Queen Amora

921 Words
Alexander perlahan membuka pintu, ia melihat Quel meringkuk di atas temapt tidur. Perlahan ia menghampiri Quel dan naik ke atas tempat tidur. "Quel, sayang.." ucapnya dengan lembut. Namun Quel tetap diam tak bergeming. Alexander membalikkan tubuh Quel supaya menghadapnya. Ia berbaring berhadapan dengan Quel. Perlahan ia usap air mata yang membasahi pipi Quel. "Kau jangan menangis..aku sangat mengkhawatirkanmu," ucap Alexander mengusap air mata Quel. "Aku sangat mencintaimu..sangat mencintaimu.." "Benarkah kau mencintaiku?" tanya Quel, akhirnya angkat bicara. Alexander menganggukkan kepala, "Iya Quel.." "Jika kau mencintaiku, kau tidak akan melakukan ini padaku." Alexander terdiam. "Kau hanya menginginkan bayi ini, kau tidak mencintaiku.." Quel kembali terisak. Alexander bangun dan bersandar di bantal, ia mengangkat kepala Quel supaya bersandar di bahunya. "Awalnya aku memang biasa, tapi..saat ini, aku benar benar mencintaimu dan ingin memilikimu selamanya," ucap Alexander. "Mudah sekali kau bicara seperti itu, bagaimana dengan Ratumu?" tanya Quel. "Aku menikahinya bukan atas dasar cinta..tapi hanya sekedar politik di kerajaan saja." Alexander mengusap lembut rambut Quel. "Jika posisiku seperti Ratumu, apakah kau juga akan melakukan hal yang sama? tanya Quel lagi. "Tentu tidak sayang, kau beda..aku mencintaimu.." Alexander mengecup kening Quel sesaat. "Aku akan menikahimu..aku mau kau menjadi Ratu di istana ini." "Tapi aku tidak mau.." jawab Quel ketus. "Kenapa Quel?" tanga Alexander. "Aku ingin bebas," sahut Quel. Alexander berubah kesal mendengar jawaban Quel, "apakah kau tidak mencintaiku?" Quel menggelengkan kepala. "Apakah kau sudah punya kekasih?" Quel menggelengkan kepala. "Lalu?" Alexander semakin kesal. "Karena aku tidak mau menjadi ratu, apalagi mencintaimu..sama sekali tidak!" jelas Quel. Alexander bangun, ia menatap tajam ke arah Quel. Sama sekali ia paling tidak suka kalau ada penolakan. Tidak terima dengan jawaban Quel. Alexander langsung memeluk tubuh Quel dan menciuminya tanpa memberikan Quel kesempatan untuk bernapas. Alexander melampiaskan kekesalannya terhadap Quel. Ia lakukan apapun keinginannya pada Quel, tanpa ada penolakan dari Quel sedikitpun. Membuat Alexander semakin bernafsu. "Jika kau inginkan anak, akan aku berikan..setelah itu..aku akan pergi jauh bersama anakku," ucap Quel dalam hati. "Kau pikir..aku akan memberikannya padamu..hh..bermimpilah Alexander." **** Seminggu berlalu istana nampak ramai pagi itu. Ternyata mereka sedang menyambut kepulangan Ratu mereka. Ratu yang terkenal dengan kecerdasan dan kekejamannya. "Ratu telah tiba! seru prajurit menyambut digerbang istana. Iringan pasukan berkuda membawa kereta kencana memasuki halaman istana. Seorang wanita cantik, tubuhnya yang tinggi semampai memakai gaun ketat berwarna ungu, kontras dengan kulitnya yang putih. Dengan anggun sang Ratu masuk kedalam istana disambut Alexander yang menatap Amora datar. "Sayang,apa kabarmu?" tanya Amora mencium pipi Alexander. "Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Alexander malas. "Hei,baru saja aku sampai kau sudah membicarakan pekerjaan," ucap Amora tersenyum tipis. "Memang aku harus bertanya apalagi?" Alexander melangkahkan kaki naik ke atas Altar dan duduk dikursi kebesarannya. "Ada apa denganmu sayang?" tanya Amora mengernyitkan dahi, melihat perbedaan sikap Alexander. "Aku baik baik saja," jawa Alexander membuang muka kesamping. "Tidak, ada yang beda denganmu, kau bersikap dingin padaku? ada apa?" tanya Amora bingung. "Apakah kau bertemu adikku kenzi disana?" Alexander mengalihkan pembicaraan. "Tentu saja sayang, dia terlihat baik baik saja," ucap Amora duduk disampingnya. "Apakah dia ikut dalam pemilihan nanti?" Alexander menatap Amora. "Sepertinya begitu, aku melihat dia ada dalam daftar calon pemilihan ketua," ucap Amora tidak suka. "Dia juga berhak ikut dalam pemilihan itu, meski dia bukan adik kandungku," jawab Alexander memijit keningnya. "Sudahlah sayang, jangan bicarakan dia, apa kau tidak rindu padaku?" Amora berjalan mendekati Alexander melingkarkan lengannya di leher suaminya. "Aku sedang malas." Aexander melepaskan lengan Amora lalu melangkah pergi meninggalkannya sendiri. "Ada apa dengan Alexander? sikapnya jauh berbeda, aku harus cari tahu..paman pasti tahu," ucap Amora dalam hati, lalu ia melangkah pergi menuju ruang kerja Salmandor. tok tok tok !! "Masuk !" Suara Salmamdor terdengar dari dalam. Amora membuka pintu langsung mendekati Salmamdor yang sedang mengerjakan pekerjaannya. "Sayang kau sudah pulang?" tanya Salmandor memeluk Amora. "Iya paman.." sahut Amora tersenyum. "Ada apa kau kemari? apa kau tidak beristirahat?" tanya Salmandor. "Paman, apa kau tahu apa yang terjadi dengan Alexander? tanya Amora duduk di kursi. "Alex? ada apa dengan dia" Salmandor balik bertanya dan duduk disamping Amora. "Dia aneh, tidak seperri biasanya, sikap nya dingin paman." Amora tertunduk kesal. "Hmm..sayang, sebaiknya kamu istirahat dulu, mungkin Alexander lagi banyak urusan," jawan Salmandor berdiri dan menuangkan teh di sebuah cangkir. "Paman bohong!" seru Amora. "Aku akan memberitahumu, tapi kau harus nurut dengan paman, kau paham?" Salmandor memberikan secangkir teh pada Amora. "Kau tahu masalahmu dengan Alex bukan?dia sangat menginginkan keturunan, tapi kau tidak bisa memberikannya," Salmandor menghentikan ucapannya, menghela nafas panjang. "Ya.." jawab Amora tertunduk. "Alexander memintaku mencarikan seorang wanita untuk mendapatkan seorang putra mahkota, ya..aku pun mencarikan wanita itu" Salmandor menatap Amora. "Lalu? wanita itu disini? apa sudah hamil? Amora sangat tidak sabar. "Ya, dan sekarang wanita itu sedang hamil" Salmandor terdiam menatap tajam Amora. "Dimana wanita itu sekarang paman! Amora berdiri mengguncang lengan Salmandor. "Tenang sayang, tenang.." ucap Salmandor. "Bagaimana aku bisa tenang paman, Alexander telah mengkhianatiku! ucap Amora matanya berkaca kaca. "Posisimu sekarang tidak menguntungkan Amora! Alexander bisa marah besar kalau kau menyakitinya dalam keadaan hamil!" Salmandor mengingatkan Amora. "Aku benci situasi ini!! seru Amora memeluk Salamndor menangis. "Bersabarlah dahulu, aku akan mencari cara untuk menyingkirkannya," ucap Salmandor melepas pelukan Amora. "Jangan lama lama paman, aku tidak mau kehilangan Alexander dan istana ini." Amora menatap Salmandor penuh harap. "Sekarang pergilah istirahat, ingat..kau jangan berbuat ulah yang bisa merugikanmu sendiri," kata Salmandor lalu mengantarkan Amora kedepan pintu. Amora mengangguk dengan lemas pergi meninggalkan Salmandor. Sepanjang jalan, ia memikirkan sikap Alexander padanya, "aku mencintaimu..apapun akan aku lakukan supaya kau tetap di sisiku," gumam Amora. Saat ia melewati kamar yang di pakai Quel dan Alexander. Amora menghentikan langkahnya. Samar samar ia mendengar suara desahan Alexander. Dengan kekuatan pendengarannya yang tajam, Amora mendengarkan apa yang terjadi di dalam kamad. Saat mengetahui pemilik suara itu adalah suaminya, saat itu juga ia ingin mendobrak pintu kamar. Tapi ia tahan kembali tangannya yang sudah terulur. "Tidak..aku tidak boleh mengacaukan rencana paman," ucap Amora. "Tapi hatiku..hatiku sakit rasanya.." gumam Amora, matanga berkaca kaca. Lalu ia berlari menuju kamarnya dan mengunci rapat rapat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD