BAB 1

1287 Words
Aku berjalan pelan menyusuri koridor kampus. Hari ini aku ketiduran di kelas dan saat kubuka mata, hari sudah mulai senja. Lagi-lagi aku melakukan hal bodoh padahal aku ini sudah jadi mahasiswa bukan siswa SMA lagi. Aku setengah berlari saat koridor kampus mulai terasa gelap dan menakutkan. Ada perasaan takut dan gelisah yang melandaku saat ini. Bukan karena malam akan segera menyapa, tetapi aku paranoid dengan sesuatu yang sudah kuanggap mati. "Nisa!" Deg! Aku menoleh ragu dan langsung menghela napas lega saat tahu yang memanggilku adalah Satria, teman satu jurusanku. Cowok berambut grondong dengan tampilan yang sedikit berkebalikan dengan namanya yang keren-dia cupu, berlari menghampiriku. "Kamu sudah mau pulang?" tanyanya. Aku mengangguk. "Tapi sedang hujan sekarang," "Eh?" tanyaku bingung. Dia tersenyum. "Coba periksa saja jika kamu tidak percaya," kata Satria menambahkan. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. "Bagaimana ini?" tanyaku bingung. Satria tersenyum. "Aku bawa payung, apa kamu mau pulang bersamaku?" tanyanya menawarkan. Aku menatapnya bingung. "Hm, Satria, aku-" "Aku tidak bermaksud merayumu, Nisa! Aku hanya ingin punya teman!" potong Satria seolah dia tahu arah pemikiranku. Aku tertegun, entah kenapa merasa tidak enak padanya. "Maaf, aku tidak bermaksud begitu," ucapku. Satria hanya tersenyum tipis. "Tidak masalah," sahutnya. "Jadi, maukah kamu pulang bersamaku?" tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk mengiyakan ajakannya. "Ayo!" ajak Satria. Aku mengangguk pelan. Kami pun berjalan berdampingan menyusuri koridor kampus hingga akhirnya mencapai pintu keluar. Kulihat hujan yang memang turun begitu deras hari ini. Langit tampak gelap dan hawa dingin mulai menyelimutiku saat angin mulai menerpa tubuhku. "Dingin," keluhku. Satria hendak melepas jaket yang dia kenakan tetapi aku segera mencegahnya. "Tidak! Pacarku akan mencium baumu jika kukenakan jaketmu," tolakku. Satria menghentikan niatnya dan memandangku dengan melempar sebuah senyuman yang menurutku penuh misteri. Aku merasa ada yang aneh dengannya. Namun, aku tidak mau berprasangka buruk. Aku bukan lagi seorang watcher! Sejak peristiwa pertarunganku dengan Denis, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku lagi. Aku sudah tidak bisa melihat kematian atau pun masa depan orang lain lagi. Walau begitu, aku mulai bermimpi buruk tentang kematianku sejak tiga bulan lalu. Aku masih dengan sangat jelas bisa melihat kematianku!!"Nisa!" Aku menoleh dan Satria memandangku heran. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan. "Ayo!" ajaknya sembari menggerakkan payung hitamnya yang kini sudah terkembang. Aku mengangguk dan mendekat pada Satria. Kami sangat dekat dan walau aku sudah tidak memiliki kekuatan itu, hatiku masih saja was-was. Jadi, kujaga jarak dengannya agar aku tidak menyentuh Satria. "Hei, Nisa! Boleh aku tanya sesuatu?" Satria mulai membuka obrolan. "Iya, silahkan!" jawabku. "Pacarmu, apa dia adalah lelaki yang baik?" tanyanya. Aku menoleh pada Satria dengan satu alis terangkat. "Tentu saja dia baik, jika tidak, aku tidak akan pacaran dengannya," jawabku yakin. Satria tersenyum geli. "Ah, tentu saja dia baik. Tapi Nisa, jika boleh jujur, aku merasa ada orang lain yang kamu cintai," sanggah Satria membuatku menghentikan langkahlu seketika. "Orang lain?" tanyaku. Satria juga menghentikan langkahnya dan menghampiriku. "Jangan berhenti mendadak, kamu jadi basah!" tegurnya saat melihatku kehujanan. Aku pandang Satria, cowok itu juga melakukan hal yang sama. "Apa aku terlihat begitu?" tanyaku. Satria mengangguk. "Ya, kamu seperti menyembunyikan orang lain di hatimu. Kupikir itu pacarmu, lalu saat aku melihat kalian aku tahu," Satria tersenyum. "Kamu belum mencintai pacarmu saat ini," katanya melanjutkan. Aku membisu, tidak menduga sama sekali kalau Satria akan berkata begitu. Entah apa yang dia katakan iti benar atau tidak. Namun, orang lain yang dimaksud, ah, aku tidak mau mengakuinya. Namun, sebenci dan setakut apapun aku padanya ternyata aku masih mencintainya. "Sat, aku-" Duk. Aku tanpa sengaja menyentuh tangan Satria dan.. *** Hujan deras membasahi bumi dengan dasyat. Angin dan petir turut bergabung sehingga menciptakan sebuah gabungan cuaca yang mengerikan. Seseorang dengan jas hujan hitam berdiri di dekat danau yang masih berada di kawasan kampus. Wajahnya tertutup tudung sehingga tidak terlihat. Dia tampak gelisah terbukti dengan hentakan kakinya pada tanah berulang kali juga decakannya seolah menunggu dengan kesal kedatangan seseorang. Tangannya tidak terlihat karena dimasukkan ke dalam saku saku jas hujannya. Tak lama kemudian dia mulai bersenandung di tengah hujan. Entah apa yang dia senandungkan, begitu samar dan menyatu dalam hujan hingga tidak terdengar. Seorang lelaki dengan terburu menghampirinya, dia tidak mengenakan jas hujan. Dia membawa payung hitam lebar dengan baju yang agak basah karena hujan. "Maaf, aku terlambat!" kata lelaki itu. Seseorang dengan jas hujan itu berbalik dan dengan segera menikamkan sebilah pisau pada jantung lelaki itu. Lelaki yang tidak siap menerima tikaman itu hanya mampu merintih seperkian detik sebelum akhirnya tewas. Dia jatuh ke tanah setelah seseorang misterius itu mencabut pisaunya. Dipandangnya lelaki yang tewas itu dan mulai menyeretnya tubuh itu ke danau di depannya. *** "Nisa!!" Aku tersadar LALU menatap Satria yang berdiri di depanku dalam keadaan linglung. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya khawatir. Aku hanya menelan ludahku yang entah mengapa terasa pahit dan sakit di tenggorokanku. "Sat," "Hm?" "Aku," "Ya?" "Satria!!"         Panggilan itu mengalihkan perhatian Satria dariku. Dia menoleh pada sumber suara dan melambaikan tangannya pada tiga orang berjas hitam yang tampak dari kejauhan. "Nisa, teman-temanku sudah menunggu! Ini, pakailah agar kamu tidak kehujanan!" katanya sembari memberikanku payung kecil yang dia ambil dari tasnya. Aku mengernyitkan keningku. Ternyata dia punya dua payung lalu mengapa dia tidak memberikanku payung itu tadi dan malah mengajakku pulang bersama? "Nisa!" panggil Satria lagi. Aku menyadarkan diriku dan memegang payung hitamnya. "Aku ingin payung yang ini!" ucapku setengah memaksa. Satria mengernyitkan keningnya. Heran dan bingung. "Baiklah!" Satria mengalah. Aku pun mengambil payung hitam Satria sedangkan Satria memakai payung kecilnya yang lain lalu mulai berjalan pergi menghampiri tiga temannya yang memakai jas hitam itu. Tinggi mereka setara. Satria berlalu dan aku hanya menatapnya dingin. Kekuatanku kembali. Entah bagaimana bisa ini terjadi. Apa pemicunya hingga kekuatan yang tiba-tiba hilang bisa kembali? Apapun itu, aku akan menemukan jawabannya. Akan tetapi, untuk saat ini aku harus melakukan sesuatu. Jika dugaanku benar, maka Satria akan mati tiga hari dari sekarang karena dibunuh. Sedangkan pelakunya adalah salah satu dari tiga temannya yang kini berjalan bersamanya. "Nis," Aku berbalik dan cowok ganteng itu sudah berdiri di depanku sambil tersenyum manis. "Sedang apa?" tanyanya. Aku hanya menggeleng pelan. "Tidak ada," sahutku. "Maaf, aku telat menjemputmu," ucapnya merasa tidak enak. Aku menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," Cowok itu tersenyum lega. "Syukurlah, aku takut kamu marah," katanya. Aku menggeleng sekali lagi. "Tidak, kok!" Kami terdiam dan hujan hari ini benar-benar membuat badanku menggigil. Namun anehnya, aku tidak merasa dingin sama sekali. "Fer," "Ya?" "Kekuatanku kembali," Ferdi terdiam, kaget. "Sungguh?" tanyanya setengah tidak percaya. Aku mengangguk mengiyakan. "Bagaimana kamu tahu jika kekuatanmu kembali?" tanya Ferdi masih tidak percaya. "Aku baru saja melihatnya," jawabku. Ferdi menatapku lekat. "Kematian temanku," kataku melanjutkan. Ferdi menggaruk-garuk alis kanannya. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan, Nisa?" tanya Ferdi. Aku menghela napas panjang. "Akan aku cegah agar hal itu tidak terjadi," jawabku dengan yakin. "Kapan kematiannya?" tanya Ferdi lagi. "Bisa lusa, atau mungkin saja besok!" jawabku. Ferdi memegang pundakku. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya. Aku menggeleng. "Sejauh ini, belum ada! Namun, aku sudah memulai langkah pertamaku," ucapku. "Langkah pertama?" tanya Ferdi tidak mengerti. "Payung ini," kataku sembari menunjuk payung digenggamanku. "Saksi bisu kematiannya," kataku melanjutkan. "Jadi, apa tidak adanya payung ini berpengaruh?" tanya Ferdi. Aku mengangkat kedua bahuku. "Entahlah, tapi aku yakin bisa menyelamatkannya," jawabku. "Mengapa kamu bisa seyakin itu?" tanya Ferdi lagi. Aku tersenyum kecil. "Karena aku sudah tahu pelakunya," Ferdi tertegun. "Kemampuanmu meningkat?" tanya Ferdi sedikit terkejut. Aku menggeleng. "Tidak, aku tidak tahu jelas siapa tetapi aku sudah punya tiga tersangka," Ferdi menarik napas berat. "Baiklah, jika kamu butuh bantuan katakan saja padaku. Aku akan membantumu meski harus mengorbankan nyawa," Aku mengangguk. Kudekati Ferdi dan menyandarkan diriku di dadanya setelah menurunkan payungku ke samping. "Fer," "Ya," "Kekuatanku menghilang seminggu setelah dia meninggal," "Lantas?" "Sekarang kekuatanku tiba-tiba kembali, apa seminggu lagi aku akan menemuinya?" tanyaku ragu. Ferdi terdiam hanya membelai lembut rambutku. "Nisa,dia sudah mati!" ucap Ferdi tegas. "Tapi mayatnya tidak pernah ditemukan," Ferdi terdiam. "Dia sudah mati," Kami terdiam, suara hujan telah membungkam kami dalam tanya yang masih belum menemukan jawaban. "Ayo kita pulang!" ajak Ferdi. Aku hanya mengangguk pelan. Kami pun mulai berjalan keluar kampus. "Tunggu di sini, aku akan mengambil mobilku dulu!" ucap Ferdi. Aku mengangguk. "Baiklah," Aku kembangkan lagi payung dari Satria dan menatap jalanan di depanku dengan bimbang. Walau Ferdi sudah menegaskan berkali-kali kalau dia sudah mati, tetap saja aku gusar. Firasatku mengatakan kalau dia 'masih hidup'. "Radit!!" Pekikan itu membuatku terkejut. Seorang gadis berlari dan memeluk erat seseorang dengan payung besar berwarna biru. Sekilas kulihat dia memakai celana jeans dengan jaket kulit. Wajahnya tidak terlihat karena dia membelakangiku. Gadis itu melepas pelukannya dan menggenggam erat lengan seseorang yang dipanggilnya Radit itu. Entah kenapa aku merasa tidak asing dengan nama itu. Nama itu, adalah juga namanya. Denis, kamu sudah mati bukan?   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD