Gelindingan Burung Dara

1148 Words
“Tripod kita patah.” Jasmin berlarian sembari membawa tripod berwarna hitam ke arah Aurora. “Ya, sudah, besok beli lagi. Hari ini, kita pakai peralatan seadanya saja.” Aurora menggendong tas yang sudah siap dengan alat-alatnya. Mereka berjalan ke luar untuk masuk ke dalam bus yang sudah bersedia untuk mengantarkan mereka berlibur. Satu keluarga besar turut serta dalam perjalanan liburan ke Gunung Kidul. Setelah beberapa jam mereka menikmati jalanan yang berkelok dan turunan curam serta tanjakan tajam, akhirnya mereka telah singgah di salah satu tempat yang mereka kunjungi. Mereka singgah di salah satu pasar tradisional untuk mencari menu makan siang. Mereka duduk di salah satu bangku milik penjual bakso. “Ra, kayanya bisa jadi konten.” Jasmin mengambil buku berukuran kecil. Kemudian, ia menuliskan beberapa poin yang bisa ia gunakan untuk membuat kontennya. “Bisa, sih, Jas. Cuman, apa boleh sama pemilik warung?” jawab Aurora yang sedang memainkan ponselnya. “Jas, apa kita coba buat minta izin?” Jasmin menghentikan jemarinya yang sedang menari di atas kertas. Ia berdiri untuk menghampiri seorang ibu yang tengah menyiapkan kuah bakso. “Permisi, Ibu, apakah saya boleh meminta izin untuk memvideo warung, makanan, dan memberikan penilaian masakan Ibu di konten saya?” tanya Jasmin. Penjual bakso tersebut ragu-ragu dengan keputusannya. Ia menolak untuk membuat video di tempatnya. Jasmin mengalah terlebih dahulu sembari memikirkan kata-kata untuk merayu sang pemilik warung. Tiba-tiba, ponsel Aurora bergetar karena ada pesan masuk dari Langit. Lagi-lagi, laki-laki itu membuat Aurora merasa terganggu. “Ra, tugas matematika dong,” katanya dalam pesan itu. Aurora menyimpan kembali ponselnya. Baru saja masuk ke dalam kantong celananya, ponselnya telah berdering kembali. Kali ini, terdapat panggilan dari Bram. Aurora berjalan ke depan warung untuk mencari tempat yang jauh dari kegaduhan. Ternyata, Bram hanya menanyakan kabar dan hari kepulangan putrinya. Setelah selesai, Aurora kembali ke tempat duduknya. “Ra, bagaimana kalau kita coba rayu lagi,” kata Jasmin dengan memberikan kode agar Aurora memberikan ilham agar bisa merayu sang pemilik usaha. “Jas, begini saja, kita kasih benefit untuk Ibu penjualnya. Kita kasih upah, sama dikasih iming-iming agar warungnya banyak pembeli, karena masuk ke konten kita. Jadi, kita kasih tahu ke Ibunya, kalau kita akan membantu warung ini agar dikenal orang-orang.” Aurora memainkan ponselnya. Jasmin mengangguk lalu kembali menghampiri sang pemilik warung yang masih sibuk dengan mangkok-mangkok bergambar ayam itu. “Bu, bagaimana jika Ibu kami kasih upah, selain itu, warung Ibu bisa dikenal banyak orang. Sebab, konten yang kami buat akan memperkenalkan warung milik Ibu. Kenapa saya tertarik dengan warung ini? Sebab, masakan Ibu yang berbeda dengan lainnya. Banyak, Bu, warung bakso, tapi sudah langka adanya warung bakso burung dara.” Bakso yang dijual oleh pemilik warung termasuk langka. Sebab, bakso yang digunakan adalah bakso dari bahn dasar daging burung dara yang sudah digiling. Hanya itu yang membedakan dengan jenis bakso lainnya. Bakso ini juga terdapat kuah, mi putih, sayur sawi, dan bumbu yang sama dengan bakso lainnya.  Setelah banyaknya kata-kata rayuan yang keluar dari mulut Jasmin, akhirnya Ibu itu memberikan izin kepada mereka. Selama hampir dua jam mereka menikmati bakso burung dara khas dari Gunung Kidul dan membuat konten Youtube. Dalam kontennya, Aurora menggunakan sambal dengan beberapa sendok yang dituangkan dalam mangkoknya. Setelah selesai dalam pembuatan konten, tubuh Aurora masih terkesan biasa saja. Tidak ada yang aneh dalam dirinya. Akan tetapi, tiba-tiba Aurora merasakan kulit jemarinya yang sedikit gatal. Bersamaan dengan hal itu, tanpa sengaja ia melihat salah satu pengunjung yang sedang menguap akibat kepedasan. Melihat hal itu, Aurora waspada dengan tubuhnya yang akan berubah dalam waktu dekat. Aurora berlari ke belakang dengan alasan ingin membuang air kecil. Setelah sampai di kamar mandi, kulit tubuhnya telah berubah menjadi merah yang sangat menyala. Beruntung, belum ada saru orang pun yang melihatnya. Selama ini, tubuhnya akan bereaksi jika hanya melihat Langit yang sedang menguap. Akan tetapi, kenapa hari ini berbeda? Sebenarnya apa yang membuar dirinya berubah? Tidak lama kemudian, Jasmin menyusul Aurora di kamar mandi umum. Jasmin merasa cemas karena Aurora telah lebih dari lima belas menit pergi dari tempat. Jasmin terkejut kala melihat sesuatu berwarna merah yang menyala dari sebuah lubang kecil di pintu kamar mandi. “Apa itu?” batinnya. Jasmin menggelengkan kepalanya. Kemudian, berjalan ke depan untuk mencari keberadaan sahabatnya. Akan tetapi, tidak ada suara Aurora yang menjawab teriakannya. Pikiran Jasmin semakin kacau. Ia berbalik untuk kembali ke tempat. Tiba-tiba sudah ada Aurora di ujung kamar mandi. “Jas, balik yuk.” Jasmin heran dengan hal itu. “Apakah Aurora berada di kamar mandi nomor satu? Kalau iya, sesuatu yang berwarna merah menyala tadi apa?” batin Jasmin. Mereka kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan. Mereka melanjutkan untuk singgah ke Pantai Baron. Pantai yang terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjung Sari. Pantai yang berjarak 40 kilo meter dari pusat Kota Yogyakarta itu mampu membuat Aurora merenung akan nikmat Allah yang liar biasa. Keindahan alam yang patut untuk dijaga kelestariannya. Pantai yang masih bersih dari sampah ini perlu untuk diteruskan. Aurora merasa bahagia bisa menginjakkan kaki di pantai yang memberikan kenyamanan. Aurora dan Jasmin duduk di pasir pantai sembari melihat ombak yang sedang pasang surut. Tidak lama kemudian, ada seorang penjual keliling menggunakan kantong plastik. “Permisi, Mbak, saya menjual belalang goreng dengan tiga varian. Jika berkenan, boleh loh untuk dicicipi terlebih dahulu,” katanya. Aurora dan Jasmin mengambil dua biji belalang yang telah digoreng. Ternyata, rasanya benar-benar nikmat. Apalagi, makanan ringan ini masih termasuk dalam kategori makanan khas dari Gunung Kidul. Makanan yang tidak bisa dijumpai di sembarang tempat. Aurora membeli beberapa bungkus untuk dibawa pulang ke Jakarta sebagai oleh-oleh. Hampir lima belas menit mereka bercengkerama dengan penjual belalang. Setelah itu, Aurora dan Jasmin saling membantu untuk mengambil gambar. Mereka berfoto ria untuk dijadikan kenangan. Mereka juga berfoto bersama keluarga besar dari Jasmin. Sebuah foto yang memberikan banyak akan makna kebersamaan. Aurora merasa bersyukur pernah bertemu dengan keluarga besar sahabatnya. Dari mereka, Aurora bisa belajar banyak hal. Terutama mengenai istimewanya Yogyakarta. Selain itu, Aurora bisa mengerti akan arti sebuah saling menghargai. Dengan itu semua, Aurora menyadari bahwa Allah menciptakan manusia dengan beraneka ragam. Hari telah sore, mereka melanjutkan perjalanan untuk kembali ke rumah. Di tengah perjalanan, mereka mampir terlebih dahulu di sebuah toko pusat oleh-oleh. Aurora membeli bakpia pathok sesuai pesanan dari Nilam. Selain itu, Aurora membeli beberapa cendera mata khas Yogyakarta, seperti; baju, gelang, sandal, dan lainnya. Serelah selesai berbelanja, mereka melanjurkan perjalanan untuk kembali ke rumah. Mereka sampai di rumah tepat pukul setengah sepuluh malam. Mereka membersihkan badan agar terhindar dari bakteri dan virus. Lalu pergi untuk menjemput ke alam mimpi masing-masing. Aurora masih belum bisa untuk memejamkan matanya. Ponselnya sejak tadi berdering secara terus-menerus. Ia pikir, Langit yang mengirimkan pesan untuknya. Ternyata, bukan! Ada sebuah akun yang sama dengan waktu itu terus mengirimkan komentar buruk ke salah satu konten milik Aurora. “Gue harus cari tahu tentang pemilik akun ini. Komentarnya terlalu menyakiti dan ... bisa untuk dimasukkan ke ranah hukum,” batin Aurora.              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD