Fikar sedang memperhatikan pasien yang sedang mogok makan. Padahal siang ini harus ada obat masuk ke tubuhnya.
"Apakah laki-laki yang datang pagi tadi adalah penyebabnya?" Fikar mengalami masalah, karena sulit memahami emosi remaja. Kadang bisa sangat senang, kadang juga sangat sedih.
"Apa masalahnya? Tidakkah kau ingin memberitahuku?" Fikar sudah mendengar dari seorang perawat, kalau ada seorang laki-laki kenalan dokter Luna, yang diduga adalah mantan calon suaminya, datang menemui Raksa. Kini, Raksa tidak mau makan dan hanya terus diam menutup diri.
Raksa bukan bermaksud menyusahkan, hanya saja kata-kata Lander terus terngiang di ingatannya. Kenapa laki-laki itu mengelak tentang kedekatannya dengan Zoya. Apakah mimpinya tidak benar? Jika pun tidak benar, apa artinya dia memimpikannya?
Dalam hatinya, dia sangat bersyukur Zoya tidak bersama laki-laki itu. Karakternya sangat buruk. Dia membencinya.
"Dokter Alam akan datang, jika kamu tidak minum obatmu. Aku yakin kamu tidak mau berurusan dengannya, bukan?" Fikar masih berusaha membujuk, dia melihat jam tangannya, sudah hampir setengah dua siang. Bahkan saat ini semua orang sudah selesai mencerna makanannya, tapi anak itu masih menolak makan.
"Dokter, kamu tahu tentang model terkenal Zoe Pyralis?" Raksa bertanya dengan sedikit sedih.
Fikar menatap langit-langit ruangan, dia tentu tahu. Siapa yang tidak tahu Zoya? Dia wanita cantik idaman para laki-laki. Kenapa Raksa tiba-tiba menanyakannya?
"Dia memiliki banyak pengikut di akun media sosialnya …," Raksa belum menyelesaikan ucapannya, dokter Fikar sudah memotong.
"Aku tahu!"
Raksa langsung menatap dokter Fikar dengan tatapan menelisik. Karena menjawab dengan begitu cepat.
"Hei, hampir semua orang tahu. Dia seorang model yang masih lajang hingga saat ini. Padahal dengan parasnya yang begitu cantik, banyak laki-laki kaya nan tampan ingin meminang, bukan?" Fikar membayangkan bagaimana wajah Zoe Pyralis, model itu beberapa tahun lebih tua darinya, tapi mungkin jika disandingkan, dirinya lah yang akan terlihat tua.
"Jangan membayangkan hal buruk tentangnya!" Raksa khawatir melihat senyum di wajah dokter Fikar.
"Aish!" Fikar protes, karena remaja itu menegurnya.
"Kenapa dia tiba-tiba menghilang? Banyak penggemarnya yang menunggu kabar darinya. Dia ada dimana ya?" Raksa menjadi seorang stalker, karena dia ingin tahu kabar terbaru tentang keberadaan Zoya saat ini.
Fikar mengerutkan kening, mana dia tahu? Dan kenapa juga Raksa tiba-tiba membahas tentangnya?
"Kau bersedih karenanya?" Fikar menebak dengan ragu.
Sayangnya, Raksa mengangguk mengiyakan. Kesedihannya, karena dia tidak memiliki jalan untuk bisa bertemu dengan Zoya. Sekarang, dia akan bertanya pada siapa lagi?
Fikar mengernyit menunjukkan senyum aneh di wajahnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan jawaban Raksa. Jadi remaja itu tidak mau makan, bersedih karena Zoe Pyralis?
"Jika bertemu dengannya sekali saja sebelum aku mati, aku ingin mengatakan permintaan maaf padanya. Karena aku tidak bisa hidup lebih lama lagi!" Raksa berbicara dari hatinya.
Akan tetapi, Fikar sudah sebisa mungkin menahan tawanya yang akhirnya lepas. Hei, ternyata anak remaja begitu absurd. "Dia mungkin tidak akan peduli. Maaf mengatakan ini, tapi jangan terlalu berharap bisa bertemu dengannya. Lebih baik untuk memikirkan tentang apa yang akan kamu lakukan untuk menikmati hidup ini!"
Ditertawakan, Raksa tidak marah. Karena apa yang dikatakan dokter Fikar ada benarnya. Terdengar mustahil bisa bertemu dengan Zoya. Mungkin bisa dibilang hampir tidak mungkin.
"Jangan sedih karena kata-kataku barusan, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi nanti!" Fikar merasa bersalah melihat anak itu jadi semakin sedih. "Aku baru tahu kamu penggemarnya!"
"Dokter tahu, wanita yang aku tunggu kedatangannya waktu itu, dia adalah teman dekat Zoya. Aku berharap bisa bertemu dengannya!" Raksa akhirnya memberitahukan kenapa dia menunggu Tisa.
Fikar akhirnya mengerti, tapi bagaimana Raksa bisa tahu wanita itu adalah temannya Zoya? Pasti dari media sosialnya. Anak itu benar-benar serius tentang rasa sukanya pada model itu. Menghela napasnya, seharusnya Raksa mengatakan hal ini sejak awal. Jadi dia juga tidak bertanya-tanya.
"Kabar terakhir, katanya Zoya sedang liburan. Tapi ada beberapa penggemar yang curiga kalau Zoya sedang tidak baik-baik saja. Ada yang mengatakan jika itu adalah konspirasi. Karena Zoya bukan hanya seorang model, tapi juga pewaris perusahaan milik orangtuanya yang kini dikelola oleh orang kepercayaannya. Aku khawatir padanya!" Raksa mengungkapkan isi pikirannya, dia sangat stres memikirkan hal ini tanpa adanya jawaban.
Mendengar celotehan remaja itu, Fikar jadi pusing sendiri. Tapi dia benar-benar terhibur, baru kali ini dia melihat langsung ada pengemar yang begitu suka dan begitu ingin bertemu idolanya. Terlebih, begitu mengkhwatirkannya. Sungguh, dia merasa itu lucu, membuatnya gemas pada remaja nakal di depannya.
"Baiklah, kamu bisa terus mengkhwatirkannya, tapi bagaimana dengan dirimu sendiri? Jika kamu jatuh sakit, semakin kecil kesempatanmu untuk bisa bertemu dengan Zoe Pyralis!" Fikar tersenyum bangga menemukan kalimat penghiburan yang begitu bijak sana, tapi saat Raksa melihat kearahnya, dia buru-buru memperbaiki ekspresinya.
Raksa masih tidak berselera. Dia jadi kembali kesal, saat ingat dengan ucapan Lander. Orang yang dia harapkan bisa membuka jalan untuknya bertemu dengan Zoya, malah mengatakan kalimat penghinaan untuk Zoya. Sungguh, dia sakit hati.
"Kenapa dengan wajahmu? Kamu marah padaku?" Fikar pikir ucapan bijaknya akan membuat Raksa terbujuk, tapi remaja itu malah masih terlihat kesal.
"Aku hanya lelah. Aku akan makan sekarang!" Raksa mengambil nampan di atas meja membawanya ke atas tempat tidurnya. Dia harus sehat, dia tidak boleh mati sebelum menemukan Zoya.
Fikar tersenyum lebar, dia mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu Raksa. Sudah seperti adik sendiri, meskipun Raksa sering membuatnya kesal, tapi dia menyayanginya. Raksa adalah pasien yang tinggal di rumah sakit, seperti tinggal di rumah. Kebutuhannya dipenuhi di ruangannya. Alasannya, karena orangtuanya sibuk, tidak mungkin mengawasinya di rumah, jadi lebih baik diawasi oleh dokter dan pihak rumah sakit. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang dikeluarkan orangtuanya. Tapi meskipun begitu, kondisi Raksa tidak pernah benar-benar membaik. Anak malang yang kesepian. Fikar kadang kesal karena sikapnya, tapi juga kasihan.
"Apa yang kamu ketahui tentang Zoya? Bagaimana karakternya!" Fikar membuka obrolan tentang Zoya lagu, karena berpikir akan membuat Raksa lupa dengan nafsu makannya yang sedang buruk.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Raksa agak bingung. Dia tidak akan menceritakan tentang mimpinya, karena responnya mungkin akan seperti Lander. Tapi jika ditanya seperti itu, dia sendiri tidak tahu seperti apa Zoya yang sebenarnya.
"Bagiku, dia gadis yang sangat baik!"
Tersenyum, Fikar sangat geli mendengar Raksa menyebut Zoya dengan sebutan gadis, padahal lebih cocok dengan sebutan wanita, melihat perbedaan usia mereka yang sangat jauh.
"Katakan hal lainnya, jangan hanya memujinya. Karena kamu penggemarnya, katakan hal apa yang mungkin tidak ku ketahui. Jangan remehkan aku, meskipun bukan penggemar sejati, aku juga kagum padanya. Jadi pasti aku tahu apa yang orang tahu tentangnya!" Fikar menguji pengetahuan Raksa tentang orang yang diidolakannya.
Raksa mengingat-ingat lagi tentang Zoya. Ada banyak hal mengagumkan yang dia tahu. "Zoya suka makan es krim!"
Fikar tertawa, dia pikir Raksa akan mengatakan hal menarik. "Dia mensponsori merk es krim terkenal. Katanya juga memiliki saham lumayan di perusahaan es krim. Ada juga berita yang mengatakan pabrik es krim rutin mengirimkan es krim ke rumahnya setiap bulan!"
Sekarang Raksa yang melongo. Dia fokus mencari berita tentang keberadaan Zoya, sampai melewatkan informasi tersebut. Ternyata Zoya memang penggila Es krim.
"Kamu tampak terkejut? Katanya penggemarnya. Masak tidak tahu hal sepele seperti ini!" Fikar menyombongkan diri.
"Aku tahu hal lainnya, tapi aku tidak akan berbagi dengan dokter!" Raksa melanjutkan makannya, dia tidak mau lagi bicara dengan dokter Fikar.
—
Di ruangannya, dokter Alam kembali mengingat hal menarik yang dilihatnya di ruangan Raksa tadi. Sengaja dia tidak jadi masuk, saat melihat Fikar terlihat begitu akrab dengan Raksa. Mereka seperti sedang bicara dari hati ke hati. Karenanya, dia tidak mencoba menganggu pembicaraan mereka. Entah apa yang sedang mereka bicarakan hingga tidak sadar dia membuka pintu dan hampir masuk.
Tadinya dia khawatir, karena mendengar Raksa mogok makan. Tapi dia melihat bagaimana dokter magang itu mengatasi masalah tersebut. Kadang dia melihat mereka bertengkar, tapi kadang juga saling bersikap manis.