Rendy mengijinkan Bulan ke luar rumah sakit. Pemuda itu mengajak Bulan ke perpustakaan di Malang. Ia menuntun Bulan dengan sangat perlahan saat mereka menapaki tangga perpustakaan.
Bulan tak tahu dan tak ingin tahu ke mana Rendy membawanya, gadis itu masih diam dan tak berniat bertindak ataupun berbicara yang berujung membuatnya mendebat Rendy. Rumah sakit terasa pengap baginya jadi ia hanya ingin menghirup udara bebas dan kebetulan Malang memang memiliki udara yang sangat segar.
Seluruh mata yang ada diperpustakaan menatap Rendy dan Bulan. Dua orang pasangan yang serasi menurut mereka. Bulan duduk di sebuah meja panjang depan deretan rak dan komputer yang mengelilinginya. Sejak pertama kali melewati pintu perpustaakan Malang, ia tak banyak bicara selain mengatakan 'Aku bau kertas, mesin fotokopi dan bunyi komputer' tapi Rendy tak menyahuti dan menjelaskan keberadaan mereka. Ia suka dengan kepekaan luar biasa Bulan. Perpustakaan Malang tak bisa dibilang ramai pengunjung, namun juga tak sepi. Rendy suka menghabiskan waktu di sudut-sudut lorong rak n****+, buku kedokteran atau buku-buku ekonomi terkini.
Perpustakaan Malang seperti halnya perpustakaan lainnya sunyi dan hangat. Selalu menyisakan kenangan tersendiri. Mungkin jika dibandingkan negara-negara lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Minat baca yang sedikit di Indonesia bukan rahasia lagi. Di Korea terdapat perpustakaan yang memukau. Dan Rendy berandai-andai jika saja Malang memilikinya suatu hari kelak.
Bagi Rendy memasuki dunia kepustakaan memiliki aura tersendiri.
"Kita di mana?" dari jarak cukup jauh Bulan mampu mencium aroma panas dari komputer yang sejak perpustakaan ini di buka tak mati, lalu aroma kertas-kertas yang terus saja mengusiknya tapi Rendy tak berniat memberitahunya sama sekali. Akhirnya ia memberanikan diri bertanya karena jika ia berada di toko ATK, baik dia atau Rendy akan disapa penjaga toko. Tapi kenapa tak ada yang menyapa mereka sejauh mereka berjalan? itu yang dipikirkan oleh Bulan. membuat kursi yang ia duduki berderit nyaring: mengundang tatapan tertuduh penduduk sekitar kepadanya.
"Kau membawaku ke sini untuk memberi tahu orang-orang di sini bahwa aku buta?" kata Bulan pelan dan tegas. Ia benci diacuhkan hingga ia melontarkan pertanyaan serangan seperti itu.
"Aku membawamu ke sini untuk menunggu, lagi pula buku yang kucari sudah ketemu." Kata Rendy seraya menggamit Bulan lagi dan pergi ke bagian peminjaman buku untuk meminjam buku yang ia ambil dari rak dan pulang segera.
"Jadi kita di perpustakaan?" tanya Bulan kesal sehingga petugas peminjaman buku sampai menatapnya penuh pengertian. Ia tahu apa yang dirasakan Bulan, karena putri kecilnya juga tidak bisa melihat seperti Bulan. Rendy mendesah, Bulan gadis yang menurutnya sangat keras dan mudah marah.
Bulan marah dan kesal, bahkan untuk melupakan kekesalannya berulang kali ia menginjak kaki Rendy dengan sengaja yang hanya dianggap sebagai hukuman kecil bagi Rendy karena telah menyinggung gadis itu.
Ia harus memaklumi bahwa gadis itu tak hanya kehilangan mata dan kekasihnya, ia juga kehilangan seluruh keluarga dimana hal itu tak mampu ia dapatkan kembali.
"Maafkan aku..." kata Rendy lirih. Ia mengalah akhirnya, sesuatu hal yang tak pernah ia lakukan bahkan kepada kekasih-kekasihnya. Bulan yang berniat menginjak kaki Rendy kembali mengurungkan niatnya mendengar Rendy mengucapkan hal itu.
Rendy lupa bahwa Bulan mungkin mirip dengan Helen Adams Keler sekarang. Dan ia harus menjadi gurunya, menjadi sosok seperti Anna yang berhasil membuat Hellen menjadi pribadi yang lebih baik, lebih tenang, lebih menerima dirinya dan lebih menikmati hidup.
"Kau mau makan apa?" tanya Rendy sesaat setelah mendengar perut Bulan berbunyi.
"Terserah..." jawab Bulan akhirnya setelah diam cukup lama.
"Kau ingin kita kembali ke rumah sakit?"
"Nggak!" jawab Bulan cepat.
"Baiklah, kita duduk di taman."
"Kau ingin orang-orang menatapku dengan kondisiku seperti ini?" Bulan marah lagi. Kali ini ia tak menahannya karena ia tahu mereka sedang di dalam mobil. Rendy mendengus kesal, tak pernah dibayangkan olehnya bahwa Bulan sangat susah menerima kondisinya. Dan bahwa ia harus ekstra bersabar jika bersama Bulan.
Air mata yang Bulan tahan sejak tadi akhirnya tumpah juga.
"Maaf, maafkan aku..." kata Rendy lagi. Entah mengapa ia lebih memilih mengalah dari pada mendebat Bulan. Tanpa ia sadari kini ia lebih bersabar dari sebelumnya dan itu semua karena Bulan. Ada hal lain tersendiri yang Rendy tak paham kenapa ia begitu luluh kepada Bulan akhir-akhir ini.
Rendy menjalankan mobilnya dan berhenti tepat di restauran Pizza di Ciliwung. Ia meminta Bulan menunggu dan memesan Pizza sesegera mungkin agar Bulan tak menunggunya terlalu lama di dalam mobil.
"Kau suka pizza, kan? makanlah..." kata Rendy mengambil bagian yang telah terpotong lunak dan menyerahkannya pada Bulan. Bulan memakannya perlahan. Sungguh ia sudah lama tak makan pizza dan ketika memakannya terasa lezat juga ia teringat Satria tiba-tiba. Bulan meletakkan sisa gigitannya karena teringat adiknya tersebut. "Kenapa? kau tak suka?" Bulan menggeleng. Air mata mengalir lagi di wajahnya.
Rendy bingung dengan apa lagi yang terjadi pada gadis itu. Alih-alih bertanya, ia memberanikan diri melakukan sesuatu.
Rendy meraih dagunya, dihadapkannya wajah Bulan dan ditatapnya baik-baik. Gadis itu dimatanya sungguh sedang hancur berkeping-keping maka tak salah jika ia berniat bunuh diri karena merasa sudah sangat putus asa. Tiba-tiba Rendy teringat Tari, dibandingkan Tari yang lemah karena cinta, Bulan lebih lemah lagi karena telah hilang semua harapan dan keinginannya untuk hidup. Bulan bukan lagi hitam atau putih, ia abu-abu. Ia hidup diantara kegelapan dan dukanya, juga impian dan kebahagian yang lebih terlihat samar tapi ia masih berharap.
Rendy menatap Bulan lekat-lekat, mata gadis itu yang sangat indah dan rambutnya yang hitam adalah pesona malam yang menyembnyikan sinar Rembulan. Bulan pantas mendapatkan nama Rembulan karena dia benar-benar Bulan yang tinggal di malam yang pekat, sayangnya sinarnya sekarang tengah redup, ia tak mampu lagi menyinari bumi karena hatinya telah terbelah, membuatnya hilang kekuatan.
Dan jauh dari lubuk hati terdalam Rendy entah mengapa ia ingin mengembalikan sinar Bulan kembali. Mungkin karena ia seorang dokter yang selalu menginginkan pasiennya sembuh, atau mungkin karena ia terlalu iba pada Bulan? Atau mungkin ada hal lain yang sebenarnya ia sendiri tak yakin akan itu. Mungkinkah empatinya berubah menjadi suka? secara ternyata perlahan entah bagaimana Bulan melakukannya, gadis itu cukup membuat Rendy siaga setiap memerhatikannya, terlebih kini Rendy lebih menjadi pribadi yang sabar bahkan orang-orang yang bekerja dengan Rendy pun merasakan perubahan sikap itu.
"Bulan kau bisa mengandalkanku, aku akan selalu berusaha untuk berada di sampingmu..." kata Rendy, entah mengapa kalimat itu meluncur halus begitu saja dai bibirnya. Perkataan Rendy membuat ruang lega tersendiri di hati Bulan dan membuat gadis itu berhenti menangis setelah lelah sesenggukan.
Bulan melanjutkan memakan potongan pizzanya sebelum mengatakan "Aku ingin belajar brailer..." Hal itu membuat Rendy menoleh cepat ke arahnya dan memandangnya tak percaya.
Rendy paham satu hal. Gadis itu... ia hanya butuh sentuhan yang lembut dan semuanya akan baik-baik saja..