1. Menikahlah Dengan Cucuku, Alina
"Menikahlah dengan cucuku, Alina!" pinta seorang wanita tua yang biasa Alina panggil dengan sebutan Nenek Cantik. Di usia beliau yang sudah tujuh puluh tahun, Nenek Mayang masih terlihat cantik meski kulitnya juga sudah nampak keriput.
"Menikah, Nek?" tanya Alina lalu tertawa. "Nenek yang bener saja. Masak iya mau menjodohkan saya. Apa Mas Yudha mau sama saya yang serampangan ini. Lagian, kalau nenek punya cucu mantu seperti saya, yang ada tiap hari nenek akan sakit kepala. Kan nenek tau sendiri bagaimana saya. Setiap hari saja ibu selalu mengomel karena saya suka bikin ulah katanya."
Nenek Mayang tertawa. "Justru gadis seperti kamu inilah yang dapat Nenek jadikan penghilang stres. Selain cantik, kamu juga enerjik. Tidak kenal kata lelah untuk membuat hidup lebih berwarna setiap harinya."
Alina mengembuskan napas panjang. Wanita itu teringat akan setiap ucapan Nenek Mayang. Wanita tua yang tinggal berjarak satu rumah dari rumah ibunya.
Tak pernah terpikirkan dalam benak Alina ketika dia akan dijodohkan dengan cucu nenek yang tampan itu. Di desa ini, ketampanan fisik Yudha bukan lagi menjadi rahasia dan Alina tentu saja tak akan menolak jika diberikan suami setampan Yudha. Apalagi setelah tiga bulan Alina hidup di desa. Dia kerap mendapat cibiran sebagai perawan tua hanya karena di usia ke dua puluh tujuh tahun belum juga menikah. Jangankan menikah, pacar saja dia tidak punya. Dan kesempatan untuk mendapatkan jodoh lelaki tampan tak akan Alina sia-siakan. Masa bodoh dengan pekerjaan Yudha yang hanya sebagai buruh pabrik bergaji di bawah UMK. Toh, Alina sendiri juga lebih dari pada mampu untuk membiayai hidupnya selama ini.
Dan rupa-rupanya, sosok lelaki yang sejak tadi terus menghantui pikirannya, tiba-tiba lewat di depan warungnya.
"Mas Yudha baru pulang?" Bukan Alina yang menyapa, tapi Sari, gadis manis yang Alina pekerjakan untuk menjaga warung angkringan miliknya.
"Iya, Mbak. Permisi, saya duluan," pamit pria itu melangkah pergi.
Alina masih juga menatap punggung tegap pria yang baru saja pulang bekerja itu.
Sebagai buruh di pabrik tekstil, jika shift pagi maka di pukul empat sore hari seperti ini, mereka akan berbondong-bondong pulang ke rumah masing-masing. Ada yang membawa kendaraan bagi yang rumahnya jauh. Ada juga yang naik sepeda. Dan tak sedikit yang memilih berjalan kaki untuk mereka yang rumahnya dekat dengan pabrik.
Seperti halnya Yudha. Pria itu tadi tidak jalan kaki sendirian, tapi di belakang masih ada beberapa gerombolan karyawan yang lebih banyak didominasi kaum lelaki, berjalan melewati depan warung angkringan milik Alina.
Di antara mereka juga banyak yang memilih singgah lebih dulu hanya untuk sekedar ngopi atau sekaligus makan di warung yang Alina dirikan sekitar satu tahun yang lalu, sejak Alina masih bekerja di kota. Warung ini pun dikelola oleh ibunya Alina dengan dibantu oleh tiga orang karyawan.
"Ehem! Orangnya sudah pergi dan tidak kelihatan lagi. Masih saja dipelototi," goda Sari membuat Alina terkesiap lalu buru-buru mengalihkan pandanganya.
Perempuan cantik itu berdecak. "Apa, sih! siapa juga yang ngeliatin Mas Yudha," jawab Alina menyangkal. Memilih beranjak berdiri meninggalkan Sari karena enggan mendapat godaan dari gadis muda itu.
"Cie~ cie ada yang salting."
Alina melotot dan memilih meninggalkan warung. Mengabaikan juga godaan serta panggilan dari beberapa lelaki yang kebetulan sedang ada di warungnya saat ini.
Semenjak Alina tinggal di desa, warung angkringan yang buka sejak pukul dua siang hingga tengah malam, menjadi lebih ramai. Itu sebab karena kecantikan Alina serta status perawan yang melekat di dalam diri wanita itu. Hanya saja, Alina terlalu santai menanggapi segala macam godaan bahkan ada yang terang-terangan melamar dan mengajaknya menikah.
Cibiran tetangga pun tak Alina hiraukan pada awalnya. Hanya saja akhir-akhir ini banyak sekali ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya yang mulai resah dan terang-terangan menuduh Alina sebagai penyebab para suami mereka jadi mengidolakan Alina.
Hal itu pula yang membuat ibunya Alina ikutan mencemaskan putrinya. Takut jika putrinya menjadi sumber masalah rumah tangga para tetangga. Ya, meskipun Alina tidak pernah menggoda para suami orang. Tapi tetap saja, banyak lelaki hidung belang yang matanya jelalatan.
Datang ke warung tidak hanya untuk makan, tapi sengaja agar dapat melihat kecantikan Alina.
"Sudahlah, Lin. Terima saja tawaran dari Nenek cantik. Toh, Mas Yudha itu ganteng. Gadis-gadis di sini juga banyak yang ngincer."
"Tapi, Bu! Aku sama Mas Yudha kan belum saling kenal. Masak iya tiba-tiba nikah."
"Halah. Kenalan setelah menikah malah lebih seru!"
Itulah kata-kata yang disampaikan ibunya membuat Alina kepikiran, apa iya dia terima saja tawaran dari Nenek Mayang.
•••
"Apa tidak ada pilihan lagi, Nek? Alina itu gadis desa. Mana cocok menikah sama aku," cibir Yudha meremehkan ketika malam ini sedang makan bersama Nenek dan juga kakeknya. Dan yang menjadi topik pembicaraan, lagi-lagi seputar Alina.
"Sembarangan saja kalau ngomong. Alina memang gadis desa, tapi dia juga pernah kerja di kota," bela Nenek Mayang tidak terima.
"Jangan meremehkan gadis desa, Bar! Kalau nanti kamu beneran jatuh cinta, baru tau rasa!" Kakek Guna menimpali.
Lelaki bernama lengkap Barata Yudha itu mengembuskan napas panjang. "Terserah kakek dan nenek saja jika memang itu sudah menjadi keputusan kalian berdua."
Kakek dan Nenek saling pandang dengan wajah sumringah. Tidak sia-sia mereka memaksa jika pada akhirnya sang cucu menerimanya juga.
"Baiklah. Kalau begitu nanti nenek yang akan mengabarkan pada Ayah dan bundamu. Mereka berdua pasti juga setuju melamar Alina untuk kamu."
"Tapi dengan satu syarat," ucap Yudha.
"Apa?"
"Jangan sampai Alina dan keluarganya tau tentang siapa kita. Biar saja mereka taunya kita adalah orang biasa."
"Mana bisa begitu, Bar!" protes kakek tapi Nenek lekas menyela.
"Nenek setuju. Nenek yakin jika Alina tetap mau menerima kamu yang hanya buruh pabrik dengan gaji dua juta."
Kakek Guna geleng-geleng kepala. Dengan terpaksa ikut menyetujui permintaan Yudha karena para tetangga dan warga desa sini taunya mereka hanyalah pasangan suami istri pensiunan yang memilih tinggal di kampung menghabiskan masa tuanya.