Mengendarai motor matic warna putih sepulang dari kantor Kafeel, Amara kini sulit untuk berkonsentrasi sebab terus saja memikirkan Kafeel yang masih selalu melekat dalam pikirannya. Sesekali ia menaikkan pandangannya untuk menatap langit luas melalui balik kaca helm bogo kesayangannya. Awan tampak cerah tidak ada pertanda akan turun hujan. Padahal ia sangat berharap rintik hujan turun, sehingga dirinya bisa menyembunyikan tetesan air matanya di bawah guyuran deras. Berteriak di pinggir jembatan menghilangkan segela kegundahan dalam hati. Namun, mustahil lagi-lagi itu hanya ada dalam drama. Ia kini kembali di hadapkan dengan kenyataan melewati kendaraan berlalu lalang di bawah teriknya matahari yang begitu menyengat kulitnya. Jangankan menyempatkan berdiri di pinggir jembatan, berh