Kilas Kuantum 10 : Busur Tiga

2613 Words
Di ruangan seleksi ujian, para peserta seleksi pemilu mulai gerah dengan ketidak-pastian situasi yang mereka hadapi. Mereka meminta kepastian apa yang sebenarnya terjadi. Para peserta tidak ingin terombang-ambing dalam ketakutan. Mereka meminta kejelasan. Bagi para peserta, seleksi pemilu telah berakhir dan sekarang muncul Omega, mereka yang tidak lolos hanya ingin pulang dan mereka yang lolos meminta kejelasan kelanjutan seleksi. Para petugas keamanan lalu lalang di ruangan seleksi menginstruksikan pada para peserta agar tenang dan menertibkan mereka namun bungkam terhadap apa yang sedang terjadi. Lima akses pintu masuk ke ruangan seleksi tiba-tiba terlihat menutup dengan beberapa pengamanan berlapis. Penguncian pintu tersebut sontak membuat para peserta tertegun dan menanyakan situasinya. "Hey, kalian...," kata salah seorang peserta ujian menunjuk salah satu personil keamananan. "Apa yang sebenarnya terjadi disini? Kenapa laser persahabatan menyala di siang hari? Dan kenapa beberapa pintu disini dikunci dengan baja berlapis? Tolong jelaskan situasinya kepada kami. Kami ingin meminta kejelasan, apa yang kalian tutup-tutupi?" "Iya, dari tadi kalian hanya meminta kami untuk tenang dan tenang, selalu mengatakan ini hanya sebuah peretasan biasa. Tapi kenapa kalian terlihat begitu panik? Kenapa ruangan ini malah dikunci? Seserius apa situasinya? Setidaknya kalian bisa mengatakannya kepada kami," timpal salah seorang peserta lagi. "Bagaimana nasib seleksi ujian kami? Aku adalah lulusan terbaik ilmu politik universitas Alabama, S3 hubungan internasional dan diplomatik. Selama sembilan tahun perjuangan di perguruan tinggi hanya untuk hari ini. Rating indeksku yang kedua tertinggi. Aku ingin jawaban segera nasib seleksi pemilu hari ini." Ucap seorang peserta yang mendapat nilai indeks tertinggi kedua. Nilai indeksnya tepat berada dibawah Nurin. "Ya, benar. Sampai kapan ini? Kami butuh jawaban pasti, kalian tidak bisa melakukan ini pada kami. Kami semua berhak tahu situasi yang sebenarnya." "Katakan terus terang jika seleksi pemilu kali ini disabotase dan lalu, bagaimana dengan keselamatan kami semua? Kenapa kalian hanya mondar-mandir tidak jelas. Dan sekarang kalian menutup semua akses pintu ruangan ini, kenapa mengurung kami semua disini?" Para peserta seleksi mulai meminta jawaban kepastian dari pihak personil keamanan yang berjaga. Beberapa oknum peserta seleksi yang tidak lolos sudah sangat gerah, mulai hilang kesabaran dan hendak merangsek ke arah pintu keluar. Mereka langsung dihadang oleh personil keamanan. "Jangan ada yang keluar dari sini sebelum ada instruksi!" ucap seorang personil. "Pemilu seleksi masih dilangsungkan, bagaimana kalian ingin pergi dari sini? Lagipula semua pintu keluar sudah terkunci." "Apa-apaan ini!?" teriak seorang peserta seleksi. Para peserta lain mulai tidak terkendali. Seorang personil kemudian nampak mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke kerumunan peserta. "Kami diperintahkan untuk menahan kalian disini sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Harap kalian mematuhi ini." "Tenang, tenang! Sudah kami katakan situasi masih terkendali. Ini hanya sebuah peretasan digital biasa. Tidak ada aksi teror apapun disini, keadaan masih aman dan ini bukan situasi darurat. Para petugas keamanan pasti akan mengamankan kita semua segera jika ada indikasi ancaman serius. Tolong untuk saat ini patuhi saja protokolnya. Saya menerima laporan bahwa system sedang coba dipulihkan dan penyelenggaraan pemilu akan kembali dilanjutkan." Salah seorang staff KPS hendak menenangkan suasana, namun kesimpang-siuran telah merasuk ke dalam gelombang para peserta, menggerogoti pikiran melahirkan ketakutan pada benak mereka. Mereka semua mulai panik dan kebanyakan telah menduga bahwa ini semacam serangan untuk mengacaukan seleksi pemilu. Banyaknya personil keamanan dan kepolisian di sekitar ruangan seleksi tidak menghilangkan sedikitpun kegelisahan dari raut wajah para peserta. Nurin masih berdiri terpaku di samping jendela kaca besar, menonton kerisauan dari para peserta lainnya. Dia masih tertegun dengan situasi yang ada. Nurin kembali memikirkan tentang nilai hasil ujian seleksinya, hasil rating grafik miliknya. Alih-alih memikirkan matinya fungsi seluruh system komputer di ruangan mereka, munculnya layar merah serta simbol Omega yang terpajang begitu menakutkan dan kekacauan yang saat ini diakibatkannya, Nurin mulai berpikir apa mungkin semua ada hubungannya? Masalah peretasan ini dan keikutsertaan dirinya, karena biasanya seleksi pemilu selalu berjalan lancar dan tanpa kendala. Nurin menerawang tajam ke luar kaca jendela dimana ia bisa dengan jelas melihat tiga garis laser merah menyala membelah langit-langit kota New Malaka. Nurin bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan aktifnya laser persahabatan di siang hari? Apakah laser persahabatan juga rusak akibat peretasan itu? Belum lagi fakta Kapten Irdan yang dilihat Nurin tadi begitu panik ketika melihat lasernya menyala. Dan kenapa ini terjadi tepat sesaat setelah hasil rating para peserta diumumkan. Apa ini saling berkaitan? Grafik rating dan indeks yang sama dengan mantan Presiden Nurun Maulidan, serangan peretasan yang membobol jejaring JST. Rasa-rasanya semua terasa saling berhubungan. Sebuah pintu terbuka. Dari sana Kapten Irdan dengan diikuti oleh beberapa personil keamanan kembali terlihat memasuki ruangan seleksi. Mereka ingin meredam dan menenangkan kekhawatiran para peserta seleksi. "Kalian semua...!" teriak Kapten Irdan. "Seperti yang kalian telah ketahui bahwa ini hanyalah serangan peretasan terhadap jaringan saja. Kalian lihat? Friendly Laser menyala pada siang hari juga dikarenakan ada kerusakan di system kontrol operasionalnya. Percayalah ini hanya sebuah serangan cyber. Jangan panik. Tunggulah, kami sedang mengusahakan membalikkan jaringan utama dan acara pemilihan ini akan kembali dilanjutkan." Kata Kapten Irdan. "Sudahlah ... kami tidak peduli lagi dengan seleksinya. Toh sebagian dari kami juga sudah dipastikan tidak lolos. Kami hanya ingin keluar dari sini dan pulang tapi kalian petugas keamanan malah menahan kami. Kenapa ruangan ini dikunci?" "Iya, dia benar." Sahut peserta lain. "Kami yang tidak lolos dalam penilaian 50 besar, tidak ada gunanya lagi berada disini. Bolehkah kami pergi sekarang?" "Kalau itu ... maaf, kalian para peserta semuanya harus tetap berada disini untuk sementara waktu, belum boleh keluar. Ini juga demi keselamatan kalian. Di luar sedang ada penjagaan super ketat dan menurut kami situasinya tidak aman. Kalian belum boleh pergi dari sini sampai system operasi kami normal kembali," jawab Kapten Irdan. "Apa!? Jadi artinya kalian sama saja mengurung kami disini." Ucap salah seorang peserta nampak tidak terima dengan keputusan tersebut. "Kami yang sudah jelas-jelas tidak lolos hanya membuang waktu saja dengan tetap berada disini," "Apa kalian tidak mengerti!? Kami melakukan ini demi keamanan dan keselamatan kalian semua!!!" Bentak Kapten Irdan. "Menjamin keselamatan para peserta adalah kewajiban kami." "Omong kosong! Kalian hanya membuang-buang waktu kami saja disini." Sahut seorang peserta. "Tenang ... tenang, semua peserta diharap tenang." Perintah ketua staff KPS yang berwenang. "Maaf tapi ini sudah perintah dari pusat. Tidak hanya kalian, bukan hanya di New Malaka ini saja, tetapi seluruh tempat dilangsungkannya seleksi di tiap kota di Indonesia—meminta para peserta pemilu untuk tidak dulu pergi meninggalkan ruangan." Kata Kapten Irdan. "Apa-apaan itu! Untuk apa kami yang tidak lolos ini terus disini?" celetuk salah seorang peserta kesal. "Kami ketakutan dan kalian bahkan tidak menjelaskan detail masalahnya. Sedari tadi hanya mengatakan sedang ada peretasan, sedang ada peretasan. Apa kami kalian anggap bodoh? Peretasan macam apa yang bisa membobol JST? Jika ini serangan terorisme, katakan dengan terus terang." Kapten Irdan dan Nurin hanya dapat melihat ketidaksukaan sebagian besar peserta seleksi dengan keputusan itu. Mereka yang digelayuti ketakutan merasa keputusan itu tidak adil, mereka seakan sengaja ditahan untuk sementara waktu dan tidak diperbolehkan meninggalkan tempat seleksi padahal sebagian besar dari mereka—hampir lebih setengahnya—dari 157 peserta sudah terbukti tidak lolos dan ingin segera pulang. Kapten Irdan melihat Nurin sedang berdiri menyaksikan ketegangan yang terjadi di salah satu sudut ruangan dekat jendela kaca bundar besar—mata dari Nusantara Union. Kapten itu kembali menghampirinya. "Keadaan disini cukup kacau kan, Profesor?" gumam Kapten Irdan seraya berjalan mendekati Nurin. "Kenapa para peserta yang lain tidak boleh meninggalkan ruangan ini Kapten? Bahkan bagi mereka yang tidak lolos?" "Seleksi ini kan resminya belum selesai Profesor. Lagipula ... kami diberitahu oleh pusat, oleh pihak di ibukota, mereka memberitahukan bahwa kemungkinan besar peretasan dan sumber Omega yang merusak JST—berasal dari salah satu server peserta ujian seleksi, disini ... di kota ini, di ruangan ini." "Maksudnya ... bahwa ada salah satu peserta yang sengaja merusak jaringannya dan memasukkan virus Omega?" tanya Nurin. "Pelakunya ada disini?" Dijawab anggukan oleh Kapten Irdan, "bisa dikatakan seperti itu Profesor. Sersan Aya dan semua programmer kami meminta untuk menahan sementara semua peserta seleksi, karena mereka menduga ada pihak eksternal, dan tim cyber kami sedang berusaha melacak keberadaannya." "Lalu lampu laser ini? Laser persahabatan," tunjuk Nurin menatap ke luar jendela kaca. "Seberapa burukkah itu? Ayolah kapten, katakan yang sejujurnya. Aku bisa langsung tahu dari ekspresi anda tadi ketika laser persahabatan ini pertama keluar," "Terlihat jelas huh?" tanya Kapten Irdan sedikit tersenyum. Kapten Irdan sedikit mendekat ke arah Nurin, menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada yang mendengar apa yang akan ia katakan. "Akan kukatakan sebuah rahasia Profesor, rahasia lain terkait laser persahabatan ini. "Bisik Kapten Irdan pelan. "Ada rahasia lain selain sebagai alat mata-mata?" desis Nurin pelan. "Ya, bukan hanya itu Profesor." Jawab Kapten Irdan. "Fakta yang kuceritakan tentang laser persahabatan tadi hanya sebagian dari kebenarannya, belum semuanya." "Apa rahasia lainnya...?" "Friendly Laser, selain sebagai perangkat mata-mata rahasia seperti yang sudah kuceritakan pada anda, sesungguhnya juga berfungsi sebagai penanda atau sebuah fitur lock target untuk sebuah paket," "Paket?" "Ya, sebuah paket serangan yang disebut Program Busur Tiga." "Paket Serangan!?" Tegas Nurin dengan intonasi kaget. Nurin lalu melihat ke sekelilingnya dan memelankan suaranya. "Maaf Kapten, aku hanya terkejut." Untung tidak ada yang menyadari teriakannya barusan. "Busur Tiga? Apa itu Kapten?" "Senjata yang sangat mematikan." Jawab Kapten Irdan. "Sebuah akronim, BUSter—URgent, TIndakan Ganyang Asia-Amerika." "Program seperti apakah itu?" Kapten Irdan kembali menengok kiri dan kanannya, memastikan tidak ada yang akan mendengar hal ini. "Sebuah program destruktor skala perang Profesor." "Maksud anda program pemusnah massal?" Kapten Irdan kembali mengangguk. "Dengan daya hancur total!" jawabnya, "kata Tiga dalam program Busur Tiga bukan hanya sebuah akronim, tetapi juga merujuk pada tiga lokasi dari instalasi tempat program tersebut diluncurkan." "Tiga lokasi? Program jenis apakah Busur Tiga itu?" tanya Nurin semakin serius. "Begini Profesor, Program Busur Tiga digagas dan diinstal sejak sekitar 20 tahun lalu namun perangkatnya sendiri selalu diupgrade tiap tahunnya. Program ini pertama kali diciptakan sebagai reaksi dan respon negara atas sejarah konstelasi politik kita dengan China di laut China selatan dan tuntutan rancangan progresif pertahanan strategis kawasan pasifik. Busur Tiga merupakan program utama ALUTSISTA negara kita, kekuatan utama militerisasi angkatan bersenjata. Lokasinya berada di tiga titik wilayah yakni pangkalan militer di kepulauan Natuna, Pelabuhan Surabaya sebagai pusat utama kekuatan Angkatan Laut dan Lanud Leo Wattimena di kepulauan morotai. Di pangkalan militer TNI di Natuna, terpasang peluncur misil balistik antar benua (ICBM) berhulu ledak tinggi." "Nuklir?" tanya Nurin memastikan kata ambigu itu, Kapten Irdan mengangguk pelan mengiyakan. "Di pelabuhan Surabaya, seperti yang anda tahu, terdapat armada besar angkatan laut kita. Ratusan kapal cepat rudal—KCR, kapal induk KRI Jenderal Sudirman dengan senjata penghancur kelas utama. Lalu di lanud Leo Wattimena sebagai pangkalan militer terbesar bagi angkatan udara kita, terdapat banyak jet tempur nirawak AU dan juga dilengkapi peluncur ICBM. Program Busur Tiga adalah program peluncuran serangan terarah serempak dari ketiga lokasi tersebut." Papar Kapten Irdan. "Dan laser persahabatan di Nusantara Union ini adalah penanda lock target dari paket serangan Busur Tiga?" tanya Nurin. "Semua senjata paling mematikan yang dimiliki negara ini akan segera ditembakkan?" "Benar Profesor. Sekarang anda lihat bahwa ada tiga mata sorot yang menyinari tiga tempat sekaligus. Ketiga tempat itu adalah dataran China, semenanjung Malaya, dan benua Australia. Dalam beberapa jam lagi Busur Tiga akan diaktifkan dan diluncurkan. Aku telah diberitahu oleh pihak departemen pertahanan bahwa hitung mundurnya telah dilakukan. Dalam beberapa jam ke depan, peluncur misil di Natuna akan menyasar langsung negara tetangga yang dapat menghancurkan negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan juga China. Senjata terkuat AL kita di Surabaya juga akan langsung meluncur ke arah Australia, dan misil balistik di Leo Wattimena akan menyasar daratan Amerika atau setidaknya pangkalan militer mereka di pulau Guam. Ada sekitar 600 ribu orang disana dan jika itu terjadi maka Amerika akan langsung menyatakan perang terhadap kita. Profesor, saat Busur Tiga diluncurkan, akan ada ratusan juta jiwa yang akan menjadi korban. Mungkin sekitar 300 juta jiwa lebih akan melayang." Nurin kemudian tahu betapa buruknya situasi yang ada sekarang ini. Laser persahabatan ternyata bukanlah laser yang bersahabat sama sekali. Lebih tepat jika laser itu disebut sebagai laser permusuhan daripada laser persahabatan. "Itu artinya dalam beberapa jam lagi negara kita akan menjadi agresor dan penjahat perang?" "Seperti itulah Profesor. Skenario yang terburuk ketika itu terjadi, maka negara kita akan dilucuti oleh PBB karena telah melanggar hukum internasional Jus Cougens dan norma peremptorial. Negara kita akan dianggap melakukan genosida, p***************l, lalu negeri ini akan dieksekusi, semua tataran pemerintahan kita akan diambil alih, kita akan diembargo dan pastinya akan dikucilkan secara global. Namun sebelum itu, akan berkecamuk perang. Negara akan mendapat serangan balasan dari negara-negara persemakmuran yang dipimpin Inggris karena telah menyerang semenanjung Malaya dan Singapura. Lalu Australia dan Amerika juga akan melakukan serangan balasan mereka. Dalam beberapa jam, jika tidak dihentikan, seluruh kawasan dan pulau di negara ini akan menjadi medan perang." Sejenak Nurin merenungi ancaman maha dahsyat yang akan meluluhlantakan seluruh negeri itu. Sebuah senjata blunder yang akan menyeret Indonesia ke dalam pusara perang dunia ketiga. "Kukira mengetahui bahwa laser persahabatan adalah alat spionase rahasia sudah cukup buruk, ternyata ada yang lebih buruk." Gumam Nurin. "Kita tidak hanya merangkul negara tetangga dengan tangan yang satu lalu memasukkan tangan yang satunya ke kantong baju mereka, tetapi ternyata juga menodongkan sebuah pisau berbahaya di dalamnya." Nurin berekspresi geram yang dipendam seraya membuat analogi cantik terkait ironi dari laser persahabatan atau Friendly Laser yang dimiliki negaranya. "Sekarang kau tahu betapa gentingnya situasi sekarang kan, Profesor?" Kata Kapten Irdan. "Berdoalah supaya kami mampu menemukan sumber masalahnya dan mengambil alih kembali system operasi kita yakni seluruh jaringan JST, lalu menstabilkan jaringan utama. Prioritas kami saat ini adalah dapat mengambil alih kembali kontrol kendali atas Program Busur Tiga. Sebelum itu, kami harus menemukan terlebih dahulu pelaku yang telah menyusupkan Omega." "Ya, Kapten. Ini situasi yang serius." Balas Nurin. "Kalian tidak pernah belajar. Kita semua tidak pernah belajar. Tidak ada yang kita pelajari sejak beberapa dekade dimulainya kemajuan hebat ini. Kita lebih senang mengabaikannya." "Maaf, Prof? Apa yang kau katakan?" "Fiksi mengajarkan kita sejak puluhan tahun lalu. Film, n****+, drama, atau mungkin game. Buku-buku dan para penulis telah banyak membuat ramalan ini dalam analisis ilmiah mereka. Tapi kita tidak mau dengar. Kita menganggap itu hanya dongeng yang dibisikkan ke telinga kita atau sekedar cemilan pengeyang perut yang membuat kita gembira. Dengan senang hati kita mengkonsumsinya." Kapten Irdan bergeming sambil menatap Nurin penuh kecurigaan. "Kau begitu tidak menyukai komputerisasi?" tanyanya. Kapten Irdan teringat akan ucapan seorang tim A.B.B.Y.S terkait kaum Agamawan radikal anti komputerisasi dan JST. "Tidak juga Kapten." Menurut Nurin, diambil alihnya Busur Tiga merupakan konsekwensi terburuk dari mempercayakan segala system operasi termasuk persenjataan utama negara kepada mesin, pada algoritma komputer super canggih yang selalu disombongkan tidak akan mampu diretas atau dibobol namun kenyataanya malah sebaliknya. Ketika Titanic disombongkan tidak akan mampu tenggelam bahkan oleh tangan Tuhan sekalipun, ia akhirnya tenggelam di dasar paling dalam lautan. Tragedi yang sama jika menyangkut arogansi dan kepongahan manusia dengan peradaban yang dimilikinya. Ketakutan Nurin dan ketidak-sukaannya terhadap ide bahwa operasi semua mesin tidak lagi ditangan manusia telah menjadi kenyataan. Musibah itu sekarang ada di hadapan mereka. "Hari ini anda telah memberitahuku dua rahasia negara Kapten. Apa itu tidak apa-apa? Apa alasannya anda begitu entengnya membuka rahasia ini?" tanya Nurin sekedarnya. "Entahlah Profesor, tidak ada alasan spesifik. Kau bertanya maka aku menjawabnya. Lagipula kurasa tidak apa-apa membuka rahasia ini kepadamu. Dengan hasil grafik indeks dan rating yang tadi kau dapatkan, kita pasti sama-sama tahu dan kau pun juga pasti tahu konsekwensinya kan, jadi kurasa tidak ada salahnya ... memberitahu rahasia semacam ini pada calon Presiden kami berikutnya." Tegas Kapten Irdan. Nurin hanya terdiam, sedikit tercekak dengan tegukan air liurnya sendiri. Nurin jelas mengetahui bahwa dengan rating seperti itu, dia tidak hanya akan dapat maju ke tahapan selanjutnya melainkan sudah pasti langsung lolos ke tahapan 3. Otomatis akan mengalahkan incumbent, merebut kursi Presiden yang ada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD