13. Dresscode

1105 Words
Seperti yang sudah tertulis di dalam undangan, Brenda memakai dress berwarna abu-abu. Semua undangan, keluarga, dan dekorasi menggunakan pakaian atau barang yang berwarna grey dan aqua pearl. Katanya itu warna kesukaan kedua pengantin. "Cantik banget yakin lo hari ini." puji Liora melihat Brenda yang memakai dress sebatas lutut tanpa lengan dengan rambut disanggul, heels silver menghiasi kaki jenjangnya. "Bilang saja terus." dengus Brenda. Brenda heran, kenapa Liora terus-terusan berkata demikian. Padahal gadis itu sudah melihat Brenda dari pagi, ganti pakaian dan berdandan pun Liora melihatnya. "Cepat dong, antrean panjang. Yang mau kasih ucapan juga bukan kamu doang." Brenda, Liora dan suaminya ikut menengok ke arah sumber suara. Ternyata yang berkata demikian adalah Ricky. Lelaki itu sangat tampan meski hanya menggunakan sport hem batik warna grey dan denim hitam. Berbeda sekali dengan penampilan sehari-harinya saat ke rumah sakit. "Antre dong, tidak sabar banget." dengus Brenda. "Mungkin dokter Ricky mau mengucapkan selamat bareng lo, Bren." goda Liora, gadis itu bisa sebebasnya menggoda Brenda dan Ricky karena ini di luar rumah sakit dan di acara pernikahannya. "Lo ngomong apa sih, sembarangan saja." Brenda memberi tatapan tajam pada Liora. "Saya sudah antre, jadi sampai kapan saya harus berdiri di sini menunggu kamu memberi ucapan selamat." suara Ricky kembali terdengar. Brenda memutar bola matanya malas mendengar suara Ricky. Dia kesal sendiri karena lelaki itu mengganggunya. Apakah tidak ada waktu lain untuk memberi ucapan selamat pada Liora. "Mending dokter Ricky bareng saja sama Brenda kasih ucapannya. Kebetulan kan kalian sama-sama sendiri, jadi apa salahnya kalau bersama dalam sehari saja." "Awas... Lama sekali memberi ucapan selamat." Ricky sedikit mendorong tubuh Brenda ke samping dengan tubuhnya. "Aish... Saya duluan yang akan memberi ucapan selamat." Brenda ngotot. "Kamu itu lama, makanya saya dulu." desis Ricky. "Ish... Saya duluan." "Stop! Jangan bertengkar di hari pernikahanku." Liora masih merasa heran, bisa-bisanya kedua manusia itu bertengkar di mana pun mereka berada. Bahkan di hari pernikahannya seperti ini pun masih sempat-sempatnya bertengkar. "Maaf." Brenda menghela napasnya. "Ya sudah, silakan ucapkan selamat untukku." dengus Liora. Ricky menggeram, dia melirik ke arah Brenda dengan malas. Dia memilih diam dan membiarkan Brenda untuk mengucapkan selamat terlebih dahulu. "Happy wedding buat kalian, semoga kalian bisa jadi keluarga yang bahagia." Brenda memberikan sebuah kado pada Liora. Gadis itu sudah menyiapkannya jauh-jauh hari. "Terima kasih ya, Bren." gadis cantik itu terus saja menggamit lengan suaminya. "Selamat ya." Brenda ganti memberi ucapan pada suami Liora dan mereka bersalaman. "Sudah?" Ricky menatap Brenda. Dia ingin segera memberi ucapan selamat dan turun dari panggung pelaminan. Ricky tidak mau kalau banyak orang mengira bahwa dirinya dan Brenda adalah sepasang kekasih. Brenda melirik tak suka pada Ricky, lelaki itu sungguh mengganggunya kali ini. "Gue ke bawah dulu ya, Ra." pamit Brenda. Liora dan suaminya hanya mengangguk, mereka ganti menatap Ricky. "Selamat buat pernikahan kalian." hanya itu yang diucapkan Ricky. Singkat, padat dan jelas serta tidak terlalu lama. "Terima kasih, dok." Ricky langsung balik kanan dan akan turun. Tapi ternyata Brenda masih berada di tangga turun dari panggung pelaminan. Entah gadis itu yang terlalu lelet berjalan atau dirinya yang terlalu cepat dalam memberi ucapan. Ricky pun kembali menghela napas dan menunggu Brenda sampai turun. Gadis itu sangat pelan-pelan ketika menuruni tangga. Ricky hampir saja tidak sabar melihat Brenda. "Hua...!" teriak Brenda tiba-tiba saat kakinya keseleo. Lagi-lagi Brenda berurusan dengan Ricky, karena lelaki itu menolongnya. Brenda tidak jadi jatuh karena Ricky menangkap badan mungil Brenda sehingga gadis itu jatuh ke pelukan Ricky. Jantung Brenda berdetak tak karuan, gadis itu akan tetap menyukai Ricky meski lelaki itu sudah menyakiti hatinya dan selalu membuatnya kesal. Banyak tamu undangan yang melihat ke arah mereka. Terutama karena teriakan Brenda yang lumayan kencang. "Kalau tidak bisa pakai heels, jangan sok-sokan pakai segala." bisik Ricky tepat di dekat telinga Brenda. Gadis itu langsung menjauh dan melepaskan tangannya dari bahu Ricky. Brenda mencoba menetralkan degup jantungnya, dia berharap kalau Ricky tidak akan mendengarnya. "Terima kasih, dok." ujar Brenda gugup. Ricky lanjut turun dari tangga, lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan Brenda dan hidupnya yang dipenuhi gadis itu. Brenda merasa sangat malu, dirinya memilih balik kanan dan ingin meninggalkan Ricky. Tapi baru juga dua langkah dia merasakan tangan kanannya kembali ditarik oleh Ricky sampai gadis itu berhadapan dengan d**a bidang Ricky. Ricky sempat terpesona saat tusuk sanggul Jepang yang Brenda pakai terlepas dari rambutnya. Tusuk sanggul itu terjatuh ke lantai sampai menghasilkan bunyi dentingan lumayan keras. Rambut indah, hitam, panjang nan lurus milik Brenda terurai sempurna. Apalagi gadis itu sekarang berada tepat di depan tubuh Ricky. Bahkan d**a Brenda sampai menempel ke d**a bidang milik Ricky. Brenda sungguh-sungguh tidak mengerti kenapa Ricky tiba-tiba menarik tangannya begini. Dia semakin gugup dibuatnya. Bukan hanya Brenda yang kaget akan kejadian itu. Tapi Liora dan tamu undangan lainnya pun ikut terkejut. Apalagi tamu itu kebanyakan adalah dokter dan suster di rumah sakit. Mereka semakin mengira kalau Ricky dan Brenda menjalin kasih. Tapi para tamu undangan dan Liora sendiri bersyukur karena Ricky menarik tangan Brenda. Kalau tidak maka mereka akan melihat pertunjukan antara maid dan Brenda bertabrakan dan akan memecahkan banyak gelas yang dibawa maid di atas nampan tersebut. "Rambut panjangmu indah." bisik Ricky lagi. Lelaki itu langsung pergi begitu saja tanpa memedulikan Brenda yang gugup tingkat dewa. "Jantungku." Brenda meremas dress bagian d**a kikirnya, dirinya merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. *** Brenda melihat dress yang dia beli untuk acara ulang tahun rumah sakit hari ini. "Bobby...!" teriak Brenda tak menggemparkan isi rumahnya. Lelaki yang dipanggil hanya bisa bersembunyi di bawah kolong ranjang orang tuanya di dalam kamar. Sudah jelas kalau Bobby takut dengan amukan Brenda. "Bobby, sini kamu!" sambil membawa dress yang sudah bolong karena terkena setrika, Brenda mencari keberadaan adiknya. "Kamu kenapa, Bren?" Dina melihat Brenda yang sangat marah. "Mana Bobby, Bun?" "Memangnya kenapa? Bobby tadi keluar sama temannya buat main futsal." Dina tahu apa alasan Brenda mencari Bobby. "Lihat ini Bun, baju aku jadi bolong gara-gara dia sok-sokan menyetrika segala." Brenda memperlihatkan dress barunya yang bolong di bagian d**a. "Ya sudah nanti Bunda ganti uangnya buat kamu beli yang baru." Dina mencoba meredakan amarah Brenda. Gadis itu sangat marah, terlihat jelas dari wajahnya yang putih jadi merah padam. "Bukan masalah uang, Bun. Tapi dress ini mau aku pakai malam ini buat ke acara ulang tahun rumah sakit." Brenda sudah kebingungan harus memakai apa datang ke acara itu malam ini. "Kan bisa pakai yang lain, Bren." "Dresscode-nya warna merah maroon, Bun. Aku enggak ada dress warna itu, masa aku ke sana pakai atasan sama jeans sih. Kan tidak mungkin." Brenda menghempaskan tubuhnya ke kursi yang ada di dekat meja setrikaan. "Awas saja kalau anak itu pulang, akan aku beri dia pelajaran." janji Brenda bila nanti dia bertemu dengan Bobby. "Sebentar, Bunda carikan dress di kamar kakak kamu dulu." Dina berlalu, dia menuju kamar kakak Brenda. "Hah... Anak itu dasar." Brenda meremas dress miliknya. Dina meminta Brenda untuk mandi dan dirinya akan mencarikan dress milik anak pertamanya untuk Brenda. "Astaga Tuhan, bagaimana mungkin aku ke sana dengan dress seperti ini?" desah Brenda lagi saat dirinya sudah memakai dress milik kakaknya. "Bagaimana bisa Kak Greysha memakai pakaian seperti ini? Huh..." *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD