Malam terasa begitu dingin hingga menusuk tulang, bau tanah yang terguyur hujan yang cukup deras membuat malam itu terasa begitu menenangkan namun tidak bagi Kasih yang hatinya begitu carut marut karena keputusan Ayahnya.
Wajahnya bengkak karena menangis berjam-jam di kamarnya, menangisi keadaannya karena dia tidak memiliki pilihan lain. Dalam tangisnya dia berusaha untuk menghubungi kekasihnya, Arvin, dia bermaksud untuk menanyakan keberadaan pria itu karena Kasih sangat membutuhkannya, namun jam demi jam berlalu panggilannya masih belum dijawab juga. Hal itu membuatnya memutuskan untuk langsung pergi ke apartemen pria itu.
Dia membutuhkan pelukan Arvin yang selalu menanangkannya, yang selalu membuatnya merasa tidak sendirian di dunia ini, seorang pria yang ia kenal sejak tiga tahun yang lalu dan telah menjadi kekasihnya selama dua tahun ini.
Langkahnya begitu berat membelah jalanan malam yang terasa begitu dingin dan sedikit mencekam karena sudah tengah malam, hanya ada beberapa kendaraan berlalu lalang, Kasih memesan taksi online dan ternyata di luar masih gerimis.
Jarak rumahnya dengan apartement Arvin tidaklah begitu jauh, hanya sekitar dua puluh menit.
Walau perasaannya masih terasa sesak, namun hatinya pelan-pelan merasa sedikit tenang karena akan bertemu dengan rumah yang memberikan kenyamanan di hidupnya.
Tanpa memiliki perasaan apapun, Kasih menekan digit password yang sudah dihapalnya itu, lalu menekan handle pintu dan masuk yang langsung disambut dengan gelap dan sunyi.
Derap langkahnya terdengar memecah keheningan itu, dia terus melangkah menuju ke kamar Arvin yang pintunya terbuka sedikit itu, semakin jelas dia bisa mendengar suara, namun semakin mendekat justru jantungnya berdenyut ngilu dengan pikirannya yang carut marut, suara menjijikan itu, yang Kasih sangat tau maksudnya.
‘Tidak mungkin … Tidak mungkin Arvin melakukan hal menjijikan itu.’ Batinnya menggumam dengan ketakutan yang semakin membuatnya menggigil.
Dengan tangan yang bergetar dia membuka pintu itu dengan sekali sentak, dan pemandangan di depannya membuat lututnya begitu lemas dan membuatnya hampir limbung.
Dia melihat Luna sedang berada di atas Arvin dan keduanya sedang mengejar untuk mendapat kepuasan.
“Teganya kamu Arvin!” Kasih berteriak hingga tenggorokannya sakit, hal itu membuat Arvin langsung mendorong Luna yang masih ada di atasnya, keduanya dalam keadaan telanjang tentu saja.
“Kasih …” Ucap Arvin dengan tatapan terkejutnya, namun Kasih tidak melihat ada tatapan penyesalan di sana, membuat hatinya semakin merepih perih, dia bisa melihat Luna yang tersenyum begitu puas dan jahat kepadanya.
“b******n!” Desis Kasih dengan sorot kebencian penuh luka. Arvin mencoba mendekat namun detik itu juga saat pria itu sudah ada di depan Kasih, tanpa ragu Kasih memberikan tinjunya tepat mengenai hidung Arvin dan membuat pria itu terhuyung dan hidungnya yang mengeluarkan darah.
“Kamu pria paling menjijikan yang pernah kutemui. Dan kamu, sama seperti ibumu.” Ucap Kasih menunjuk Luna yang justru tertawa dengan begitu pongah.
“Ah, ternyata kau cukup berani ya?!” Arvin mengusap darahnya dan menatap Kasih dengan tatapan penuh artinya, namun Kasih tidak gentar dan ikut menatapnya nyalang.
“Bahkan aku bisa melakukannya lebih dari ini!” Ucap Kasih kembali berteriak.
“Kamu tidak bisa menyalahkanku sepenuhnya, Kasih. Aku menyayangimu, namun kamu tidak bisa memberikan apa yang aku butuhkan. Namun aku memaafkanmu karena meninjuku, bagaimana pun aku menjadi pria pertama bagimu, kan?” Arvin menyunggingkan seringainya dan hal itu membuat Kasih menatapnya dengan hati yang hancur. Baru mengetahui bagaimana brengseknya kekasih yang dia cintai itu. Cintanya hanya sebatas pada s*x dan tidak ada ketulusan lebih dari itu.
Apa yang selama ini dia harapkan dari pria itu sebenarnya? Kasih lalu menghapus air matanya dengan kasar dan menatap jijik pada Arvin lalu beralih kepada Luna, dan hal itu membuat Arvin merasa tersinggung pun dengan Luna, nyatanya tatapan Kasih mampu mengintimidasi keduanya.
Benar, dulu, karena satu kejadian, dalam pengaruh mabuk, Arvin menidurinya, tanpa persetujuan Kasih, Kasih terus memberontak dan tidak ingin melakukannya karena dia selalu teringat pesan bundanya untuk menjaga miliknya untuk suaminya, namun malam itu Arvin yang dipengaruhi alkohol menjadi begitu liar dan tak terkendali, yang Kasih bisa lakukan hanya menangis menyesali semuanya.
Keesokan paginya Arvin merasa begitu menyesal, terus menerus meminta maaf sedang Kasih terus menerus menangis, hingga Arvin berjanji akan menikahinya jika dia sampai hamil, pun jika Kasih tidak hamil, pria itu akan tetap menikahinya.
Hal itu terjadi satu tahun yang lalu, namun saat ternyata Kasih mendapatkan tamu bulanannya setelah kejadian itu, omongan Arvin hanyalah omong kosong, pria itu hanya terus menjanjikannya pernikahan.
“Setidaknya aku tau kamu b******n dan Tuhan menunjukkan kepadaku agar aku tidak berakhir menyedihkan dengan pria b******n sepertimu.” Ucap Kasih dengan tatapan yang merendahkan, lalu tatapannya beralih kepada Luna yang kini hanya menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Dan memang pria b******n paling cocok bersanding dengan pelacur.” Desis Kasih dengan tatapan nyalangnya, yang membuat Luna langsung berteriak dan beranjak dari ranjang.
Namun Kasih langsung membanting vas bunga yang ada di sampingnya dan menimbulkan keterkejutan kepada kedua orang itu.
“Pengkhianatan dan penghinaan ini, aku pastikan kalian mendapatkan balasannya!” Desis Kasih dengan tatapan membara.
Namun Luna tertawa keras.
“Apa yang bisa kau lakukan? Kau tidak memiliki apapun, bahkan kau dijual oleh Ayah kepada pria asing. Menyedihkan.” Desis Luna membalasnya dengan tatapan mengejek.
“Hidupku yang menyedihkan bisa kuubah, namun dirimu yang menjijikan seperti sampah, tidak bisa diubah! Sampah selamanya akan menjadi sampah, bahkan jika menjadi sesuatu kau hanyalah produk daur ulang, yang tetap saja berasal dari sampah!” Desis Kasih lalu menutup pintu itu dengan kuat dan berlari meninggalkan apartemen itu dengan hati yang benar-benar hancur.
Rasanya dia hilang arah, luka itu bertubi-tubi menikamnya, seolah hidupnya kini berada di titik terendah dan dia tidak tau harus bagaimana.
Hujan kembali mengguyur Jakarta dengan derasnya, bersamaan dengan air mata Kasih yang mengalir begitu derasnya, dia memilih menerjang hujan di tengah malam yang dinginnya semakin mencekik itu.
Tidak ada lagi yang Kasih rasakan selain perasaan sesak dan hancur yang mendominasi hatinya, dia tidak ingin pulang ke rumah namun juga tidak memiliki tujuan lain. Namun kali ini, dia hanya akan membiarkan ke mana kakinya melangkah, berharap rasa sesaknya berkurang walau nyatanya itu tidak mungkin.
Di ujung jalan itu, seorang pria dengan tatapan yang begitu dingin dan mengerikan menatap kepada seorang wanita yang menerjang hujan dengan bodohnya. Di tengah malam, yang begitu dingin dia justru hujan-hujanan.
“Apakah Tuan akan membiarkan perjodohan itu tetap berlangsung? Wanita itu yang akan dijodohkan dengan Tuan.” Ucap seorang pria dari balik kemudinya, melirik melalui rear vision mirror kepada tuannya itu.
“Aku akan membiarkan Oma mengaturnya dan melihat sejauh mana dia akan melakukannya. Kau sudah mencari tau tentang wanita itu?” Tanya pria itu, yang baru saja mengalami kecelakaan dua bulan yang lalu dan kecelakaan itu merubah hampir seluruh kehidupannya.
Byantara Abimana Wijaya. Pewaris tunggal kekayaan Wijaya Group yang mengalami kecelakaan tragis dua bulan yang lalu, karena kecelakaan itu perlahan-lahan semua direnggut darinya, karirnya, posisinya dan warisannya terancam karena satu bulan itu dia dinyatakan koma.
“Sudah Tuan, dia hanya karyawan biasa di salah satu anak perusahaan Agnibrata, tidak ada yang istimewa, hanya saja dia adalah kekasih dari Arvin, saudara tiri Anda. Mereka telah saling mengenal selama tiga tahun dan dalam dua tahun ini menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.”
“Oh, salah satu p*****r Arvin? Sempit sekali dunia ini, dan aku beruntung, maka mudah bagiku untuk menyakitinya karena dia mencintai Arvin.” Byantara menyunggingkan senyum liciknya, yang terus menatap pada Kasih yang semakin menjauh dari apartemen Byantara.
“Dan sesuai dengan prediksi Anda, kemungkinan besok pagi identitas Arvin juga Dyah Ayu akan terungkap ke publik, dan mungkin mereka akan memulai rencananya untuk masuk ke dalam keluarga Anda dan meminta hak waris. Mereka akan memanfaatkan kesempatan ini karena kondisi anda yang buta pasca kecelakaan.” Ujar Ivan sang sekertaris, hal itu membuat Byantara justru menyunggingkan senyum penuh artinya dan tetap merasa tenang.
“Dan kemungkinan, besok juga akan ada berita tentang kebutaan anda dan pencopotan jabatan anda di beberapa posisi. Apa saya perlu mencegah berita itu beredar?”
“Tidak perlu, biarkan sebagaimana berjalan seperti semestinya. Aku akan menikmatinya dan beristirahat sejenak sebagai pria buta yang tidak memiliki kekuatan, aku akan lebih exicted menyusun rencana untuk mengancurkan Arvin dan Dyah Ayu yang telah berani mengusik dan berharap akan kekayaanku. Dan pernikahanku dengan wanita itu, aku lebih menantikannya, menikahi kekasih Arvin?! Sial aku mendapatkan bekas pria itu? Maka dia tidak akan pernah merasakan bahagia selama bersamaku!” Senyum Byantara semakin mengerikan, lalu dia menutup matanya dan tidak sabar menunggu pertemuannya dengan wanita yang belum dia ketahui namanya itu besok.