7 - Seperti Biasa

2143 Words
Seperti biasa,aka nada jadwal bertemu dengan Mba Jena tukang ngomel. Yang sudah menyamakanku dengan putrinya yang baru memasuki sekolah dasar itu. Sangat menyebalkan bukan? Aku yang berumur 25 tahun malah disamakan dengan anak 7 tahunan. “Jadi ini bab 7 sampai bab 10 kan?” ya,aku lupa bilang. Kemarin aku sempat negoisasi sama Mba Jena tersayang. Meminta mengumpulkan hanya beberapa bab agar mudah dan cepat di koreksi. Punya editor untuk seorang penulis memang sangat penting,harus punya. Bukan kita yang sebagai penulis tidak berbakat cumankan kita manusia. Tetap mempunyai kesalahan dan tempatnya salah makanya kayak gini. “Nin,berulang kali kan aku udah ingetin kamu perhatiin pas nulis karena. Ini kamu berapa kali salah ketikannya yang seharusnya ngetik karena malah karna. Kamu umurnya 25 tahun Nin,udah nulis sebelum anakku ada. Sekarang anakku dah SD. Kamu bayangin dah berapa lama?” Aku menidurkan kepalaku dimeja,dengan kepala menghadap Mba Jena yang sedang membaca novelku yang berisi 4 bab itu. “Ini juga,Nin! Kamu kenapa sih? Ngetik ini semua pas ngantuk makanya berantakan banget? Pas bab 4 sampe 6 kemarin palingan yang typo hanya satu malah yang ini banyak.” Aku menguap beberapa kali,jam berapa aku tidur semalam? Jam 2? Jam 4? Lalu jam berapa aku harus bangun masak,sarapan,siap-siap dan akhirnya duduk didepan editor tukang marah ini? “Ada beberapa kata yang harus kamu perhatiin dengan baik Nin. Kayak sperti,iyasih ini kamu pake Bahasa sehari-hari. Tapikan suasana yang ada didalam sini lagi formal masa sperti? Bandingin dong Nin. Aku lingkarin pake pulpen merah sekalian supaya kamu kayak anak SD dapat merah.” Mba Jena menatapku segera ku kerjapkan mataku cepat. “Mnjadi,kamu malah lupa ngetik E-nya padahal penulisan kata yang baik dan benar sangat dibutuhkan agar feel dalam karya itu dapet,Nin. Ada beberapa keadaan dimana sekitarnya kamu engga jabarin secara baik,kenapa malah langsung kerumah sakit? Aydira yang ngenes ini kenapa harus tertabrak? Kayak sinetron aja Nin.” Tempat yang Mba Jena pilih bagus juga,aman dan jauh dari yang Namanya keramaian. Semua orang sibuk dengan layer laptopnya dan hanya Anindira yang memposisikan dirinya sebagai orang malas. “Kamu harusnya ngetik mengatakan dia baik bukan malah katanya dia baik,arah pembicaraannya malah ambigu. Kan tokoh lakilaki memuji jadinya berikan kata yang pasti. Kalau pake katanya kan masih agak ragu Namanya. Masa gitu aja lupa Nin?” kutegakkan badanku,mengangguk paham. “Kamu lupa tanda baca sebelum tanda petik pentup,Nin. Kan disini susternya mau pergi jadinya dikasi titik kan udah selesai,engga ada pembicaraan lagi. Kamu kayaknya ragu banget mau ngetik tidak atau belum. Kamu engga lupa kan?” Aku menggeleng,”Masih ingat Mba,kata tidak berarti memang jadinya gitu kalau kata belum kayak masih menunggu. Semacam memberikan kode gitulah,intinya aku masih ingat.” Lembaran-lembaran kertas it uterus Mba Jena buka,dan aku memperhatikannya dengan saksama. “Nin,disini kamu ngetik apa ia dia akan mengerti? Sebaiknya kamu ganti aja. Apa bisa Aydira mengerti? Semacam pasti kan pertanyaannya? Jangan boros kata.” Merasa ada yang memperhatikan aku menoleh ke sembarangan arah,tapi semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aku merasa lega setelah Mba Jena menutup map yang tadi aku sodorkan padanya,kembali menyerahkannya padaku. Kubuka dan meringis melihat banyaknya lingkaran merah di setiap lembarannya. Mirip anak sekolahan yang laporannya tidak diterima dengan baik oleh gurunya. “Nin,makin kesini posisi Aydira makin aneh. Mba aja enek sama hubungan mereka yang makin lama makin menyebalkan dan naik tensi. Aydira juga,ngapain bertahan sama harta sih? Diakan cantic,bisa tuh daftar model bukan malah ngejar lakilaki yang engga punya perasaan sama dia. Mereka sama-sama bikin kesal,” Ku seruput minumanku yang tinggal setengah,merasa tidak tenang karena aku tidak bisa menemukan orang yang terus menatapku,feelingku mana mungkin salah dalam menebak sesuatu. “Mba yang aneh,udah tau itu hanya khayalan tapi masih aja dimasukin dalam hati.” Komentarku, “Kemarin Aydira habis minta uang yang banyak,terus di bab 10 awalan kamu buat Aydira minta uang lagi terus pacarnya kasi lagi,Mba seneng dia kecelakaan tapi Nin,” Mba Jena menatapku, “Apa Mba?” “Nin,kamu jahat banget jadi penulis. Sadar Nin,sebagai penulis kamu harus kasi yang happy sama tokohnya bukan malah menyiksanya.” Aku mendengus,ada apa dengan editorku sebenarnya? Disini aku yang aneh atau dianya yang aneh? “Mba,aku kan yang ngetik ya terserah aku dong mau ngapain tokohnya kenapa Mba malah sewot banget?” suaraku pasti sangat jelas terdengar kesal,tapi sekarang aku memang kesal. “Sejak awalkan Aydira memang orang jarang happy,di selingkuhin sekali aja sudah membuat trauma Mba apalagi berkali-kali? Aydira tidak tau happy itu apa,” menjauhkan gelas dan memainkan jemariku. “Aydira sudah kehilangan happy-nya,itu yang mau aku sampaikan. Aydira hanyalah fiksi tapi aku yakin banget ada perempuan diluar sana yang pernah ada di posisinya. Aydira diselingkuhin berapa kali sampai akhirnya dia muak dan menganggap semuanya biasa aja? Berapa kali Mba? Engga terhitung. Satu kali diselingkuhin satu kali aja perempuan udah sesakit itu kan ya? Apa kabar Aydira?” Aku tertawa setelah menjelaskannya Panjang lebar,dan aku tau. Mau sepanjang apapun aku menjelaskan Mba Jena akan terus menganggapku penulis yang jahat dan alur ceritanya yang sangat tidak terduga. “Tapi setidaknya biarkan Aydira bahagia,Nin.” “Engga ada perempuan yang bahagia setelah disakitin sama orang yang begitu dan sangat dia cintai Mba,begitupun dengan Aydira. Perempuan akan kesulitan setelah patah sedemikian hebatnya.” Kuambil minuman Mba Jena yang tidak dia minum sama sekali,ku seruput hingga setengah. Lelah juga bicara sangat Panjang sekali. “Masalahnya ini terlalu sulit diterima,Nin. Sangat diluar logika juga. Ini bukan kamu kan Nin? Bukan kamu yang pernah mengalami semua ini?” “Mba Sehat?” tanyaku keberatan. “Siapa dulu kamu sesuka ini sama uang,Nin. Saking Sukanya kamu bahkan mengorbankan hatimu lagian masa lalu siapa yang tau Nin?” “Masa lalu memang engga ada yang tau,Mba. Kecuali yang mengalaminya yang menceritakannya sendiri tapi Mba udah kenal aku sejak lama. Aku bukan tipikal orang yang secinta ini sama uang,hati aku engga semurah itu untuk aku korbankan.” Aku menemukannya,dia anak remaja SMA yang sejak tadi memotretku. Tidak papalah,aku kira orang jahat yang melakukannya. “Nin,Mba harap kamu menganggap Mba sepenting Mba menganggap kamu,” aku tersenyum tapi tidak membalas ataupun menyangkalnya. “Suami Mba selalu bertanya,Anindira orang seperti apa? Kadang Mba bingung sendiri mau jawab bagaimana. Kadang Mba mengerti kadang juga Mba bingung kamu orang seperti apa,” Kuperiksa jam di pergelangan tanganku,”Semuanya udah rampung kan? Bab 11 sampai 14 akan aku berikan secepatnya. Yang ini akan aku perbaiki terus gabungin dengan yang lainnya.” Berdiri,”Aku ada janji dengan pihak penerbit hanya meeting kecil kok,selamat siang Mba.” Beralih ke sampingnya dan memeluknya. Aku meninggalkannya tanpa membahas perkataan terakhirnya. Dan mungkin Mba Jena akan selalu kebingungan denganku,bagaimana Anin itu? Bagaimana Anin sewaktu sekolah dulu,bahagiakah? Adakah cerita yang hampir mirip dengannya? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya akan terus tergantung tanpa adanya jawaban sama sekali. Anindira akan terus menjadi perempuan misterius yang membingungkan semua orang,kadang aneh dan sulit dipahami pemikirannya. *** Kuserahkan selembar kertas pada perwakilan pihak penerbit yang datang menemuiku sore ini. Sebenarnya perjanjianku dengannya adalah sore tapi aku sengaja membohongi Mba Jena karena pembahasannya yang mulai menganggu privasiku. “Bisa dijelaskan Anin?” “Disini saya ingin ada bayangan seorang perempuan dengan rambut panjangnya. Ada gambar pantai dan ombak yang baru saja datang. Si perempuan sedang berdiri tetapi hanya bayangan saja,mengapa? Karena raganya sedang berjuang melawan hidup sedang jiwanya menetap di pinggr pantai.” Dan untungnya dia dengan cepat mengerti. “Anda meminta saya menggunakan tema dimana pantai adalah rumah utama,jiwa yang menjadikan pantai sebagai rumah utama itu tidak ada pengecualiannya. Karena mau raga sejauh apapun alias tubuhnya sejauh apapun akan tetap pulang ke pantai.” Kubuka mapku dan menyerahkan selembar kertas berbentuk persegi. “Anda bisa lihat sendiri ada tempat kotak yang sengaja aku kosongkan,ini qoutenya.” Memangnya kenapa Pantai? Karena pantai tidak pernah memulangkan bentuk karang setelah ia rusak sedemikian hebatnya. “Ini ada di cover kan?” aku mengangguk. “Wow,tak heran kenapa pihak kami begitu menginginkan kamu sebagai awalan projectnya. Mohon kerjasamanya.” Aku mengangguk lagi,daan ikut tersenyum formal saat dia mengagumi contoh cover yang kuberikan padanya. “Menurut pandangan kamu,mengapa harus perempuan? Kenapa tidak sepasang orang?” “Karena jika sepasang akaan ada sangkut pautnya dengan cinta. Di dunia ini,lelaki yang bisa menampakkan kesedihannya secara gambling hanya 30% saja selebihnya bersembunyi,sedang perempuan sebaliknya. Hanya 30% perempuan yang menyembunyikan kesedihannya selebihnya sangat terbuka sekali,benar kan?” dia mengangguk puas,aku hanya mengidikkan bahuku saja. “Boleh saya bertanya?” kupersilahkan menggunakan tanganku,”Mengapa anda memilih menjadi seorang penulis?” “Karena ini adalah jalannya.” Dia tertawa mendengar jawabanku yang sangat spontan dan cepat,Mba Jena saja jarang kujawab pertanyaannya lalu dia siapa? Kami hanya sebatas rekan kerja tidak lebih dari itu. “Pantai itu indah dan hanya akan dirasakan oleh mereka yang tak tau arah,begitu juga dengan ombaknya yang selalu dijadikan prioritas padahal dia jahat. Tidak tau terimakasih dan mau bertindak semaunya saja. kamu hebat ya? Bisa banget pake pangandaian seperti ini. Ini kamu ambil dari mana?” Kutunjuk dahiku, “Otak?” dan aku mengiyakan. “Hahaha,dipikiranku. Pantai hanyalah tempat wisata tapi ternyata setelah membaca setengah yang kamu berikan ini pemikiranku paham sedikit. Saya akan menjadwalkan pertemuan selanjutnya. Terimakasih atas waktu luangnya Anindira. Semoga anda nyaman dengan pertemuan hari ini.” Aku ikut berdiri dan menerima uluran tangannya. “Terimakasih kembali,saya sangat nyaman karena anda begitu menghargai keputusan saya dan tidak menolaknya sama sekali. Saya menunggu jadwal selanjutanya,semoga hari anda menyenangkan.” Senyumku terus kupertahankan hingga dia pergi meninggalkan café ini. Dengan Lelah kududukkan kembali tubuhku,berbincang dengan orang baru kadang membutuhkan tenaga yang sangat banyak. Tersenyum pada mereka,apalagi aku tipikal orang yang jarang berinteraksi dengan dunia luar. Penulis sepertiku pasti banyak ditemui,kebanyakan penulis adalah seseorang yang menyukai kesendirian. Sebagian orang lain suka dengan keramaian. “Lama?” “Banget. Kalau memang tidak bisa memegang janji jangan membuatnya.” Balasku padahal belum cukup lima menit aku menunggu. “Maaf Anin,tadi agak macet soalnya udahlah. Yuk aku anter pulang,kamu jangan pasang muka kesal nanti cantiknya hilang.” Tapi sayangnya aku tidak tersipu sama sekali. Kesannya biasa saja dan tidak ada euphoria cinta yang kurasakan,sangat biasa sekali. “Aku tadi melihat ada pasangan yang bertengkar disini,” aku ikut memandang kursi yang Alga lihat,”Mereka kayaknya berantem karena perempuannya ketahuan bohong. Selingkuh makin dominan ya?” lanjutnya, Kuperhatikan pinggir jalan,”Mobil kamu mana?” tanyaku setelah tidak menemukan mobil yang biasa Alga pakai untuk menjemputku. “Hari ini aku pakai motor spacy Nin,yang scoopy itu. Engga papakan?” aku memandang Alga horror,”Mobilnya ada du bengkel,ini aja aku pinjem motor tukangnya. Yuk Nin,hampir maghrib.” Ku ikuti Alga dan benar apa yang dia katakan,memakai motor. Alga menyerahkan helm padaku dan segera kupakai,dia juga sedang memakai helmnya. “Udah dipakai ya? Padahal aku pengen banget pasangin buat kamu,” aku menatapnya aneh dibalasnya dengan tawa kecil. Bukannya aku tidak suka di gandeng motor,hanya saja jarak rumahku dengan tempatku sekarang sekitaran sejam lebih apalagi hampir maghrib. Jalanan Jakarta akan sangat macet nanti. “Kamu engga akan rasain lamanya kok,Nin. Aku akan lewat jalan pintas dan kamu akan melihat kebanyakan pemandangan jadi engga akan lama. Ayo naik,aku akan mengantarmu dengan selamat.” Dengan kaku aku mendekat,memilih duduk tidak kesamping agar tidak Lelah. Alga hanya tertawa melihat wajah kakuku lewat kaca spion tak lama dia membawa motornya dengan kecepatan sedang. Setelah memikirkannya kembali,tidak buruk juga. Ini bukan pertama kalinya Alga menjemputku menggunakan motor hanya saja aneh. “Nin,kita hampir sama dengan orang pacarana yang habis jalan-jalan quality time.” Tidak kutanggapi karena untuk apa? “Nin,kadang aneh kadang nyata.” “Apanya?” tanyaku bingung, suara bising yang ada disekitar membuatku sedikit mendekat pada Alga agar bisa mendengarnya dengan baik. “Kamu Nin,kamu yang kadang aneh kadang nyata. Kadang aku merasa kamu aneh dan sulit aku miliki tapi kadang juga aku merasa kamu sangat nyata untuk aku Nin. Menyenangkan dan menantang,” Aku tidak membalasnya lagi,hanya memandang suasana Jakarta sore ini yang sangat padat bersamaan dengan suara radio masjid yang sangat jelas terdengar dari arah masjid-mesjid yang aku lewati. “Kamu masih ingin dijemput motor lain kali,Nin?” tanyanya dengan suara agak dibesarkan membuat beberapa pengendara menoleh pada kami,aku memukul pundaknya keras dibalasnya dengan tawa menggelegar. “Alga.” Dan dia dengan segera meredakan tawanya,tapi aku bisa melihat dari kaca spion,dia masih menampakkan senyuman. “Sama aku bahagia banget ya?” dia mengangguk,”Tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu.” Lanjutku. “Bukan tidak Nin tapi belum,aku yakin suatu hari nanti kamu akan suka sama aku dan membalas perasaanku dengan sangat baik. Aku engga akan menyerah kejar kamu Nin,sekarang aja aku seneng Nin.” “Kenapa?” “Karena cuman aku,lelaki yang kamu izinkan sedekat ini sama kamu. Sedang yang lainnya? Mau kamu tatap aja engga sudi Nin. Percaya engga percaya,perlahan hati kamu sudah menerima aku Nin. Tanpa kamu sadari sama sekali.” “Aku menolaknya Alga.” Sahutku cepat dan Alga tertawa mendengar perkataanku barusan. Aku menolak mencintai seseorang,sangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD