Kilas Kuantum 20 : Dokumen Rahasia

2749 Words
Sersan Aya juga ikut menatap dan menerawang isi dokumen rahasia tersebut. "Sini, biarkan aku melihatnya." Matanya tak sengaja mengarah ke lantai bawah perpustakaan dan melihat rombongan tim penyergap yang dipimpin oleh Kapten Irdan datang. "Profesor, bawa dokumen ini dan cepat kita pergi dari sini!" ajak Aya. "Ada apa?" "Lihat ke bawah! Sepertinya ada yang melaporkan kita sedang berada disini. Pasalnya aku telah mengaburkan jejak digital kita dengan keahlianku." "Nyonya tua itu...?" "Siapa lagi! Dasar Nyonya tua pengadu. Dari wajahnya saja tadi sudah bisa kutebak dia bukan orang yang bisa dipercaya begitu saja." "Beliau hanya menjalankan tugas saja Aya, kita berdua kan memang buronan," "Jangan banyak bicara, ayo kita pergi dari sini! Ikuti aku...!!" Nurin meletakan buku-buku milik Syeikh Ali lalu membawa dokumen arsip kecil yang ditemukannya kemudian lari bersama Aya. "Mereka diatas sana?" tanya Kapten Irdan. "Kami menerima laporanmu bahwa kedua buronan itu ada disini." "Ya benar, mereka ada di atas sana, di lantai dua. Mereka berdua nampaknya orang baik, tidak terlihat seperti orang yang jahat, dan salah satunya mengaku sebagai putra dari Syeikh Muammar Alisyah. Aku hanya menjalankan tugasku saja, karena aku melihat siaran kalian bahwa mereka berdua adalah buronan negara. Cepatlah tangkap mereka!" "Cepat, kalian ke atas dan sergap mereka!" perintah Kapten Irdan. "Nyonya, terima kasih atas sikap kooperatif dan laporan anda. Bisa kutanyakan sesuatu...?" "Silahkan saja," "Apa yang mereka sedang cari disini? Apa kau mengetahuinya Nyonya?" "Bagaimana aku tahu apa yang sedang mereka cari." Jawab sang pustakawan tua. "Apa kau bisa melihatnya Tuan? Semua yang ada disini adalah buku. Ini perpustakaan, tempat penyimpanan banyak buku-buku, tentu hanya ada buku saja disini. Tuan, menurutmu apa lagi yang mereka cari disini?" Kapten Irdan bersungut-sungut tanda tidak senang dengan jawaban pustakawan tua barusan yang dirasanya cukup melecehkan dirinya. Kapten Irdan merasa menyesal telah bertanya dengan orang seperti ini. Dia langsung bergegas menuju ke atas mengejar Nurin dan Sersan Aya. "Baiklah, terima kasih Nyonya, permisi!" Kapten Irdan dan tim penyergap bergegas menuju ke atas ke bagian lantai dua. Sementara Sersan Aya memandu Nurin untuk secepatnya dapat kabur meninggalkan perpustakaan. "Lewat sini Profesor," serunya sembari menyiagakan sebuah pistol laser miliknya. Ketika hendak menuruni tangga yang dikira jalan pintas, ternyata mereka berpapasan dengan tim penyergap yang menghadang semua akses. Seketika tim taktis penyergap itu mengejar mereka berdua. "Hey! Kalian...!" teriak personil yang melihat mereka berdua hendak menuruni tangga. "Lari Profesor, lari...!" pinta Aya. Nurin dan Aya lari menjauh. Sersan Aya sengaja merobohkan rak-rak buku ketika berlari untuk menutup rute pelarian mereka, dan itu berhasil membuat penghalang bagi para pengejar dan cukup menjauhkan mereka. Para personil itu kesulitan melewatinya. Rak-rak buku bertumpuk tak karuan di salah satu selasar yang sempit sehingga menghambat para personil petugas untuk dapat mengejar Nurin dan Aya. Sersan Aya memperhatikan dengan seksama dimana tempat mereka berdua bisa kabur keluar dari perpustakaan. Tembakan demi tembakan laser merah dan hijau menghujani mereka berdua. Sersan Aya mengaktifkan sesuatu dari Plasma-FLED yang ia koneksinya dengan Bracelet di tangannya. Dari bracelet standart kepolisian tersebut keluar sebuah drone kecil mirip gasing yang berputar kencang di tengahnya—yang kemudian menciptakan medan virtual sebagai perisai anti-peluru dan tembakan. Sersan Aya dan Nurin berlindung dibaliknya. "Terus berada di belakangku Profesor," pinta Aya. Kapten Irdan terlihat nampak sudah ikut bergabung dengan pasukannya dan juga ikut melayangkan tembakan kepada Aya. Adu tembak diantara rak-rak buku yang berserakan terjadi antara Sersan Aya dan personil pasukan pimpinan Kapten Irdan. Nurin hanya bisa merunduk dan menutup telinganya. Denyut nadinya memompa kencang. Jantung Nurin terasa hendak berhenti saat ini. Semua suara bising dari tembakan laser yang lebih nyaring dari senjata api menggetarkan nyali Nurin. Ini pertama kalinya Nurin terlibat langsung dalam baku tembak asli. Biasanya dia hanya melihatnya di film dan acara-acara televisi. Kali ini dia merasakannya sendiri. Astaga, ini begitu menakutkan, pikir Nurin. "Kapten, apa kau bisa mendengarku...!? Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak bersalah Kapten...!!" teriak Nurin seraya berlindung. Mencoba bicara disela-sela derau lesatan senjata laser yang melenting menggelegar memekakkan gendang telinga. Kapten Irdan terdiam sejenak karena mendengar ucapan Nurin barusan. "Ya, lalu kenapa kau lari Profesor?" sahut Kapten Irdan kembali menembakkan sesuatu ke arah Sersan Aya. "Dan kau Sersan, kenapa malah membantunya kabur? Bukannya melakukan tugasmu yang seharusnya yakni membantu kami menghentikan peretasan JST oleh Omega. Kau malah berkhianat dan membantu si pelaku peretasan yang telah memasukkan virus itu. Apa yang sedang kau pikirkan...? Aku yakin bahwa kalian berdua pasti memang sudah berkomplot sebelumnya dari awal." "Kau dengar itu?" kata Aya menatap Nurin. "Percuma saja mengajak Kapten itu bicara. Mereka tidak akan pernah percaya begitu saja dan tidak akan berhenti mencoba menangkap kita. Kita sudah kepalang basah menjadi tersangka. Satu-satunya jalan adalah meneruskan cara kita dan membuktikan sendiri bahwa kau tidak bersalah." "Aku memiliki alasanku sendiri Kapten!" teriak Sersan Aya sambil membalas tembakan Kapten Irdan. "Terserah kau mau beranggapan seperti apa. Bagiku aku sedang menjalankan tugasku saat ini." "Jangan bercanda!" sahut Kapten Irdan. "Kau hanya pengkhianat yang bersembunyi dalam bayang-bayang hitam sampai kau akhirnya dapat kesempatan untuk menggerogoti keamanan dari negara ini. Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan semua ini Sersan, apa kau memang berkomplot dengannya atau hanya karena kau menyukainya. Sungguh, jika yang kedua benar, kau sama sekali memalukan bagi setiap abdi negara. Kau hanya sampah yang diberi tugas dan jabatan lalu membuangnya begitu saja hanya untuk sesuatu yang kekanak-kanakan, Cinta...!" Sersan Aya tiba-tiba sedikit tertawa. Nurin menoleh dan bertanya, "kenapa kau tertawa? Bisa-bisanya kau tertawa dalam situasi kita saat ini." Sepertinya Nurin tidak begitu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Kapten Irdan. "Tidak ... maafkan aku," ucap Aya. Aya tidak bisa menahan tawa gelinya. Apa yang tadi dilontarkan Kapten Irdan adalah sesuatu yang juga menggelikan bagi Aya. Kenapa bisa-bisanya seorang Kapten seperti Irdan Angkasa memiliki pikiran skenario dan dugaan seperti itu. Membantu seorang lelaki kabur dari dakwaan hanya karena motif cinta, itu begitu lucu bahkan bagi Sersan Aya. "Menyerahlah Sersan...!!!" pinta Kapten Irdan. "Jika kau menyerahkannya sekarang maka hukumanmu di mahkamah kepolisian akan lebih ringan. Kalian berdua tidak akan bisa terus lari dan menghindariku. Kalian bodoh jika mengira kalian tidak akan tertangkap! Kami pasti akan mendapatkan kalian!" "Kapten...! Aku tidak akan menyerahkan diriku!" sahut Nurin berteriak. "Aku harus melarikan diri bukan karena aku bersalah! Akan kubuktikan jika aku bukanlah orang yang bertanggung jawab atas kemunculan Omega atau peretasan JST. Maka dari itu aku datang ke perpustakaan ini, aku sedang mengumpulkan bukti yang akan membebaskanku dari segala tuduhan Kapten!" "Jangan banyak omong Profesor. Aku tahu bahwa kaulah pelakunya. Hasil ujian seleksimu itu juga sungguh mengejutkan. Kupikir itu terlalu menakjubkan sampai terdengar mustahil. Indeks rating yang sama dengan Presiden Nurun Maulidan ... kau pasti juga memanipulasi hasilnya bukan? Programmer kami bilang mungkin itu yang menjadi alasan kerusakan JST dan munculnya Omega. Atau kau sejak awal memang sudah berencana untuk menyusupkan Omega...? Apapun itu, menyerah saja Profesor!" "Sebaiknya kau pecat saja programmer bodoh kalian itu." Sahut Aya. "Mereka paham betul jaringan sekompleks JST yang seperti jalinan kognisi rumit itu tidak mungkin bisa diretas oleh siapapun. Kenapa mereka menuduh Nurin dapat melakukannya? Mereka hanya mengatakan sesuatu agar kau senang saja Kapten. Yang pada kebenarannya mereka semua tidak bisa menghentikan Omega. Mereka hanya berbohong dan sedanh cari aman saja." "Tapi semua bukti memang mengarah kepada Profesor itu!" sahut Kapten Irdan masih melayangkan tembakannya. "Aku kecewa padamu Profesor!" teriaknya. "Kau putra Syeikh Muammar Alisyah tapi kau tidak seperti ayahmu. Kau berencana menghancurkan negeri ini demi ambisimu sendiri. Sungguh memalukan." Sedikit demi sedikit, perisai virtual dari drone bracelet yang melindungi Aya dan Nurin mulai terlihat retak akibat intensitas tembakan laser Kapten Irdan dan personilnya yang terlalu gencar. Membuat ketahanannya semakin berkurang. Laju putaran dari drone berputar kecil yang menjadi poros tengah perisai tersebut juga melemah dan melamban. Sersan Aya menyeret Nurin kembali untuk mengikutinya ke dekat jendela kecil yang ada di dekat mereka dan meminta Nurin untuk naik ke atas salah satu rak buku itu untuk meloloskan diri. Nurin lalu menaikinya dan coba mengeluarkan kepalanya ke luar jendela kecil yang ditunjuk oleh Aya sebagai jalur pelarian mereka demi untuk memastikan seberapa tinggi tempatnya. Lagi-lagi itu merupakan tempat yang tinggi. Tempat yang membuat Nurin ragu-ragu melakukannya. "Apa kau bercanda?" gumam Nurin. "Ada apa...?" "Ini tempat tinggi lagi." Sahut Nurin. "Kau selalu saja mengajakku yang takut ketinggian ini untuk menembus batasanku. Ini terlalu sulit bagiku Sersan," Nurin melihat-lihat ke bawah. "Ayolah Profesor, itu hanya lantai dua. Sementara di Nusantara Union tadi kau mampu melakukannya di tempat yang lebih tinggi. Ayolah Nurin, kita harus segera kabur. Ini jalan satu-satunya kita melarikan diri dari sini. Kapten Irdan dan personilnya akan segera menghancurkan perisai virtual itu dan akan segera mengejar kita kemari. Apa kau mau tertangkap? Kuatkan dirimu Profesor!" Mudah bagi Sersan Aya bicara seperti itu. Dia tidak tahu betapa getirnya kaki dan tubuh Nurin tiap kali dia memintanya berjalan atau menyusuri tempat yang tinggi. Nurin menghela nafas panjang dan menggeleng sebentar. Dia akhirnya harus menaklukkan phobia ketinggiannya itu sekali lagi. Di depannya adalah maut, di belakang pun sedang ada maut, yang mana saja tetap maut bagi Nurin. Dia kemudian menaiki rak buku lebih dulu dan memasukan tubuhnya ke lubang ventilasi yang tidak terlalu besar ukurannya itu. Nurin harus pandai membengkokan lekuk tubuhnya agar muat ketika melewatinya. Sementara Aya menunggu Nurin masuk sembari bersiaga di bawah. Sebuah lesatan peluru laser berwarna hijau menyala mendengus melintas tepat di samping Nurin, nyaris mengenai kepalanya. "Astaghfirullah! ... nyaris saja!" ucap Nurin tertegun seraya menenggak air liurnya sendiri. Nurin tertegun sejenak karena lesatan di dekat kepalanya barusan cukup mengejutkan. Peluru laser itu hanya mengenai tembok di sebelah Nurin namun hampir meledakan kepalanya. Tembok itu retak dahsyat karena laser tersebut, memperlihatkan asap berwarna hijau menyala di retakannya. "Apa kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?" tanya Aya begitu khawatir. "Tidak, tapi hampir saja." "Ayo Profesor, cepat...!" desak Aya. Nurin melewati lubang ventilasi kecil itu dan tanpa persiapan ia langsung menjatuhkan diri ke bawah—yang sebenarnya lumayan cukup tinggi. Nurin meringis kesakitan, tubuhnya menghantam salah satu tempat penutup kotak sampah di bawahnya. Sersan Aya yang kemudian juga keluar lewat jendela tersebut—dengan sigap terjun dan mendarat dengan sempurna menggunakan kedua kakinya. Sersan Aya langsung membangunkan Nurin. "Kau tidak apa-apa Profesor? Harusnya kau hati-hati." Arrghhh...! Nurin meringis kesakitan sambil membangunkan diri. "Aku tidak setangguh dirimu, Sersan. Hingga hari ini aku tidak pernah menjalani latihan fisik karena dikejar-kejar seperti ini," "Ayo Profesor ... kita harus pergi dari sini secepatnya." Sementara itu di perpustakaan negara, Kapten Irdan berusaha menghancurkan perisai virtual yang menghadang mereka. Tidak butuh waktu lama bagi Kapten Irdan menghancurkan dan menghamburkan perisai yang sudah tampak rusak dan mulai retak tersebut. Perisai memudar perlahan dan menguap bersama udara sekitar. Kapten Irdan langsung bergegas melewati selasar seraya memindahkan rak-rak buku yang terhambur menghalangi jalan. Tetapi seorang personil yang berjaga di lantai satu mengontak Kapten Irdan. Kapten itu mendengar beberapa personilnya di lantai bawah melaporkan padanya bahwa Nurin dan Aya berhasil lolos keluar dari perpustakaan dan mereka sedang mengejarnya. Kapten Irdan sangat kesal. Kenapa bisa tim taktis penyergap bisa begitu ceroboh dan bodoh tidak mampu memburu buronan yang sudah hampir terpojok. "Kalian semua bodoh...!!" teriaknya kesal. *** Mereka berdua akhirnya dapat lolos dari kejaran satgas penyergap yang dipimpin oleh Kapten Irdan yang mengejar mereka. Dengan tubuh yang terasa terurai, sakit akibat hantaman keras dari efek jatuh tadi, Nurin mengikuti Sersan Aya bergegas menjauh dari perpustakaan. Yang terpenting mereka telah menemukan apa yang mereka cari di perpustakaan itu dan berhasil mengamankan dokumen rahasia yang mereka temukan. Siapa yang sangka, Nyonya pustakawan tua itu malah menghubungi pihak berwajib. Nurin menatap buku digital milik ayahnya yang kaca plasmanya nampak retak akibat dirinya yang tadi terjatuh begitu keras, membuat buku digital tipis itu tertimpa tubuh Nurin dan akhirnya rusak. Nurin dan Aya secara waspada dan hati-hati menyisir jalan. Perburuan dan pencarian terhadap mereka telah menjadi prioritas utama. Mereka sudah sangat dikenali sebagai buronan paling dicari di kota ini. Mereka berdua sekarang telah masuk DPO kota New Malaka. Nurin nampak menyentuh pundak kiri dengan tangan kanannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Aya. "Sepertinya bahuku terkilir akibat terjatuh tadi." Refleks Sersan Aya hendak menyentuh pundak Nurin tetapi Nurin seketika refleks mundur menjauhinya, "astaghfirullah, kau mau apa?" tanyanya. "Tenanglah, aku hanya mau memeriksa pundakmu yang sakit." Kata Aya. "Tidak boleh...?" "Tidak usah. Aku tidak apa-apa kok." "Sepertinya kau mengalami dislokasi di area bahu. Kenapa kau tidak ingin disentuh? Apa karena kita bukan muhrim?" tanya Aya tersenyum meledek Nurin. "Jarang sekali di zaman sekarang ini, masih ada pemuda terpelajar dan intelek yang soleh sepertimu itu." Nurin menjadi salah tingkah. "Bisakah kita fokus pada dokumen yang kita temukan ini saja?" ucap Nurin seraya mengangkat berkas dokumen rahasia yang mereka temukan tersebut. "Tapi jujur, aku suka dengan pria yang masih menjaga akhlaknya sepertimu Profesor." Kata Aya. "Baiklah, ayo kita mulai bahas dokumen rahasia itu." "Disini tertulis Project 70 ... apa kau pernah mendengarnya...?" tanya Nurin. Sersan Aya menggelengkan kepalanya. "Aku juga belum pernah mendengarnya. Sepertinya ini proyek sangat rahasia milik negara, lihat...? proyek ini dimulai sejak 30 tahun lalu." Tunjuknya. "Disini juga tertulis sebuah proyek dari tim Deus Scale, sebuah tim peneliti terpadu LIPI untuk Eksperimen BRAINIACS." Baca Nurin. "Ini semua merupakan arsip dari proyek-proyek rahasia yang dikerjakan oleh pemerintah!" "Bagaimana dengan halaman berikutnya dari buku digital ayahmu?" tanya Aya. "Ayo kita lihat!" seru Nurin seraya kembali membuka buku digitalnya. "Maaf, plasma nya agak retak akibat terjatuh tadi. Kuharap ini tidak rusak." "Semoga saja tidak, karena itu gawai jadul yang memang agak ringkih," sahut Aya. Mereka kemudian membaca pesan di halaman kedua dari buku digital milik Syeikh Muammar Alisyah. Disitu tertulis : "MEREKA MELAKUKAN EKSPERIMEN DENGAN SEBUAH KITAB KEHIDUPAN, SEFER RAZIEL. KITAB YANG MAMPU MENGUBAH WAJAH DUNIA DAN PERADABANNYA. ISI KEPALA DARI SANG MANUSIA PERTAMA." "Kitab kehidupan...? Sefer Raziel?" gumam Aya. "Sefer artinya Kitab." Sahut Nurin terpaku. "Ya, aku tahu kitab itu." "Kitab apa itu Profesor?" "Sebuah kitab kuno dari ranah Kabbalah dan Hassidisme. Kitab yang konon diturunkan Allah Swt kepada Adam Alaihissalam—sang manusia pertama, sebagai petunjuk dan pedoman bagi dirinya beserta keluarganya. Bisa dikatakan juga petunjuk untuk seluruh manusia." "Jujur aku belum pernah sama sekali mendengar tentang kitab itu." Kata Aya. "Tapi di agama kita kitab itu tidak dikenal dan tak pernah dibahas, kan?" "Sebenarnya ada, Aya." Jawab Nurin. "Secara implisit, turunnya pedoman dan bimbingan itu kepada Adam Alaihissalam, ada dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 38," "Sebentar ...." Seketika Sersan Aya mengeluarkan Plasma-FLED nya dan menatap ke arah layarnya. "Aku buka aplikasi Al-Qur'anku dulu. Aku penasaran, apa memang benar ada." "Dalam ayat itu tertulis Allah mengkaruniakan Nabi Adam sebuah Hudan, yang artinya pedoman, bimbingan atau petunjuk. Aku sangat memahaminya karena aku pernah menulis tentang studi ini dengan judul 'Hudan Purba : The Ancient Guidance' dan telah diterbitkan di jurnal International Islamic Method Studies volume 4. Hudan yang diberikan kepada Adam Alaihissalam bisa dikatakan adalah merupakan kitabullah yang paling pertama diturunkan, proto dari seluruh kitab Allah dan pewahyuan setelahnya. Itu adalah kitab Raziel HaMalakh atau Sefer Raziel. Dinamakan sesuai nama malaikat yang ditugaskan mewahyukannya pada Adam yakni Malaikat Raziel." Papar Nurin. "Dalam pesan yang ditulis disini ... ayahmu menulis—mereka melakukan eksperimen dengan sebuah kitab kehidupan, kitab Raziel yang mampu mengubah dunia, apa artinya itu?" "Aku juga tidak tahu." Jawab Nurin seraya fokus dan berpikir keras. "Apa hubungan semua proyek dan eksperimen dalam dokumen rahasia ini dengan kitab Raziel?" gumam Nurin. "Kau bilang pernah menulis tentang kitab itu kan?" tanya Aya. "Masa kau tidak tahu Profesor?" "Aya ... aku hanya mempelajari sebuah subyek secara teoritis berdasarkan informasi akademis yang disuguhkan dan telah ada sebelumnya. Aku belum pernah sama sekali berurusan atau bahkan membaca langsung kitab itu. Fokusku perihal studi kitab itu hanya terbatas pada ruang lingkup pembelajaran dan dialektika akademisi saja. Itu sama saja seperti kau menanyakan kepada para Paleontologist apakah mereka pernah bertemu dan mempelajari dinosaurus secara langsung dan bukannya lewat fosil," "Tapi itu karena dinosaurus kan memang sudah punah." Sahut Aya. "Kau kira kitab Raziel juga dijual di pasaran?" sahut Nurin. Sersan Aya tergelak mendengarnya. "Maaf, maaf, Profesor." "Lagipula, tulisanku tentang kitab itu menukil dari salah satu tesis milik seorang Profesor ketika ia masih menjadi mahasiswa, aku hanya mengembangkannya saja." "Jadi ... apa isi dari kitab Raziel itu?" tanya Aya sangat penasaran. "Konon kitab itu memang memuat segala bentuk ilmu pengetahuan dunia yang ada dan dipakai sekarang ini. Pengenalan akan ketuhanan atau makrifah, ilmu spiritual, ilmu pembacaan alam, ilmu perbintangan atau astrologi, ilmu astronomi, ilmu bercocok tanam, mitigasi bencana, meramal, hitung-hitungan, ilmu magis, dan banyak lagi. Konon kitab itu memuat segala pencerahan terkait pengetahuan tertinggi yang dibutuhkan manusia, atau semua bidang ilmu yang berguna bagi kemaslahatan manusia." "Sehebat itukah kitab itu?" tanya Aya, terpana dengan informasi tersebut.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD