Begitu Kasih masuk ke kamarnya, Byan dengan rasa penasaran mencicipi kopi buatan Kasih, yang membuatnya takjub karena sangat pas dengan seleranya. Tangan wanita itu ternyata berbakat juga.
Dia lalu melirik masakan Kasih yang masih mengeluarkan asap tanda memang masakan itu baru matang dan sangat menggugah seleranya.
Jadi wanita itu benar-benar akan memainkan perannya sebagai istri yang berbakti? Bukankah terdengar menarik?
Sesungguhnya Byan masih belum menemukan metode apa yang akan ia gunakan untuk menjadikan Kasih sebagai alat untuk memonopoli Arvin dan menghancurkan pria itu.
Kasih kembali dan bibirnya menyungging senyum indah saat melihat cangkir kopi milik Byan telah berkurang, bukankah ini menjadi pagi yang baik untuk mereka.
“Mas … Apa kau menyukai kopinya?” Tanya Kasih yang kini sudah duduk di samping Byan, Byan tidak meresponnya seperti sebelumnya, namun Kasih tidak berkecil hati, dia lalu berdiri untuk mengambilkan sarapan untuk Byan.
Dia teringat hal-hal yang telah dia ketahui tentang Byan, pria itu saat menjalin hubungan dengan Natasha Astrid digosipkan sebagai pria yang hangat, suamiable, romantis dan menjadi dambaan setiap kaum hawa. Hubungan mereka sering disorot mengingat keduanya memiliki pamor.
Bahkan beberapa moment ter-capture yang membuktikan betapa lembut dan hangatnya Byan kepada Natasha Astrid. Namun kini yang dia temui seperti sosok yang berbeda total.
‘Tentu saja, Kasih… Memang apa yang kamu harapkan? Kamu bukan wanita yang dicintainya, kamu hanya dianggap sebagai alat tukar yang bernilai harta. Nilaimu begitu rendah di matanya sudah jelas dia memperlakukanmu kasar layaknya sampah dan mengacuhkanmu.’ Hatinya berbisik perih, dia juga bertanya-tanya kenapa dia menginginkan diperlakukan dengan begitu baik oleh pria yang baru ditemuinya dua kali itu.
“Sarapannya dulu, Mas …” Ucap Kasih menyingkirkan gelas kopi Byan lalu menyentuh jemari Byan untuk memberikan sendok juga letak piringnya.
Namun Byan justru langsung meletakkan sendoknya dengan kasar.
“Jangan bertingkah menggelikan seperti ini, Lavina Kasih. Apa yang kamu lakukan tidak akan merubah pandanganku tentangmu.” Byan lalu beranjak dari duduknya, yang diikuti Kasih.
Tepat saat itu ponsel Byan berbunyi dan pria itu menghentikan langkahnya.
“Masuk saja! Kamu tau sandinya!” Suara Byan di telepon terdengar penuh penekanan, tepat setelah itu pintu apartemen mereka terbuka. Ivan datang dan dengan tegas langsung menghampiri Byan.
“Mobil sudah siap, Tuan.” Ucap Ivan yang membantu Byan untuk mengikutinya, Kasih mengernyitkan keningnya bingung, lalu menarik tangan Byan.
“Mau ke mana, Mas?” Tanya Kasih dengan kening mengenyit, detik itu juga Byan langsung menghempaskan tangan Kasih.
“Bukan urusanmu! Ingat siapa dirimu!” Byan mengatakannya dengan tegas dan nada dingin, lalu berlalu dari hadapan Kasih, dan Ivan menatap Kasih dengan raut bersalah.
Setelah kepergian Byan, suasana berubah menjadi lengang. Kasih lalu menuju sofa dan merebahkan tubuhnya di sana.
“Hah! Baru satu hari! Bagaimana pernikahan ini ke depannya?” Kasih menghela napasnya panjang, kenapa semua tujuannya yang ingin menjadi teman baik pria itu rasanya mengempis begitu saja. Pikirannya kini justru memikirkan bagaimana pernikahan ini berakhir.
Bukankah lebih mudah baginya jika dia juga memperlakukan Byan sebagaimana pria itu memperlakukannya dengan harapan pria itu cepat menceraikannya. Dia akan tetap mendapatkan wasiat ibunya lalu dia juga bisa hidup bebas seperti sebelumnya.
“Tidak, Kasih. Setidaknya kamu harus mencoba memperlakukannya dengan baik sebagai bentuk baktimu kepada suami, setidaknya kamu sudah mencoba melakukan apa yang menjadi pesan, Bunda. Jika pada akhirnya semua tetap tidak berjalan sesuai dengan harapanmu, maka kamu boleh berputar arah saat itu juga.” Kasih kembali bermonolog dan menasehati dirinya sendiri.
Bagaimana mungkin dirinya begitu mudah menyerah? Setidaknya dia harus mencobanya, kan?
Kasih lalu bangkit, dia memiliki rencana hari ini. Datang bertemu dengan Wening untuk mengetahui lebih lanjut tentang Byan, lalu dia akan pulang ke rumahnya, menagih janji Ayahnya yang akan memberikan wasiat Bundanya.
Kasih lalu bergegas untuk bersiap, dia tidak ingin mengecewakan Wening dengan datang terlambat.
***
Kasih tiba di rumahnya dengan taksi, keningnya mengernyit bingung saat melihat mobil yang familiar terparkir di halaman depan rumahnya. Itu mobil Arvin.
Kasih menarik napasnya panjang dan mengembuskannya pelan. Tidak! Mulai detik itu dia tidak boleh lagi memiliki perasaan pada Arvin yang b******k itu. Pria itu hanya sampah yang sangat tidak layak untuknya. Setelah apa yang pria itu lakukan kepadanya.
Kasih kembali pada tujuan awalnya datang ke rumah adalah untuk menemui Ayahnya.
Dia masuk ke rumahnya tanpa permisi, ternyata di sana hanya ada ibu tirinya, Luna juga Arvin.
“Kasih …” Arvin memanggilnya dengan tatapan yang sendu dan Kasih melihat sebersit rindu di sana. Tapi Kasih yakin dia salah lihat. Dia langsung menatapnya jijik dan memalingkan wajahnya.
“Di mana Ayah?” Tanya Kasih dengan nada dinginnya kepada Ratna.
Ratna langsung mendengkus keras.
“Dasar anak tidak tau sopan santun!” Teriak Ratna dengan garangnya. Kasih hanya mendecih.
“Sejak kapan Anda mengenal kata sopan santun?” Ucap Kasih yang langsung melengos dan menuju ruang kerja ayahnya. Namun Ratna langsung menarik tangannya kasar dan sedikit mendorongnya.
“Berani sekali kamu masuk seenaknya ke rumah ini! Aku nyonya rumah ini! Dasar anak tidak tau diri!” Ucap Ratna dengan garangnya, masih mencengkram erat tangan Kasih bahkan sengaja menekannya dengan kukunya yang tajam.
Kasih berusaha menyentaknya, namun detik itu juga dia justru mendapatkan tamparan yang begitu kuat dari Ratna entah apa sebabnya hingga membuatnya terhuyung.
“Tante … Apa yang anda lakukan? Kenapa anda bisa menjadi begitu kasar?” Arvin langsung meraih Kasih dan menatap mantan kekasihnya itu dengan khawatir, dia bisa melihat pipi Kasih yang memerah juga sudut bibirnya yang terluka.
Melihat itu Luna langsung panas, dia langsung menarik Arvin dan mendorong Kasih.
“Aku yang harus bertanya apa yang kau lakukan? Tega sekali kau membela perempuan s****l ini di depanku? Kekasihmu, calon istrimu …” Ucap Luna dengan tatapan yang berkaca-kaca.
Kasih memejamkan matanya, merasa muak dengan situasi ini. Sepertinya Ayahnya juga sedang tidak ada di rumah, salah dia juga yang tidak coba untuk menelpon Ayahnya terlebih dahulu.
“Hah! Anak hasil hubungan gelap bersatu dengan anak hasil hubungan gelap! Sempurna! Sempurna! Lanjutkanlah!” Kasih tertawa sombong dengan bertepuk tangan, menatap jijik pada Luna dan Arvin yang memberikan tatapannya yang berbeda.
Luna langsung maju untuk kembali menyerbunya, namun kini Kasih melawannya dan dengan kuat mendorong Luna hingga wanita itu mundur beberapa langkah ke belakang dan hampir jatuh.
Namun, tatapan Arvin justru berbeda, dia terlihat begitu terluka, namun tidak menunjukkan kebencian atas penghinaan Kasih. Tidak. Kasih tidak akan terkecoh, itu hanya tipu muslihat Arvin untuk menarik ulur perasaannya.
“Aku tidak menyangka … Kamu mengambil sampah yang telah kubuang! Ah, itu karena dirimu juga layaknya sampah, Luna! Jadi kalian memang sangat serasi!” Kasih menyunggingkan senyum sinisnya, Luna langsung berteriak tidak terima, dia mengambil gelas yang ada di dekatnya dan langsung melemparnya ke arah Kasih hingga mengenai kening Kasih.
“Wanita sialan!” Teriak Luna dengan membabi buta.
Kasih langsung meringis dan mengusap keningnya yang sudah berdarah.
“Wanita gila!” Ucap Kasih dengan tatapan tidak percayanya.
“Luna!” Arvin langsung maju dan memeluk Luna, berusaha untuk menenangkan wanita itu.
“Pergilah, Kasih.” Ucap Arvin dengan tatapan yang sulit diartikan namun Kasih tidak ingin memikirkannya. Namun apa yang dikatakan Arvin benar jika lebih baik dirinya segera pergi meninggalkan dua wanita gila itu.
“Kamulah yang gila! Dasar wanita s****l! Kau menghancurkan hidupku!” Teriak Luna dengan membabi buta dalam pelukan Arvin. Namun Kasih terus melanjutkan langkahnya dengan perasaan yang dongkol.
“Lepaskan aku, Arvin! Lepaskan aku! Kamu masih mencintainya! Bagaimana kamu bisa begitu kejam padaku! Aku sangat mencintaimu melebihnya, aku memberikan segalanya bagimu bahkan aku rela menunggu untuk menjadi simpananmu! Namun kamu masih mencintainya?! Tega sekali kamu Arvin!” Luna menangis histeris memukul-mukul d**a Arvin.
Arvin tidak bereaksi apapun, pun dengan Ratna yang hanya menghela napasnya panjang. Andai dia tidak memikirkan jika Arvin juga merupakan putra Tristan Wijaya, sudah pasti dia akan mendepak dan memberi pelajaran pada pria b******k itu yang sudah berani mempermainkan putrinya dan membuat hati putrinya terluka.
Ratna melihat peluang besar itu. Peluang jika Arvin akan menggantikan posisi Byantara sebagai pewaris tunggal Wijaya Group. Posisi Arvin sangat menguntungkan karena keadaan Byantara yang buta dan tentu saja para Board of Director tidak akan membiarkan Byantara memimpin Wijaya Group. Dan itu sangat memungkinkan bagi Arvin untuk merebut semuanya.
Sesungguhnya dulu Ratna setuju saja jika Luna menikah dengan Byantara yang buta. Yang mereka butuhkan adalah harta pria itu, dia sudah membujuk Luna untuk menerimanya, Luna bisa dengan mudah mengelabui Byantara dan melakukan apapun yang wanita itu inginkan bahkan berselingkuh sekali pun, namun Luna menolak dengan keras. Dia tidak akan terima menikah dengan pria cacat. Itu merusak harga dirinya.
Pada akhirnya Ratna menyerah setelah dia mengetahui Luna menjalin hubungan dengan Arvin dan siapa Arvin sesungguhnya, Ratna dan Dyah Ayu -Ibu Arvin- telah menjalin hubungan yang baik untuk mendukung hubungan putra putri mereka hingga ke jenjang pernikahan. Ratna akan fokus mengeruk harta Agnibrata sedangkan Dyah Ayu akan fokus mengejar posisinya sebagai Nyonya Wijaya.