Citra menghela nafas kecewa mendengar jawaban Hendra. "Tidak ada yang namanya pernikahan pura-pura, Citra. Pernikahan itu janji pada Allah. Tidak untuk dibuat main-main. Apa lagi dipermainkan dengan alasan apapun." Lembut suara Hendra menyentuh pendengaran Citra. "Maafkan aku, Bang. Pikiranku buntu dengan masalahku. Aku tidak bisa mencari jalan lain lagi, agar bisa bebas dari Tuan Cakra." Citra mengusap matanya yang basah. Ia merasa malu pada Hendra. Wajahnya menunduk. "Pernikahan tidak harus didasari saling cinta, tapi tidak boleh melenceng dari tujuan sebuah pernikahan. Aku bersedia menikah denganmu, tapi tujuannya bukan untuk menghindarkan kamu dari masalah. Aku tidak mau menikah dengan niat hanya pura-pura." Wajah Citra terangkat, ditatap wajah Hendra. "Kita menikah dengan tujua