4. Ketika Si Botol Yakult Dan Botol Marjan Bersatu

1113 Words
Alina harus berterima kasih pada Ergi, teman baiknya yang sudah mau ia repotkan untuk menyelesaikan baju yang saat ini dipakainya untuk akad nikah. Bayangkan saja, hanya dalam waktu kurang dari satu bulan, Ergi berhasil membuatkan kebaya pengantin yang cantik dan elegan untuknya. Dan gara-gara kebaya pengantin yang ia kenakan ini pula, membuatnya jadi cantik paripurna hingga beberapa pasang mata yang melihat jadi terpesona. Termasuk salah satunya adalah sosok pria tampan yang telah resmi meminangnya. Siapa lagi jika bukan Barata Yudha. Alina tau jika Yudha begitu gugup saat tadi melihatnya, bahkan tatapan mata pria itu tak berkedip melihat kecantikannya. Beruntungnya kalimat sakral yang terlontar dari mulut Yudha berjalan lancar tanpa hambatan, meski suaranya pun terdengar bergetar. Saat ini Alina telah sah menjadi seorang istri dari Barata Yudha dengan mahar seratus ribu rupiah, seperangkat alat sholat dan cincin nikah. Yah, meski yang Alina tahu cincin nikah yang diberikan Yudha, harganya tak semahal baju pengantinnya kali ini. Tapi tak apa. Alina sudah ikhlas menerima Yudha si buruh pabrik sebagai suaminya. "Kamu cantik sekali sayang. Pilihan Nenek Mayang tidak pernah salah. Kamu cocok menjadi istri Yudha," ucap Saraswati ketika Alina mencium punggung tangan wanita berhijab itu. "Terima kasih, Bu, karena sudah menerima saya jadi menantu." Saraswati tersenyum sembari mengusap kepala sang menantu penuh sayang. Memperhatikan lekat-lekat bagaimana Alina Handoko yang katanya gadis desa tapi justru auranya terpancar dengan luar biasa. Cantik dan cocok-cocok saja jika bersanding dengan putranya. Pun halnya dengan Surya Darma. Lelaki itu pun tak kalah senangnya karena di kampung seperti ini sang putra bisa menemukan bidadari yang kini menjadi menantunya. Tidak menyesal beliau telah mengirim Yudha ke kampung ini. Selain membawa hasil dari misi yang diemban, Yudha juga dapat istri. "Panggil saya Ayah. Sama seperti Yudha dan Berlian memanggil saya," ucap Surya ketika Alina memberikan salam pada beliau. Alina mengangguk paham. Kedua mertuanya juga sama baiknya seperti Kakek Guna dan Nenek Mayang. Namun, lain halnya dengan Berlian yang langsung membuang padangan. Bahkan ketika Alina menyodorkan tangannya untuk berkenalan, Berlian cuek saja sampai-sampai Nenek Mayang harus turun tangan dengan memberikan tatapan tajam pada cucu perempuannya. Berlian dengan terpaksa menerima uluran tangan Alina sebagai simbol perkenalan. Namun, hanya sebentar saja tangan mereka bersentuhan karena setelahnya Berlian langsung menarik kembali tangannya dan mengibas-ngibaskannya. Menunjukkan raut muka jijik melihat gadis kampung yang baru saja dinikahi kakaknya. Alina tidak ambil perduli akan itu semua. Memang jika Alina lihat-lihat, hanya Berlian saja yang tampak berbeda dari keluarganya. Dari segi penampilan pun Berlian terlihat lebih cetar ketimbang kedua orangtuanya. Alina berpikir, mungkin karena mereka orang kota jadi gaya hidup Berlian mengikuti tren perkembangan jaman anak muda. Jauh berbeda dengan Yudha yang meski pun berasal dari kota, hidupnya tampak biasa saja. Pun halnya sikap Berlian kepadanya. Alina tidak terlalu mempermasalahkannya. Toh, di antara keluarga Yudha, hanya Berlian saja yang terlihat jelas tidak menyukainya. Dan itu bukan perkara besar bagi Alina. "Salam kenal adik ipar. Mohon kerjasamanya. Semoga ke depannya kita bisa menjadi saudara yang akur," ucap Alina yang di akhir kalimat terselip senyum menyebalkan untuk Berlian. "Siapa juga yang mau punya kakak ipar sepertimu. Kakakku bisa mendapat perempuan yang jauh lebih pantas dari pada kamu!" Dan dari semua ucapan Belrian, Alina langsung paham jika adik iparnya ini tidak menyukai pernikahannya dengan Yudha. "Oh, begitu. Baiklah. Kita lihat saja nanti. Apakah kakak kamu yang tampan itu bisa mendapatkan wanita sebaik dan secantik saya sebagai istrinya." Dengan songongnya Alina sengaja menggoda Berlian. Benar saja. Mata Berlian mendelik tidak suka jika wanita yang dinikahi kakaknya seberani ini melawannya. "Kamu!" "Jangan terlalu lebar membuka mata, adik ipar. Bola matamu hampir saja keluar dari tempatnya. Lebih baik silahkan dinikmati hidangan yang telah disediakan. Semoga suka." Dan setelah mengatakan itu, Alina pergi berlalu dari hadapan Berlian yang menghentak kaki kesal. Sialan awas saja kamu! pekiknya tertahan di dalam hati Sementara Alina memilih menghampiri Nenek dan kakek setelah tadi berkenalan dengan kedua orang tua Yudha. Pujian dari Nenek Mayang pun terdengar di telinga dan Alina hanya tertawa saja. Ya, dia bahagia jika pada akhirnya bisa mendapatkan keluarga baru yang baik dan menyayanginya Sementara Yudha. Jangan ditanyakan lagi bagaimana pria itu sesekali melirik pada Alina. Selain terpesona akan kecantikan istrinya, pria itu juga tengah dilanda banyak pertanyaan seputar dari mana Alina bisa mendapatkan baju pengantin yang begitu cantik dan membuat penampilan Alina sangat memukau hari ini. Padahal jelas-jelas uang yang dia berikan pada keluarga Alina hanya sepuluh juta. Yudha tebak baju Alina saja harganya bisa menyentuh angka ratusan juta karena sebagai seorang pebisnis di bidang fashion jelas Yudha tau kualitas baju dengan bahan berkualitas tinggi. Dan baju yang kini sedang Alina pakai, bukanlah kaleng-kaleng karena mirip-mirip dengan karya salah satu desainer ternama yang dia kenal. Kepala Yudha menggeleng-geleng. Gadis desa seperti Alina mana bisa mendapatkan baju karya desainer terkenal. Dari mana dapat uangnya untuk membeli baju seharga puluhan hingga ratusan juta? Apa mungkin nenek yang memberikan? tanya dalam benak Yudha yang ingin mendapatkan jawaban. *** D sisi lain halaman rumah Bu Lili; ibunda Alina. Empat orang wanita sedang bergerombol. Makan sambil ngerumpi. Mereka adalah Alina sendiri, si pengantin perempuan, bersama dengan tiga orang gadis karyawan ibunya yang bekerja menjaga warung angkringan. Halaman yang telah disulap sebagai tempat diadakannya hajatan kecil-kecilan, mereka sedang mengobrol seru seputar Alina tentunya. "Mbak Alin, sepertinya Mas Yudha beneran kesengsem deh sama Mbak Alin. Buktinya sejak tadi lirik-lirik ke sini terus," ucap Sari yang refleks membuat Alina memutar kepala pada arah tunjuk gadis muda itu. Benar saja. Pandangan kedua netranya bertemu dengan manik hitam milik Yudha, sebelum keduanya sama-sama membuang pandangan dengan pipi bersemu lantaran salting brutal. Sari yang melihatnya ikutan cengar cengir. "Cie, Mbak Alin salting. Enggak sabar ya Mbak nunggu nanti malam." "Dih, ada apa dengan nanti malam memangnya?" "Aduh, nggak bisa ngebayangin gimana sakitnya. Pasti sampai ke ulu hati." Alina terbatuk-batuk karena tersedak ludahnya sendiri. Itu semua karena omongan mereka, bocah-bocah gil4 yang otaknya ngeres ke mana-mana. Melihat wajah Alina yang memerah, kompak ketiganya tertawa. Menertawakan Alina yang tengah gugup sekaligus takut membayangkan malam pertamanya. Alina bergidik ngeri karenanya. Bagaimana tubuhnya yang hanya setinggi seratus enam puluh sentimeter, harus bertarung melawan Yudha yang tubuhnya tinggi, padat dan berisi. Jika Alina tebak, tinggi Yudha ada seratus sembilan puluh karena jika sedang berdiri berdampingan dengan pria itu, maka tinggi Alina hanya sebatas bahu Yudha saja. "Nggak usah takut, Mbak. Kata orang sakitnya hanya di awal dan berakhir keenakan." Yanti ikut-ikutan menimpali. Alina mencubit gemas lengan Yanti. "Suka-suka kalian lah! Bikin orang merinding aja!" Alina yang sudah tidak tahan mendengar candaan mereka memilih kabur saja daripada dia ikutan gil4. Sari, Yanti dan Wati kompak tertawa. Suka sekali mereka iseng dan menjahili Alina. "Dan pada akhirnya botol yakult bersatu juga dengan botol marjan." "Iya. Nggak nyangka juga jika pada akhirnya yang dinikahi Mas Yudha adalah Mbak Alina."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD