Semua pintu di ruangan seleksi masih tertutup rapat dengan penjagaan penuh. Tak ada satupun peserta yang diperbolehkan keluar sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Hanya menyisakan satu pintu khusus yang dijaga ketat oleh personil keamanan tempat Kapten Irdan tadi masuk. Ruangan seleksi benar-benar nampak seperti dilockdown dan diisolasi.
Nurin dan Kapten Irdan bergeming.
"Kalau begini, apa yang terjadi selanjutnya Kapten?" tanya Nurin.
"Kami semua hanya bisa menunggu Profesor, menunggu tim cyber kami menemukan sesuatu,"
Para peserta mulai kembali gelisah, gugup dan panik melihat semua pintu akses keluar masih ditutup. "Sampai berapa lama ini...?" teriak salah seorang peserta seraya membanting komponen device komputer seleksi. "Kalian benar-benar mengisolasi kami sekarang, huh? Kalian tidak mengerti. Kami semua disini sedang gelisah. Sebagian besar diantara kami juga telah dinyatakan tidak akan melaju ke tahapan lanjutan, kami hanya ingin pergi dari sini. Kami semua kebingungan dengan situasi yang saat ini terjadi. Kalian seperti menutupi sesuatu, para peserta disini bisa mengendusnya,"
Keadaan kemudian menjadi semakin kacau dan para peserta sudah mulai begitu barbar dengan sebagian dari mereka berteriak-teriak dan menghentakkan tangan dengan keras ke meja. Rangkaian dari untaian kata-kata bak orasi yang tadi dilontarkan salah satu peserta seleksi telah membubuhkan jiwa pemberontakan dan gelombang perlawanan di hati para peserta lainnya. Amukan massa dari para peserta kemungkinan tidak akan lama lagi meletus, jika personil keamanan masih tidak bisa memuaskan mereka dan tidak membiarkan mereka untuk pergi.
"Tenang, tenang ... ini juga demi keamanan kalian para peserta." Balas salah seorang petugas keamanan. "Jangan melakukan vandalisme apapun disini! Kami bisa mengambil langkah represif yang diperlukan jika kalian terus melawan dan tidak mematuhi aturan."
"Kalian semua orang terdidik, bisakah kalian memahami situasinya dan bersabar sedikit saja?" ucap Kapten Irdan. "Kalian akan bisa keluar dari sini secepatnya ketika kami sudah memastikan keamanan di luar sudah terkendali."
Kapten Irdan pun tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk menenangkan para peserta yang ketakutan. Kapten Irdan menutupi sesuatu pada para peserta kecuali Nurin. Kapten itu tahu betul bahwa isolasi peserta seleksi dijalankan karena sebelumnya mereka mendapat berita terbaru dari pusat ibukota bahwa pelaku yang menyusupkan Omega ada di gedung mereka, di New Malaka, sehingga petugas di ruang kontrol keamanan melakukan protap isolasi di ruangan seleksi. Kapten Irdan kemudian menerima panggilan dari ruang kontrol, mereka meminta Kapten Irdan segera kembali kesana. Ada sesuatu yang ingin mereka laporkan. Kapten Irdan kembali pamit pada Nurin kemudian bergegas kembali ke ruang kontrol keamanan.
"Profesor, aku harus pamit." Ucapnya seraya bergegas.
"Silahkan Kapten," Nurin menatap Kapten Irdan tergesa-gesa beranjak keluar menuju satu-satunya akses pintu yang tidak dikunci namun dijaga ketat oleh beberapa personil keamanan.
Para peserta seleksi bergeming melihat Kapten Irdan keluar dari ruangan dan mereka langsung dihadang oleh personil keamanan bersenjata yang berjaga. Tatapan mereka tajam sebagai sinyal kepada para peserta untuk tidak mencoba pergi keluar melewati pintunya.
***
Sesampainya di ruang kontrol, Kapten Irdan kembali menerima sebuah sambungan telepon dari sekretaris keamanan. Kapten itu melaporkan bahwa protap isolasi khusus telah diterapkan di gedung Nusantara Union. Mereka mendapat laporan baru dari ibukota, atas perintah langsung panglima TNI, bahwa tim A.B.B.Y.S telah berkerja sama dengan tim komputerisasi pelacak mereka yang akhirnya berhasil menemukan sumber flux pada kendali operasi militernya, hal tersebut membawa pada keberhasilan pelacakan anomali flux yang sedang dicari oleh Sersan Aya dan rekan-rekan programmernya, pelacakan itu merujuk secara spesifik pada salah satu server di New Malaka, menunjuk pada jaringan komputer tunggal di Nusantara Union tepatnya di ruangan seleksi sebagaimana telah diperkirakan oleh tim A.B.B.Y.S sebelumnya. Sumber porting Omega menunjuk pada salah satu komputer milik salah satu peserta seleksi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Sersan Aya dan tim Cyber A.B.B.Y.S pada Kapten Irdan. Saat ini mereka sudah berhasil melacak sumber flux dan arus data eksternal yang diduga meng-input Omega. Pelakunya sudah ditemukan!
Kapten Irdan lalu menutup sambungan telepon dari ibukota tersebut. Dia diperintah untuk segera membawa dan mengamankan pelakunya.
"Apa ini benar? Informasinya tidak salah?" tanya Kapten Irdan menatap serius ke layar. Dari raut wajahnya dia merasa seperti telah dibohongi atau dikelabui oleh seseorang. Hal tersebut membuatnya sangat kesal. "Sulit dipercaya,"
"Maka dari itu pusat langsung memerintahkan untuk segera diambil tindakan. Pelakunya sudah dipastikan ada di ruangan itu. Anda hanya tinggal mengirim perintah penangkapan." Jawab salah seorang personil di pusat kontrol.
"Ternyata ...." Gumam sang Kapten kesal.
Sersan Aya hanya menatap Nanar pada ekspresi Kapten Irdan saat ini.
"Aku meragukan ini," gumam Sersan Aya pelan balik menatap layar.
"Tapi buktinya memang sudah jelas kan Sersan. Kau sendiri sudah mengkonfirmasi hal ini." Balas Kapten Irdan menoleh ke Sersan Aya. "Kita berdua telah dibohongi. Kenyataannya, dia memang pelakunya."
"Ya, tapi rasanya ada sesuatu yang salah." Gumam Sersan Aya kembali. Sersan Aya seperti gelisah. Mungkin ada sesuatu yang salah disini, hanya saja Sersan cantik itu tidak bisa mengambil tindakan apapun karena bukan orang yang berwenang. Tidak ada yang bisa Sersan Aya lakukan.
"Kita harus segera bergerak!" kata Kapten Irdan. Ia menunjuk beberapa personil di ruangan dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya kembali ke ruangan seleksi.
"Beberapa dari kalian ikut aku!" perintah Kapten Irdan tegas langsung meninggalkan ruangan dan seketika menuju ruang seleksi. Kapten Irdan diikuti beberapa personil bersenjata dengan cepat bergegas ingin menjemput seseorang dari ruangan seleksi.
Sementara di ruangannya, sesaat setelah Kapten Irdan keluar, Sersan Aya tanpa sepengetahuan siapapun di ruang kontrol keamanan nampak sedang memasang sebuah emblem akses di salah satu port komputer di depannya dan mulai menginstall perintah "All Access" pada emblem tersebut. Dia melakukannya secara diam-diam agar tidak diketahui oleh rekan-rekannya yang lain di ruangan tersebut. Sersan Aya melakukan hal tersebut dengan senyap.
ALL ACCESS : 22%
Gadis Polwan berkerudung itu merasa harus berintuisi dan berimprovisasi dalam situasi saat ini. Dia mulai mengendus ketidak-beresan dan sepertinya ia punya rencananya sendiri dalam hal ini. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh sang Sersan muda itu.
Kapten Irdan didampingi oleh enam personil keamanan, empat diantaranya membawa senjata standart tipe AK-55. Mereka lalu memasuki kembali ruang seleksi namun tepat di depan pintunya dua personil yang lain berhenti. "Kalian disini saja, biar aku sendiri yang masuk. Kita jangan membuat kepanikan, seperti yang kalian ketahui di dalam sana sudah sangat kacau. Dan yang terpenting, jangan sampai mengundang kecurigaan. Kita harus segera mengamankannya secara hati-hati," kata Kapten Irdan, dijawab anggukan oleh petugas lainnya.
Kapten Irdan kemudian langsung memasuki ruangan seleksi dan berjalan menuju Ahmad Nurin. "Profesor! Bisa ikut aku?"
Sudah begitu jelas, orang yang ingin dijemput oleh Kapten Irdan adalah Nurin.
"Ada apa Kapten?" tanya Nurin heran.
"Tolong ikuti saja perintahnya. Kami harus segera mengamankan anda," jawab Kapten Irdan tersenyum tajam. "Nanti akan kujelaskan sembari kita berjalan."
"Baiklah ...." Jawab Nurin dengan enggan namun ia tetap mengikuti Kapten Irdan sesuai perintah.
Para peserta seleksi dan staff KPS dalam ruangan tak bergeming, terpaku melihat sosok Nurin dibawa keluar oleh salah seorang petugas keamanan. Mereka semua menyadari bahwa dialah peserta yang tadi mendapatkan rating tertinggi. Rating indeks legendaris yang persis sama dengan mantan Presiden sebelumnya, Nurun Maulidan.
"Dia kan orangnya?"
"Mau dibawa kemana dia? Apa langsung diboyong ke ibukota untuk tahapan selanjutnya?"
"Pastinya, bahkan dengan rating indeks seperti itu dia mungkin akan langsung dilantik. Sudah jelas kan bahwa tahapan 3 untuk kursi tertinggi tidak akan dilaksanakan jika mereka telah mendapatkan nilai indeks seperti itu."
Para peserta berbisik satu sama lain ketika melihat Nurin dibawa keluar oleh Kapten Irdan.
Setelah melewati pintu, Ahmad Nurin mendapati beberapa personil berjaga di luar yang diantaranya membawa senjata lengkap telah menantinya, membuat pikiran Nurin bertanya-tanya kenapa ia diajak keluar ruangan. "Kapten? Ada apa ini?"
"Silahkan ikuti saja kami Profesor. Tenang saja, ini demi keamanan anda." Balas Kapten Irdan seraya memberi isyarat anggukan kepada para personil lain untuk membentuk formasi mendampingi Nurin.
Mereka hendak membawanya menuju ke ruang kontrol keamanan. Nurin merasa risih dan tidak enak selama berjalan menyusuri selasar karena harus dikawal oleh personil keamanan di semua sisinya, kiri, kanan, depan dan belakang. Seolah-olah dia adalah seorang tahanan. Sesekali Nurin menatap ke samping dan melihat ekspresi personil pengawal yang datar. Sesekali mata Nurin bertemu dengan mata salah satu personil. Sepasang tatapan tegas, kosong dan disiplin. Nurin tak dapat membaca situasi dari ekspresi mereka itu. Tebakan Nurin saat ini hanyalah bahwa dia diajak ke suatu ruangan untuk tahapan selanjutnya sebagai peserta seleksi yang lolos bahkan yang memiliki indeks nilai dan rating tertinggi.
Nurin menatap punggung bidang Kapten Irdan yang berjalan tepat didepannya.
"Kapten ... kenapa hanya diam? Sebenarnya aku hendak dibawa kemana?"
"Seperti yang kau tahu Profesor, kau calon pemimpin kami." Ucap Kapten Irdan sedikit menoleh tapi tetap membelakangi Nurin. "Dalam serangan ini kami harus bergerak cepat untuk segera mengamankan anda."
"Kenapa hanya aku? Bagaimana dengan nasib peserta lainnya? Kukira aku dibawa untuk tahapan seleksi selanjutnya."
"Seleksi tetap berlanjut Profesor dan peserta yang tidak lolos juga akan kami amankan lalu kami pulangkan. Kenapa? Apa kau sudah sangat ingin melaju ke babak selanjutnya Profesor? Seperti yang pernah kukatakan Prof, bahwa dengan nilai indeks yang kau dapatkan dalam pemilu ini, kemungkinan besar anda akan langsung dilantik, sesuai konstitusi dan undang-undang negara kita. Bukankah setiap peserta mengharapkan mendapat hasil terbaik ketika memutuskan untuk ikut ujian seleksi ini? Termasuk anda juga kan, Profesor Nurin."
"Tidak juga Kapten, aku pun terkejut." Jawab Nurin. "Aku benar-benar tidak menyangka akan mendapat nilai seperti itu. Sejujurnya aku tidak menaruh harapan apa-apa ketika memutuskan mengikuti seleksi pemilu ini. Apalagi ... untuk kursi tertinggi, tidak sama sekali."
"Begitu kah ... Profesor?" sahut Kapten Irdan menoleh, tersenyum kecut.
Sementara itu di ruangan kontrol keamanan, Sersan Aya hampir rampung mengunduh instalasi perintah akses pada emblemnya. Gurat kecemasan dan ketergesaan begitu nampak di wajah manisnya tersebut.
ALL ACCESS : 87%
"Ayolah, ayolah, sedikit lagi. Waktunya sudah tidak banyak." Gumam sang Polwan agak pelan. Sersan Aya menengok ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada satupun yang menyadari apa yang sedang ia kerjakan saat ini.
ALL ACCESS : 96%
"Sedikit lagi," gumam Aya menatap layar virtual komputer di depannya. "Astaga ... apa yang kulakukan? Kuharap ini benar untuk dilakukan." Sersan Aya mengusap wajah dengan tangannya.
"Ada apa Sersan?" tanya rekan yang duduk di sebelahnya. "Apa kau baik-baik saja? Apa kau kurang sehat?"
Sersan Aya seketika terperanjat dengan teguran itu. Dia kembali menatap layar komputernya dengan gelisah. Dalam benaknya ia tidak ingin ada yang menyadari proses loading yang sedang berjalan di layar komputernya.
"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya kelelahan sedikit. Kau tahu kan, semua pekerjaan kita ini dan bagaimana otak kita diperas selama beberapa jam terakhir." Jawab Sersan Aya tersenyum.
"Kau benar. Tapi kita telah menemukan pelakunya. Masih ada tugas lain, mengambil alih system utama JST kembali,"
Sersan Aya mengangguk sembari menatap tajam pada layar komputer.
Dalam selasar ketika membawa Nurin, Kapten Irdan terlihat menelpon seseorang di ruang kontrol keamanan. "Kunci semua pintu dan akses keluar di gedung Nusantara Union ini. Laksanakan!" Perintahnya sedikit berbisik agar Nurin tidak mendengarnya.
ALL ACCESS : COMPLETE
"Akhirnya,"
Sersan Aya seketika mencabut emblem akses tersebut dan secara senyap langsung bergegas meninggalkan ruang kontrol keamanan tanpa sepengetahuan siapapun. Tidak ada yang menyadari kepergian Sersan Aya dari ruangan. Hanya meninggalkan jejak berupa kursi putarnya yang berputar pelan.
"Kita hampir sampai Profesor." Kata Kapten Irdan. "Anda akan aman disana,"
Mereka hampir sampai di ruangan kontrol keamanan, hanya tinggal satu selasar panjang, sedikit tikungan lalu menuruni tangga dan melewati satu pintu lagi. Tiba-tiba saja Sersan Aya muncul di hadapan mereka. Sebuah pertemuan yang entah direncanakan atau tidak oleh Sersan Aya. Kapten Irdan menanyakan kenapa Sersan Aya ada disitu dan tidak berada di ruang kontrol.
"Ada apa Sersan?" tanya Kapten Irdan. "Ayo kita kembali ke ruang kontrol."
"Tidak apa-apa Kapten," sahut Sersan Aya. "Hanya ingin memastikan kedatangan kalian dan ikut mengawal saja." Sersan Aya menatap tajam ke arah Nurin, seakan dengan tatapan matanya itu ia memberi Nurin suatu isyarat tersirat yang tak bisa diterjemahkan oleh Nurin secara singkat. Sebuah isyarat yang sebenarnya meminta Nurin untuk 'Lari'
Nurin balik menatap heran pada Sersan Aya. Ada gelagat aneh dari sang Polwan yang ditangkap jelas oleh Nurin. Sedari awal mereka bertemu, Nurin memang merasakan gelagat aneh tersebut dari Aya akan tetapi hawa itu saat ini dirasanya semakin tinggi. Semakin memuncak. Seakan Aya menaruh perhatian khusus nan misterius pada Nurin sejak pertama kali mereka bertemu.
Sersan Aya kemudian ikut berjalan, mengawal rombongan Kapten Irdan dan Nurin, namun sesaat berikutnya ia menoleh, dengan begitu cekatan dan sangat cepat dia lantas melakukan gerakan tiba-tiba. Sersan cantik itu memukul dan melumpuhkan empat personil yang bersenjata sekaligus kemudian mengambil salah satu senjatanya dan memukulkannya ke dua personil lain termasuk Kapten Irdan. Kapten Irdan tak sempat melawan karena manuver gerak Sersan Aya yang begitu dadakan dan tiba-tiba. Kapten Irdan hanya sempat mengeluarkan pistolnya lalu kepalanya menghantam salah satu sisi dinding karena pukulan kuat Sersan Aya.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Nurin, tidak tahu menahu apa yang terjadi. Kenapa Sersan Aya melakukannya? Kenapa dia menyerang Kapten Irdan dan rekannya sesama polisi? Nurin tidak habis pikir saat ini.
"Ikut aku Profesor," ajak Sersan Aya menyeret tangan Nurin lalu lari menjauhi Kapten Irdan dan yang lainnya yang sedang terkapar. "Kau dalam bahaya."
"Apa...!?" celetuk Nurin.
Personil yang lain masih terkapar kesakitan. Wanita berkerudung itu ternyata benar-benar kuat. Bentuk wajahnya yang nampak kalem dan tidak banyak bicara itu menyimpan energi yang besar. Terbukti ketika ia dapat dengan mudah mengalahkan banyak pria bersenjata sekaligus. Sepertinya Aya Mentari ahli dalam penguasaan bela diri seperti Silat dan Taekwondo.
Sembari menyentuh bagian kepalanya yang ngengar, matanya pun masih berkunang-kunang, Kapten Irdan mulai mengumpulkan kesadarannya lalu langsung menghubungi semua personil keamanan yang berjaga di seluruh gedung Nusantara Union.
"Semua personil, harap bersiaga! Target telah melarikan diri! Dia lari bersama seorang Sersan wanita. Tutup semua akses di gedung ini, kalian dengar? Tutup semua akses...! Jangan sampai mereka dapar keluar dari sini!!!"
Kapten Irdan mengeluarkan tatapan kesalnya. "Apa yang dilakukan Sersan itu?"
Sementara itu semua akses pintu di gedung Nusantara Union semuanya ditutup otomatis tapi secara cerdas Sersan Aya sudah memiliki emblem akses yang tadi ia program untuk dapat membuka semua akses pintu di Nusantara Union jika sewaktu-waktu terjadi penguncian otomatis. Ternyata itulah gunanya emblem akses yang tadi Sersan Aya unduh. Sedari awal ternyata dia sudah berniat menyelamatkan Nurin.
"Sersan apa yang kau lakukan?" tanya Nurin masih bertanya-tanya sembari mereka berlari. "Kenapa kau lakukan itu pada Kapten Irdan? Dia atasanmu sendiri bukan,"
"Profesor, ikuti saja aku jika kau masih ingin selamat." Jawab Sersan Aya sembari fokus membuka tiap pintu yang tertutup dengan emblem ditangannya.
"Tolong jelaskan ada apa ini Sersan?" tanya Nurin. "Kenapa kau bilang aku dalam bahaya?"
"Baiklah Profesor, akan kukatakan." Jawab Sersan Aya. "Kau pasti sudah mendengar dari Kapten Irdan seberapa buruknya situasi sekarang ini bukan?"
"Apa terkait dengan virus Omega yang meretas JST?"
"Ya Profesor, itu bukan virus tapi insekyuritas reaktif dalam JST, anyway ... bukan itu masalahnya sekarang, masalahnya adalah mereka telah menemukan sumber eksternal yang menyebabkan ini semua. Kau Prof, semua bukti mengarah padamu sebagai pelakunya."
"APA?!" Nurin terkejut. "Aku tidak merasa melakukan apapun. Kenapa mereka berpikir aku penyebabnya?"
"Tapi mereka mengira kaulah pelakunya, Profesor. Semua bukti memang mengarah padamu. Aku sempat tidak percaya bahwa semua bukti yang ada mengarah padamu. Komputer yang kau gunakan, ID digital yang kau tempati dalam seleksi, semua mengarah kesitu. Maka dari itu, jika kau masih ingin selamat dan ingin membela dirimu sebagai orang yang tidak bersalah, ikuti aku. Ada yang ingin sekali kutunjukkan padamu sejak pertama kali kita bertemu."
"Tentang apa itu?" tanya Nurin menenggak air liurnya sendiri.
"Nanti Profesor, kita harus selamat dan berhasil lolos dari gedung ini dulu." Sersan Aya mendongak ke kiri dan ke kanan seraya mengintip dari balik sela-sela dinding selasar. Dia melihat puluhan personil mulai dikerahkan, keluyuran menyisir gedung mencari keberadaan mereka berdua. Sersan Aya berpikir keras untuk mencari jalan keluar untuknya dan Nurin.