Raksa mencari Zoya di kelasnya saat jam pulang, karena dia akan mengajaknya pulang bersama. Tapi Tisa mengatakan kalau Zoya sudah pulang duluan. Raksa agak bingung, apa yang membuat Zoya begitu terburu-buru?
"Zoya tadi bilang akan ke rumah sakit!" Tiba-tiba seseorang menimpali pembicaraan keduanya.
"Lah, gimana Lo tahu? Dan Lo nguping dari tadi?" Tisa tidak terlalu akrab dengan Alam, meskipun mereka sekelas. Jadi tentu dia jadi kurang respect, ketika Alam menyahut begitu saja.
"Gue gak sengaja denger dia bicara di telfon!" Alam mendengar Tisa dan Raksa bingung mencari keberadaan Zoya. Dia tidak berniat buruk, dia hanya memberitahu pada Raksa dan Tisa, karena menurutnya dua orang itu sangat peduli pada Zoya.
Berbeda dengan Tisa, Raksa menciut melihat laki-laki yang dia kenali wajahnya itu. Laki-laki itu adalah kejutan besar yang tidak pernah diduga olehnya. Pertemuan yang tidak disangka-sangka dan mengejutkan. Berbeda dari yang dia kenal sebelumnya, tatapannya lebih tenang.
"Makasih udah kasih tahu!" Raksa tidak lupa mengucapkan terimakasih, dan lihat respon laki-laki itu yang mengangguk dengan senyum tipis. Rasanya, Raksa tak percaya.
"Dia kayaknya diminta konsultasi lagi sama orangtuanya. Eh, bukannya orangtuanya udah nemuin dokter terbaik tentang kondisi Zoya?" Tisa sudah diberitahu oleh Zoya tentang hal tersebut. Mungkin Akan salah dengar.
Raksa tidak tahu, tapi menurutnya bukan persoalan itu. Karena Shana dan Zian juga tidak lagi memaksa Zoya berkonsultasi pada dokter, sampai mereka membawa Zoya menemui dokter hebat di luar negeri yang lebih dipercaya bisa mengetahui kondisi Zoya.
"Ya udah, gue duluan ya!" Raksa langsung berlalu pergi, dia mencoba menghubungi Zoya. Tapi telepon gadis itu tidak aktif.
Raksa tidak yakin rumah sakit mana yang Zoya datangi, jadi dia tidak mencoba mencarinya. Sebaliknya, dia jadi ingin untuk datang ke rumah sakit juga, dimana tempat dirinya dirawat. Sekarang ini, Raksa kecil sedang mengalami masa tersulit, karena penyakit yang terus menekannya secara mental dan juga fisik. Obat-obatan memuakkan yang tidak pernah menyembuhkannya, tapi dokter selalu berusaha keras mencari solusi terbaik. Harapan diberikan sebanyak mungkin, agar Raksa kecil tidak patah semangat untuk sembuh.
Rumah sakit itu tidak jauh, dia hanya perlu mengendarai mobilnya beberapa kilo meter. Melihat parkiran, memastikan tidak ada mobil orangtuanya di sana. Karena dia sebenarnya selalu berkunjung diam-diam, agar tidak bertemu mereka secara langsung.
Bertemu dengan perawat, Raksa diizinkan untuk melihat kondisi Raksa kecil, yang adalah dirinya sendiri. Anak itu terbaring lemah dan sangat pucat, sedang menggambar dengan posisi bersandar pada tumpukan bantal.
"Tadi juga ada seorang remaja seusiamu, dia datang untuk melihat anak-anak penderita kanker di sini!" Perawat itu tidak tahu kenapa ada pemuda tampan yang selalu datang ke rumah sakit, hanya sekedar untuk melihat kondisi seorang anak penderita kanker. Tapi tadi ada juga anak remaja wanita yang datang dan melakukan hal sama seperti Pemuda di sampingnya. Hanya melihat-lihat saja.
"Dokter mengijinkan? Bukankah kalian tidak mengizinkan sembarang orang menemui anak-anak?" Raksa sendiri butuh waktu lama hingga diizinkan datang ke rumah sakit itu, hanya sekedar melihat kondisi Raksa kecil.
"Sepertinya dokter yang memberinya izin. Dia juga terlihat seperti anak orang kaya. Aku tidak tahu, tapi dia memegang daftar anak-anak penderita kanker kanker hati dari beberapa rumah sakit!" Perawat itu tidak memiliki wewenang untuk menanyai remaja wanita itu, karena dokter sendiri yang menemaninya melihat kondisi anak-anak.
Raksa mengerutkan keningnya, tapi kemudian dia melebarkan matanya. "Seperti apa remaja wanita itu? Apakah dia sangat cantik?"
Perawat itu tersenyum mendengar pertanyaan Pemuda di sampingnya. "Bukan hanya cantik, dia seperti seorang bidadari. Kau tahu, dia membuat iri para perawat wanita di sini!"
Raksa langsung lemas, dia bahkan goyah hingga bersandar pada dinding. Matanya berkaca-kaca, dia tidak bisa berkata-kata. Itu pasti Zoya.
"Kau kenapa?" Perawat itu membantu Raksa berdiri tegak.
"Dia memakai kacamata? Dia memiliki kaki panjang dan senyum sangat cantik. Dia memiliki senyum papanya, dan kecantikan mamanya. Zoe Pyralis!" Raksa meneteskan air mata, dia tidak pernah berpikir Zoya akan benar-benar tahu apa yang akan terjadi. Meskipun dia telah meyakinkan dirinya, tapi dia tidak mau mempercayainya. Sekarang, apa yang harus dilakukannya?
Perawat itu membantu Raksa untuk duduk. Kemudian memintanya untuk tenang. "Namanya sepertinya benar, apa kau mengenalnya?"
"Yah, apa dia juga menemui Jo?" Raksa menyebutkan namanya sendiri, tapi ditujukan untuk Jonial Raksa kecil yang saat ini sedang menahan sakit di dalam ruangan itu.
"Iya, dia cukup lama berada di ruangan Jo. Dokter juga menemaninya. Ada apa?" Perawat tahu ada hal besar yang terjadi, melihat bagaimana pemuda di depannya itu begitu terkejut.
Raksa menggelengkan kepalanya. Dia tidak mungkin bisa menjelaskan pada perawat itu. Sekarang dia tidak tahu harus berbuat apa. Apakah dia bisa tetap berpura-pura tidak tahu. Juga, apa yang akan dilakukan oleh Zoya. Seberapa banyak yang Zoya tahu? Tidak mungkin semua ini hanya ketidaksengajaan. Siapa Zoya sebenarnya? Benarkah Zoya bisa tahu apa yang akan terjadi pada Zian nanti?
Meskipun sebenarnya jawabannya sudah jelas, hanya Raksa masih tidak bisa mengerti. Dia sangat bingung sekarang.
"Tolong sampaikan pada Jo, aku tidak bisa lama-lama. Ada hal yang harus ku kerjakan!" Raksa bangkit dan langsung berjalan ke arah pintu keluar. Dia sangat syok, dan tidak tahu apa yang selanjutnya akan Zoya lakukan, jika memang Zoya tahu apa yang akan terjadi.
Lagi, Raksa mencoba menghubungi Zoya, kali ini panggilannya terhubung. Tapi masih tidak diangkat. Dia pun mengirimkan pesan padanya. Menanyakan apa yang sekarang sedang Zoya lakukan.
"Di rumah!" Zoya membalas, bahkan ada pesan kedua. "Lo dimana? Ayo kita pergi nonton siang ini. Malam nanti gue ada pemotretan!"
Raksa tidak tahu harus tersenyum atau sedih. Zoya mungkin tidak akan bersikap begitu baik padanya, jika tahu identitasnya yang sebenarnya. Tidak! Dia tidak mau Zoya membencinya, gadis itu sangat baik, dia pun sangat menyayanginya.
Mengusap jejak air mata di wajahnya, Raksa menguatkan dirinya. Dia tidak mau kehilangan Zoya sebagai kakak yang sudah dia sayangi, juga dia masih mau berada dekat dengan keluarga Pyralis.
"Maaf!" Raksa tidak tahu maaf itu untuk siapa, dia hanya merasa sangat bingung.
Yang Raksa pikirkan, jika memang Zoya benar-benar bisa tahu apa yang akan terjadi kedepannya nanti, dia akan mengakui identitasnya yang sebenarnya. Tapi tidak tahu kapan dia siap mengatakannya. Dia sedikit berharap, tidak perlu memberitahu, karena tidak mau Zoya nantinya akan membencinya.
Menjalankan mobilnya menyusul Zoya yang sudah lebih dulu berada di bioskop. Entah apa yang akan terjadi nanti, Raksa hanya tahu dia ingin berada di sisi Zoya.