Jiwa Yang Terluka

1211 Words
Cahaya melewati gang rumah yang sudah sangat sepi dengan langkah yang gontai, sepanjang perjalanan tadi, otaknya terus terngiang-ngiang dengan perkataan Bintang yang mengataan dirinya seorang pembunuh. Meskipun dirinya sudah menyiapkan mental baja agar kebal dengan perkataan orang terhadapnya, tapi tetap saja hatinya terluka, apalagi ketika pria itu mengatakan jika wanita yang sudah jadi korban tabrakan juga tengah mengandung. "Siapa yang lebih beruntung antara aku dan dia? justru dia yang lebih beruntung daripada aku.Dia bisa memeluk anaknya di surga, sedangkan aku?" Tanya Cahaya pada dirinya sendiri. Hingga dirinya sudah sampai di depan rumah, tampak seseorang yang memakai Hoodie berwarna hitam serta topi bucket dan masker yang menutupi sebagian wajahnya, Cahaya hanya bisa menghembuskan napasnya mengetahui siapa yang datang. "Darimana kamu, kok baru pulang?" Tanya Deri.Begitu cahaya membuka kunci rumah.Wanita itu memilih masuk tanpa menjawab pertanyaan Deri yang baginya tidak penting itu. "Ya, aku lagi tanya sama kamu lo, kenapa gak di jawab?" Tanya Deri lagi sambil mengikuti langkah Cahaya yang masuk kedalam rumah. "Aku kerja lah Der, bukanya kamu juga melihatnya." Ucap Cahaya sambil menuangkan air putih dari dalam teko. "Kenapa harus kerja di sana sih,Ya? bukanya aku udah ngasih uang banyak agar kamu gak usah kerja.Aku yang akan menghidupi kamu!"Kata Deri sedikit keras. Cahaya yang pikirannya sedang kalut hanya memilih diam, daripada menjawab pertanyaan yang menurutnya tak penting itu. "Der, aku mohon sekarang aku lagi capek banget,kamu pulang ya." "Kamu ngusir aku ya? oh.. atau jangan-jangan karena sekarang kamu lagi mencari mangsa lelaki kaya raya yang bisa kamu manfaatin makanya kamu udah berani ngusir aku gitu?" Cahaya tersentak kaget mendengar pernyataan dari Deri itu, sungguh hatinya makin hancur berkeping-keping saat ini.Bagai jatuh lalu tertimpa tangga.Merasa sakit hati karena di sebut pembunuh oleh Bintang, kini bertambah disebut w************n oleh kekasihnya sendiri. PLAK...! Sebuah tamparan dilayangkan oleh cahaya pada Deri, tak terima dengan semua perkataan pria itu padanya. "Aku tidak serendah itu menjual harga diriku demi kemewahan, Dan kau tahu itu." kata Cahaya dengan mata yang sudah kembali berkaca-kaca.Membuat Deri sedikit merasa bersalah. "Ya, aku..." "Lebih baik kamu pulang Der, hari ini mood ku sedang sangat buruk sekali,dan aku tidak mau kamu jadi sasarannya." Deri akhirnya mengalah ia berbalik badan hendak pergi, tapi terdengar perkataan Cahaya padanya. "Kau tenang saja, aku akan mencari pekerjaan lain,karena mungkin saat ini aku sudah di pecat olehnya.'' Setelah mengatakan itu Cahaya masuk kedalam kamar dan menutup pintunya, tak terasa tubuhnya langsung melorot dan terduduk di lantai. Cahaya kembali menangis, menumpahkan segala sesak di dalam dadanya. Dan Deri yang mendengar tangisan Cahaya tanpa rasa bersalah pria itu langsung meninggalkan rumah, tentu setelah menerima pesan dari seseorang untuk datang. *** Bintang yang sedang sibuk di kursi kebesarannya,merasakan matanya sudah sedikit mengantuk.Dalam beberapa hari ini ia sudah terbiasa dengan kopi buatan Cahaya, tapi kali ini terasa ada yang kurang. "Dimana kopiku?" Tanya Bintang. Hening tidak ada yang menjawab.Hingga pria itu kembali melempar pertanyaan. "Dimana kopiku, wanita si..." Bintang mendongakkan kepalanya melihat sekeliling ruangan yang memang tidak ada siapa-siapa.Alisnya mengerut, kenapa ia baru menyadarinya sekarang, jika cahaya tidak ada di ruangan itu ataupun di pantry. Buru-buru ia menghubungi Dimas. "Dim, cari wanita itu ada dimana sekarang!" perintahnya. Beberapa jam kemudian, Terlihat Cahaya sedang berjongkok di sebuah makam sambil menangis sesenggukan bersandar pada pusara yang bernamakan Rindu Binti Zaenudin. Bintang hampir saja emosi melihat wanita itu berada di makam kekasihnya, tapi ketika mendengar tangisan Cahaya yang memilukan , membuat tubuhnya tak bisa bergerak sama sekali. "Seandainya aku tidak setuju untuk tukar posisi kala itu, mungkin semua ini tidak akan menimpa kita Rindu, aku tidak akan kehilangan anakku,dan kau juga masih berada di dunia ini bersama anakmu dan keluargamu.Sungguh aku sangat menyesal, aku bersalah, maafkan aku.Huhu..." Dari kejauhan Bintang, menelan ludahnya yang terasa kering di tenggorokan, kenapa hatinya menjadi kelu, antara hati yang iba dan mulut yang berkata benci dan dendam. "Tukar posisi? apa maksudnya, tukar posisi dengan siapa? apa Cahaya bersama seseorang kala itu?" Tanya Bintang dalam hati. Buru-buru dirinya menghubungi Dimas untuk menyelediki kejadian 6 tahun lalu yang menyebabkan Rindu meninggal. Sore harinya, Seperti biasa Cahaya pulang ker umah dengan menyusuri gang-gang kecil, hingga dirinya tiba di halaman rumah mungilnya.Namun langkahnya terhenti saat melihat seseorang ada di sana , berdiri memunggunginya. Awalnya ia tidak mengenali sosok itu, tapi begitu berbalik badan, Cahaya sedikit terperanjat. "Tuan Bintang? apa yang Tuan lakukan disini?" Tanya nya sedikit bingung. Pria itu hanya menatap datar pada Cahaya sebentar kemudian kembali menatap bangunan kecil di depannya. "Tuan, kenapa anda bisa sampai di rumah saya? dan untuk apa menatapnya begitu?" Tanya Cahaya lagi.Hatinya sudah mulai tidak enak, apalagi melihat pria itu yang begitu mencurigakan menurutnya. "Tuan, saya tanya kenapa anda ada disni, dan darimana anda tahu alamat saya?" untuk yang ketiga kalinya Cahaya mengulang pertanyaan tadi. Bintang membuka kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya itu, kemudian menarik ujung bibirnya keatas. "Siapa bilang ini rumahmu?" Jawabnya. "A..pa?" kata Cahaya dengan gugup. "Mungkin kau masih ingat dengan surat perjanjian yang kau tanda tangani sebelum kerja di perusahaan ku?" tanya Bintang. Cahaya memutar bola matanya keatas teringat dengan point-point yang harus ia patuhi dan tidak boleh dilanggar. "Akan kena pinalti 10 x lipat jika secara tiba-tiba mengajukan resign." kata Cahaya dengan lirih. Bintang tersenyum puas mendengar kata-kata Cahaya, setidaknya ia tidak perlu lagi menjelaskan kesalahan yang diperbuat oleh wanita itu. "Karena kau sudah melanggar perjanjian kontrak kerja, maka rumah ini sekarang menjadi milikku.Tentu saja aku bisa melakukan itu karena untuk membayar penalti aku yakin kau tak mampu." Jawab Bintang lagi,yang langsung masuk kedalam rumah tanpa di suruh oleh Cahaya,Bahkan wanita itu sekali lagi dibuat terkejut saat Bintang nyatanya memegang kunci rumah yang ia sama sekali tidak tahu jika ada kunci lain selain yang ia pegang. "Tunggu tuan, ini namanya perampasan aset.Saya tidak setuju anda merampas rumah saya seenaknya begitu. Lagipula anda memperlakukan karyawan seperti seorang b***k saja Tuan, itu sangat tidak adil." Protes Cahaya tak terima sambil dirinya ikutan masuk kedalam rumah mengikuti pria itu. BIntang menatap seluruh ruangan di sana, dengan pandangan yang sulit diartikan,.tidak ada barang berharga atau apapun yang mungkin bisa wanita itu jual jika sedang ada kebutuhan mendesak. Pria itu hanya melihat bingkai foto seorang wanita tua dan Cahaya saja. "Setelah melihat rumah ini, aku yakin hutangmu padaku akan bertambah banyak."Kata Bintang lagi. "A... maksud tuan?" tanya Cahaya lagi. "Maksudku adalah kau akan tetap berada di sisiku sampai aku ungkap siapa sebenarnya pembunuh Rindu, kau atau orang lain yang bertanggung jawab."Jawab Bintang dengan tatapan tajam. "Aku akan bayar hutangku dengan cara apapun, tapi tidak dengan rumah ini!Ini adalah rumah peninggalan orang tuaku, dan tidak akan aku biarkan orang lain merampasnya." Jawabnya. Bintang terkekeh."Benarkah?kau yakin aku tidak bisa melakukan apa yang ku mau dengan rumah ini?" Cahaya yang tak mengerti hanya bisa menatap pria itu dengan bingung.Sampai akhirnya Bintang mengeluarkan sebuah map dan membukanya. Alangkah terkejutnya Cahaya saat melihat sertifikat rumah miliknya itu berada di tangan bosnya sendiri. "Ini... tidak mungkin. Kenapa sertifikatnya ada padamu?"Tanya Cahaya yang mulai panik. "Tentu saja aku bisa melakukan apapun,dan mengambil rumah ini adalah sesuatu yang sangat mudah untuk ku lakukan."Balas Bintang, dengan menatap tajam kearah Cahaya. "Kenapa...apa salahku padamu Tuan?" tanya Cahaya mulai lirih. "Karena aku akan melakukan apa saja untuk membalaskan dendamku, kau yang sudah membunuh Rindu dan anak kami, maka kau harus merasakan akibatnya!" Cahaya membulatkan kedua matanya, sangat terkejut dengan fakta yang baru saja ia dengar. "Jadi..? kau..?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD