3. SELAMAT DATANG!
"Ada apa?"
"Uncleee..." ucap Cyntia dengan nada sedih dan menghambur ke pelukan pamannya.
Cyntia menangis dipelukan pamannya. Sungguh, jika Bakhtiar ditanya kenapa Cyntia sedih, maka dia akan menjawab "tidak tahu" karena Bakhtiar benar-benar tidak mengerti dan tidak tahu apa salahknya kali ini. Kenapa Cyntia menangis? Bakhtiar bahkan belum mengatakan apapun padanya setelah Cyntia keluar dari kamar mandi, justru Cyntia lah yang mengancam Bakhtiar tadi, kan? Lalu kenapa gadis itumenangis?
Uncle Jason memeluk Cyntia dengan penuh kasih sayang. Disatu sisi, siapapun yang melihat adegan ini pasti akan mengagumi dua insan ini. Rasa sayang mereka itu sangat kuat satu sama lain. Tapi disisi lain, rasa sayang itu membuat beberapa orang menderita terutama Bakhtiar dan keluarga kecilnya.
"Sudah,, jangan menangis, apa kamu tidak malu? Kamu sudah jadi istri sekarang, apa lagi? hmmm?" Jujur saja, yang mendengar uncle berbicara pada Cyntia pasti merasa iri. Bahkan mereka bukan ayah dan anak, tapi kasih sayangnya sangat besar.
"Justru itu, huhuhuhuhu"
Cyntia semakin tergugu. Apa dia tidak sadar posisi Bakhtiar? Semakin dia tergugu, semakin banyak air matanya yang keluar maka Bakhtiar akan semakin dekat dengan kematian.
"Dia masih memikirkan jalaang itu, dia bahkan tidak membantuku membuka gaunku, aku merobeknya karena tidak bisa kubuka sendirian, huhuhuhu," lapor Cyntia dengan isak yang memilukan.
Matilah aku!!! batin Bakhtiar.
"Bukankah dia yang tidak minta bantuanku? Aku mana tahu dia butuh bantuan untuk membuka gaunnya? Dia pergi dan masuk kekamar mandi tanpa sepatah kata pun, kan? Lalu dimana salahku?" Keluhan panjang ini hanya di utarakan Bakhtiar dalam hati. Dia belum punya nyali untuk mengatakannya dengan lantang.
Mendengar laporan dari keponakan tersayang, Jason menatap Bakhtiar dengan tatapan menghujam.
Setelah ini, Bakhtiar akan berada di ruang pengadilan tak kasat mata.
So, mari kita sambut.
*****
Keheningan ini membuat Bakhtiar semakin frustasi. Dia menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Jason padanya. Lama menunggu tidak ada pembicaraan apa-apa. Apakah dia sudah selamat?
Cyntia sedang berganti pakaian, jadi hanya kedua pria itu di ruangan ini. Dua pria yang sudah menjadi satu keluarga. Paman dan keponakan menantu. Walau usia Jason tidak terlalu jauh di atas Bakhtiar, tapi entah kenapa aura Jason begitu berbeda. Karismanya mengundang setiap orang yang melihatnya untuk menghormati dan segan padanya.
Kira-kira setengah jam kemudian, pintu diketuk. Bakhtiar mengarahkan pandangannya ke pintu itu. Apa lagi sekarang? Ini sudah sangat larut. Siapa lagi yang bertamu?
Tetiba napasnya berhenti kala pintu terbuka.
Dua orang wanita menyeret Lisa masuk kedalam dan melemparkannya begitu saja sampai terjerembab ke lantai. Tangan dan kakinya terikat. Rambutnya yang siang tadi ditata rapi kini masih tertata walau tidak serapi tadi siang. Pakaiannya juga masih sama dengan yang tadi siang. Hanya riasannya saja yang sudah terhapus dan bisa terlihat dengan jelas lingkaran hitam di bawah matanya, ada bekas lebam dipipinya dan juga di keningnya. Sudut bibirnya terluka dan menyisakan darah yang sudah mengering.
"Apa yang kalian pada istriku selama dua bulan ini? Apa kalian menyiksanya terus-menerus?" tanya Bakhtiar pada Jason. Air matanya menetes dan kakinya melemah seperti tidak ada tulang yang bisa menopang tubuhnya.
Bakhtiar menangis terisak melihat keadaan Lisa. Sejak dua bulan lalu, mereka di pisahkan oleh Jason dan Cyntia. Bermula dari kedatangan paman dan keponakan ini ke rumah mereka.
Kejadian dua bulan lalu,
Hanya empat bulan berselang setelah pernikahan Bakhtiar dan Lisa, seorang gadis bersama seorang pria datang kerumah mereka di malam hari. Mereka adalah Jason dan Cyntia. Setelah pintu terbuka, Cyntia langsung berlari dari menubruk Tiar dan memukul-mukul dadanya. Lisa yang saat itu membukakan pintu masih berdiri sambil memegangi daun pintu memandang tidak mengerti pada gadis itu. Bakhtiar juga terlihat menghalau tangan gadis itu dengan raut kebingungan dan menatap ke arah istrinya yang menganga di ambang pintu.
"Cyntia stop!" ucap pria yang datang bersama gadis itu. Itu adalah Jason.
"Kamu jahat, brengseek, badjingan tidak peka, aku sudah lama menyukaimu malah menikah dengan gadis lain, huhuhuhu." Cyntia masih memukul-mukul Tiar sambil mengumpat dan menangis.
"Uncleeeee," Cyntia berlari kearah Jason sambil menangis.
Lisa mengangguk paham, tadinya dia pikir pria dan gadis itu adalah kakak beradik. Karena dari wajahnya tidak terlalu kelihatan selisih usianya.
"Pokoknya Cicin mau nikah sama Bakhtiar, gimanapun caranya!" teriak Cyntia dengan ngotot.
Apa-apaan itu?
Ibu Irma - ibunya Bakhtiar - yang tadinya sudah duduk di dekat meja makan meraung-raung tak jelas. Lisa tersadar setelah mendengar raungan itu dan segera berlari menghampiri mertuanya yang memang menderita stroke dan hanya bisa bergerak dengan bantuan kursi roda. Dari raut wajahdan gerakan tangan wanita lumpuh itu terpancar pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi. Lisa hanya menggeleng dan membantunya turun dari kursi ke kursi roda kemudian mendorong kursi roda itu menuju ruang tamu. Ketiga orang itu masih berdiri dengan posisi yang sama.
"Maaf, silahkan duduk!" ucap Lisa memecah keheningan.
Ibu Irma mengangguk mengiyakan dan meraih tangan menantunya untuk mendorongnya ke arah sofa.
Lisa berjalan ke arah suaminya dan mengelus lengan Bakhtiar.
"Siapa mereka?" tanyanya nyaris berbisik.
"Boss dikantorku dan gadis itu keponakannya," jawab suaminya pelan.
"Duduklah dulu, kita tanyakan apa maksudnya tadi, atau ..." Lisa menggantung kalimatnya karena tiba-tiba terpikirkan bahwa gadis itu adalah kekasih Tiar sebelum menikahinya.
"Tidak Lis, aku nggak ada hubungan apapun dengannya, percaya sama aku!" jawab Bakhtiar setelah bisa mencerna maksud dari istrinya itu.
Gadis bernama Cyntia itu masih menangis dipelukan unclenya, dan unclenya mengelus-elus punggungnya dengan sayang, sesekali sang uncle mencium kepala gadis itu. Dari yang terlihat, sang uncle sepertinya sangat sayang dengan keponakannya.
Pasangan suami istri itu masih berdiri, menunggu tamu kami yang masih betah berdiri walau sudah sipersilahkan untuk duduk.'Apa karena sofa dirumah kami ini sudah buluk jadi mereka enggan duduk?' batin Lisa. Jika mereka bos suaminya sudah pasti sofa di rumah mereka sangat empuk kan? Pikiran negatif Lisa ternyata tidak benar, dengan pelan pria itu membawa keponakannya untuk duduk di sofa tepat di samping ibu Irma.
Keduanya kemudian mengikut duduk di seberang mereka.
Mata tajam pria itu seperti menusuk. Lisa sampai merinding.
"Siapa namamu?" tanya Jason seraya merogoh kantong dan mengeluarkan ponselnya. Lisa diam, karena tidak tahu siapa maksudnya. Ada tiga orang disini, lagian itu tidak sopan, kan? Masa bertanya tanpa melihat siapa orang yang ditanya.
"Ini orang pasti sering absen pas pelajaran kewarganegaraan," batin Lisa mencibir. Bukan tidak mengerti sebenarnya siapa yang di tanya. Udah jelas dia. Karena selain dia, tidak ada orang yang tidak di kenal Jason di rumah itu.
"Kau tuli?" ulang Jason sambil menatap Lisa.
Lisa berani bersumpah, bulu kuduknya langsung berdiri begitu mendengar ucapan Jason untuk kedua kalinya.
"Lisa" jawabnya lalu menunduk.
"Kau benar istrinya?" tanya Jason lagi sambil mengendikkan matanya ke arah Tiar.
Ya iyalah, masa maknya, jawab Lisa dalam hati.
"Iya, saya istrinya."
Jason hanya mengangguk dan mengutak atik ponselnya.
"Nama lengkap!"
Apa dia bertanya padaku lagi? batin Lisa seraya menoleh ke arah suaminya sejenak.
"Li--- Lisa Liyanti," ujarnya terbata saat pandangan nya beradu dengan Jason.
"Asal?"
Kenapa dia banyak bertanya padaku? Apa yang dia inginkan sebenarnya?
"Jangan sampai aku bertanya untuk yang kedua kalinya!" ucap Jason datar menunggu jawaban Lisa.
"Desa X" Bukan Lisa yang menjawab, tapi Tiar yang duduk disamping Lisa.
"Kau membawanya dari sana saat kau tugas disana?"
"Iya, pak," jawab Tiar singkat.
"Terimakasih," jawab pria itu dan itu sangat membingungkan. Untuk apa dia berterimakasih? Apa dia berterima kasih karena Tiar menikahi Lisa? Tapi itu keponakannya sampai mengumpat pada Tiar karena tahu bahwa Tiar menikahi wanita lain.
Ternyata bukan hanya satu orang yang tidak mengerti, Tiar dan Cyntia juga sepertinya sama. Cyntia menoleh pada unclenya dengan dahi mengerut.
"Kok terimakasih, maksud uncle apa?"
Jason tidak menjawab, dia memandangi Lisa lekat dan kemudian berkata.
"Selamat datang, akhirnya Tuhan menjawab doaku"