya. Rexy terlihat berjalan masuk ke ruang tengah di mana pesta sedang berlangsung meriah. Bunyi dentuman musik begitu keras terdengar sehingga bunyi suara hujan tak lagi terdengar.
Beberapa pria yang terlihat tengah mengobrol dan lewat di ruang tamu sempat melirik pada Melodi yang seperti anak kucing basah ketakutan. Mereka sempat tertawa mengejek meski ada juga yang melihat dengan pandangan menggoda. Sayup-sayup terdengar panggilan “Gadis Kampung” untuk Melodi dari salah satu pria itu. Melodi tak menggubrisnya dan memilih untuk menunggu.
Tak lama kemudian, Ibunya, Erni Jodie muncul bersama Rexy dan Suaminya, Alex Jodie. Dengan mata penuh harap, Melodi berjalan mendekat.
“Siapa dia, Sayang?” tanya Alex pada Erni yang memandang sinis pada Melodi. Erni kemudian tersenyum dan membelai lengan suaminya itu.
“Oh, dia, anaknya Feri.” Alex yang awalnya melihat Melodi dengan tersenyum lalu mengernyit dengan sinis. Ia menoleh pada istrinya sebelum kemudian sedikit berbisik.
“Untuk apa dia cari kamu kemari?” Erni berusaha agar suaminya Alex tidak marah. Ia terus tersenyum menggoda sambil sedikit manja.
“Aku gak tau, aku gak undang dia.” Rexy yang ikut melihat tingkah aneh Erny dan Alex saat menerima Melodi jadi ikut bertanya.
“Kalau boleh aku tau, siapa gadis ini Tante?” tanya Rexy tanpa malu-malu. Erny pun menyengir berbalik pada Rexy. Sambil menghela nafas ia akhirnya menjelaskan dengan nada sinis.
“Dia anak Tante dari suami yang lama. Namanya Melodi,” ujar Erni memperkenalkan Melodi pada kekasih putrinya. Rexy mengangguk saja. Ia tidak lagi kaget.
“Kalau begitu, dia suruh masuk aja ke dalam aja, Tante,” ajak Rexy sedikit sinis tapi Melodi malah menggeleng.
“Melodi cuma sebentar kok, Ma. Melodi mau minta tolong sama Mama,” ujar Melodi kemudian. Erni melipat kedua lengan di dadanya dan menghadap putri keduanya itu dengan sikap angkuh.
“Mau apa kamu?”
Tolongin Papa, Ma. Papa sekarang di rumah sakit. Tadi siang Papa dirampok dan kepalanya dipukul sampai berdarah. Sekarang Melodi gak punya uang buat nebus Papa di rumah sakit. Tolong Melodi, Ma!” ujar Meldoi dengan sikap memelas. Sesungguhnya dia tidak akan mau meminta bantuan ibunya jika tidak karena terpaksa. Erni sudah meninggalkannya dan sang Ayah sejak ia masih kecil hanya karena Feri Halim sudah bangkrut.
“Huh, bukannya kamu sendiri yang bilang kamu gak mau ketemu Mama lagi!” balas Erni dengan ketus. Erni memang tidak pernah memiliki kasih sayang untuk Melodi karena anak itu bukan anak kandungnya.
“Melodi mohon, Ma. Melodi gak punya uang untuk nebus, Papa.” Alex menghela nafas kesal dan berbisik lagi. Kali ini para tamu akan mengetahui hal yang tidak seharusnya. Gengsi dan harga diri mereka sedang diuji gara-gara kedatangan Melodi.
“Urus anak kamu!” bisik Alex kesal lalu berbalik masuk kembali ke dalam pesta. Erni mendelik kesal karena Melodi datang merusak suasana pesta. Ia kemudian menarik lengan Melodi keluar dari rumah itu dengan kasar dan keras. Rexy masih diam memperhatikan. Matanya sedikit memicing sampai Fernita datang merangkul lengannya. Rexy sedikit mengernyit lalu menoleh padanya.
“Kamu kok di sini? Kenapa ga masuk?” tanya Nita dengan nada manja. Rexy hanya mendengus dingin dan berusaha tak peduli. Ia melihat lagi pada Melodi yang sedang dimarahi Erni di teras utama.
“Kamu liat apa?” tanya Nita lagi dan ikut melihat ke arah pandangan Rexy. Nita mengernyitkan kening lalu membuka mulutnya tak percaya. Nita mendengus sinis dan menarik lengan Rexy karena kekasihnya itu terus melihat pada Melodi.
“Ngapain kamu ngeliatin dia?” sahut Nita dengan nada kesal. Rexy menoleh dan mengangkat bahunya.
“Aku gak tau kalau kamu punya Adik. Kenapa dia gak tinggal sama kamu?” tanya Rexy sedikit menyindir sambil melirik Nota dan Melodi bergantian. Nita langsung memicing tak suka.
“Papa sama Mama udah cerai, jadi masing-masing kami ikut Mama atau Papa. Aku ikut Mama dan dia ikut Papa.” Rexy memipihkan bibir dan mengangguk.
“Kata dia Papa kamu sedang sakit, kamu gak mau jenguk?” Rexy makin penasaran tapi sikap sinis Nita tak berkurang sama sekali.
“Ngapain?”
“Lho, bukannya dia Papa kandung kamu ya?” sahut Rexy masih menyindir heran. Nita mencebik kesal sedikit meringis, ia takut keceplosan lebih jauh tentang Ayah kandungnya.
Sementara di luar, Melodi sedang dimarahi oleh Erni karena tidak seharusnya datang ke pesta tersebut.
“Kamu jangan bikin Mama malu ya!” hardik Erni menunjuk pada Melodi. Ia menoleh ke kanan dan kiri memastikan tak ada yang menguping pembicaraan mereka.
“Melodi juga gak akan datang kemari kalo gak karena Papa sakit,” balas Melodi mulai kehilangan kesabarannya.
“Heh, Melodi! Mama gak ada kewajiban untuk urus Papa kamu. Harusnya dia yang kasih uang ke Mama atas kompensasi perceraian dan biaya hidup Kakak kamu, Fernita. Tapi apa coba, dia gak pernah memberi apa pun. Semua uangnya dihabisin buat kamu, tau!” ujar Erni sambil menoyor sisi kening Melodi.
Melodi begitu kesal tidak diperlakukan sangat tidak manusiawi oleh Ibunya sendiri. Namun ia hanya bisa menahan amarah karena sikap Erni yang tidak pernah baik. Terlebih kini kepalanya mulai pusing dan matanya agak panas. Ia sudah berdiri di dalam hujan hampir dua jam dan badannya mulai lemas. Namun Melodi adalah gadis yang kuat. Ia akan menahan rasa sakit demi Ayahnya.
“Kalau Mama gak mau ngasih, setidaknya Melodi bisa pinjam. Melodi benar-benar butuh, Ma.” Melodi sudah kehilangan harga dirinya memohon pada wanita seperti Erni. Erni balas mendengus dengan senyuman sinis.
“Kamu memang sama aja seperti Papa kamu. Gak punya harga diri.” Erni makin menjadi-jadi dan Melodi menahan mati-matian air mata di pelupuk matanya agar tidak tumpah. Erni lalu kembali ke dalam dan mengambil clutch bag bermerk mahal miliknya. Ia mengambil beberapa lembar ratus ribuan tanpa menghitung dan melemparkannya pada Melodi.
Melodi menaikkan pandangannya usai dilemparkan uang oleh Ibunya. Erni tidak mengucapkan apa pun selain masuk kembali ke dalam dan membanting pintu. Sementara dengan hati hancur, Melodi berjongkok memungut lembar-lembar rupiah berjumlah 500 ribu itu di lantai beranda depan vila. Air matanya menetes begitu deras. Ia dan Ayahnya dihina oleh Ibunya sendiri karena kemiskinan dan yang bisa dilakukan Melodi hanyalah menangis.
Melodi lalu teringat pada jas yang sedang ia pakai. Ia membuka jas itu dan bingung bagaimana cara mengembalikannya karena tidak mungkin ia masuk kembali ke dalam. Akhirnya, Melodi meletakkan jas milik Rexy itu di salah satu kursi di beranda depan. Hujan masih turun dengan derasnya dan tubuh Melodi mulai demam. Tapi ia tidak perduli, ia lebih rela dirinya yang sakit daripada Ayahnya.
Dalam hujan deras itu, Melodi kembali berjalan ke gerbang masuk vila sambil menggenggam uang tersebut. Sekalipun tidak cukup namun setidaknya Melodi bisa memberikan uang muka terlebih dahulu. Besok ia akan memikirkan lagi caranya mendapatkan uang.
Saat Rexy melihat Erni sudah kembali ke dalam, ia memisahkan diri dari Nita yang sedang sibuk mabuk bersama teman-temannya. Rexy keluar dan sempat mencari Melodi. Ia melihat gadis itu berjalan dan keluar dari gerbang dalam hujan. Ia kemudian meminta petugas valet parkir untuk mengambilkan mobilnya. Rexy pergi tanpa pamit dan tanpa jas menyusul Melodi keluar gerbang.
Melodi berniat kembali ke rumah sakit setelah mendapatkan uangnya. Tapi hujan tanpa ampun menyiram tubuhnya yang demam dan kedinginan. Tak lama ia ambruk di pinggir jalan tak sadarkan diri. Rexy yang mengikutinya, mempercepat laju mobil dan menemukan Melodi tak sadarkan diri. Ia keluar dari mobilnya dan dengan kemeja yang mulai basah mengangkat Melodi untuk dibawa masuk ke mobilnya.
“Hei ... hei ... Melodi!” panggil Rexy sambil menepuk pipi Melodi yang sangat pucat berusaha membangunkannya. Tak ada respon sama sekali, Rexy yang basah kuyup akhirnya berbalik untuk memasukkan gigi dan melajukan mobilnya. Ia membawa Melodi ke sebuah hotel mewah miliknya di kota tak jauh dari vila itu.
Rexy juga memanggil seorang dokter dari klinik privat untuk memeriksa Melodi. Ia bahkan meminta seorang pelayan wanita untuk mengganti baju Melodi yang basah dengan pakaian baru.
“Dia demam tinggi karena kehujanan. Saya sudah berikan dia obat penurun demam dan antibiotik. Jika tidak ada perubahan, besok dia harus ke rumah sakit,” ujar dokter yang memeriksa Melodi. Rexy pun mengangguk mengerti.
Setelah dokter itu pergi, Rexy menghubungi asisten pribadinya untuk mencari tahun seluruh identitas Melodi. Usai menelepon, Rexy berdiri di depan ranjang tempat tidur Melodi sambil terus memandangnya yang tertidur. Rexy tersenyum tak lama kemudian dan duduk di salah satu sofa dekat tempat tidur. Matanya tidak beranjak dari sosok Melodi yang masih pingsan hingga bunyi ponsel berdering lagi.
Asisten Rexy memberikan laporannya tentang Melodi. Ia membenarkan jika Melodi memiliki seorang Ayah yang tengah dirawat di rumah sakit tak jauh dari vila.
“Tebus semua keperluan rumah sakitnya dan pindahkan dia ke rumah sakit yang lebih besar di Jakarta. Urus semuanya, Dony. Aku akan kembali besok,” ujar Rexy memberi perintah.
“Baik, Pak.” Rexy menutup panggilan dan meletakkan ponselnya di atas meja. Ia kemudian berjalan ke salah satu lemari untuk mengganti pakaian. Malam ini ia akan tidur dengan gadis asing yang masih pingsan. Sambil tersenyum, Rexy memejamkan mata dan tidur dengan Melodi berada di sebelahnya.