Zoya pulang les akan langsung pulang, tapi di perjalanan dia tiba-tiba ingin mampir ke lapangan basket di kawasan komplek. Karena tadi Gerald memberitahunya, akan mengajak Raksa bermain basket dengan teman-temannya.
Seperti yang dia perkirakan, Raksa akan senang. Teman-teman Gerald rata-rata sangat asik, sama seperti Gerald. Mereka suka asal bicara, tapi tidak sombong. Yang membuatnya terkejut, Gerald terlihat begitu sabar mengajari Raksa. Berbeda dengan perkiraannya.
Menunggu di pinggiran lapangan yang dibatasi oleh jaring-jaring. Zoya berdiri cukup lama di sana. Dia juga telah mengabadikan beberapa foto, sekarang dia ingin duduk.
Tidak ada tempat duduk di sekitar sana, Zoya akhirnya malah menemukan penjual es krim keliling. Dia pergi untuk membelinya. Kebetulan dia juga ingin makan sesuatu yang dingin, cuaca sore ini cukup panas.
"Pak mau yang ini satu!" Zoya memberikan uang dua puluh ribuan pada penjual es krim, jadi masih dapat kembalian.
Setelahnya dia duduk di pinggiran jalan, sebenarnya jalanan itu adalah jalanan komplek, jadi tidak banyak yang melintas, kecuali penghuni kompleks itu sendiri. Berbeda dengan kompleks perumahan tempat dia tinggal, di kompleks ini lebih ramai, dan keamanannya tidak terlalu ketat. Padahal area kompleks tersebut bersebelahan.
Zoya melihat lagi hasil foto yang tadi diambilnya secara candid. Gerald terlihat seperti pemain profesional, padahal kenyataannya Gerald tidak terlalu jago dibandingkan yang lain. Sedangkan Raksa, dia sangat berkeringat, tapi tetap terlihat yang paling tampan. Tawanya sangat indah, semua yang melihatnya akan secara tidak sadar ikut tersenyum.
Karena foto Raksa layak untuk dipamerkan, dia sengaja mengunggahnya ke media sosial miliknya. Akun dengan nama Zoe.Py menambahkan post foto baru, dalam waktu beberapa menit, unggahan tersebut sudah mendapatkan banyak love juga komentar.
Dalam komentar tersebut, mereka terfokus pada caption Zoya, "My brother!" Sehingga mereka mulai menghubungkan penampilan Zoya dengan Raksa, dan dianggap layak jika menjadi saudara Zoya. Mereka sama-sama keren.
Zoya cukup puas membaca komentar baik dari followers-nya. Tanpa terasa, es krimnya juga hampir habis. Saat akan membeli lagi, penjual es krimnya ternyata sudah pergi.
"Keputusan bagus aku memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan es krim saat itu!"
Zoya merasa keputusannya, di usia dua puluh enam tahun sudah memiliki banyak saham pada perusahaan-perusahaan es krim terkenal adalah keputusan yang terbaik dalam hidupnya. Dia hidup sangat kesepian, tapi es krim-krim yang dikirimkan tiap bulan ke rumahnya menjadi obat untuknya. Sampai empat tahun lamanya, dia menjadi pengonsumsi es krim, beruntung hal tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya juga bentuk tubuhnya.
Mengingat lagi, Zoya pikir seharusnya dia membangun perusahaan es krim dengan mereknya sendiri. Apakah selama ini dia bisa bertahan hidup sendirian, karena es krim?
"Apa yang kamu pikirkan!" Raksa sudah duduk di sebelah Zoya. Dia sudah memperhatikan dari jauh, sejak berniat untuk menghampirinya. Gadis itu memegang stik es krim, dan terlihat melamun.
"Tidak! Oh, apakah sudah selesai?" Zoya melihat ke belakang, dan di lapangan itu masih ramai.
"Aku susah cukup bermain, dan sekarang mereka sedang serius bermain!" Raksa melihat Zoya masih mengenakan rok sekolah, artinya dari tempat les, Zoya langsung ke sini.
"Kamu baru makan es krim. Tapi kenapa makan di pinggir jalan?" Raksa ingin menertawakan hal tersebut, sangat mengejutkan jika melihat gadis cantik sedang makan es krim di pinggir jalan, sendirian pula.
"Gue bosan menunggu. Ayo dah balik!" Zoya hampir seperti kram pada kakinya, dia juga sebenarnya agak lelah.
"Tunggu!" Raksa bangkit dan menyusul langkah Zoya.
Zoya tidak menanyakan kenapa Raksa bolos sekolah hari ini. Dia sedang malas, juga merasa waktunya kurang tepat. Mereka pada akhirnya hanya membicarakan tentang beberapa hal lainnya, sembari berjalan keluar kompleks untuk pulang.
"Mamamu mungkin masih di luar, tapi dia sudah memesankan makanan untukmu!" Raksa ingat yang diucapkan mamanya Zoya padanya, kalau sore ini akan pergi untuk bertemu temannya.
"Raksa, bagaimana menurut Lo tentang keluarga gue?" Zoya penasaran dengan pendapat Raksa.
Raksa tersenyum saat melihat Zoya sangat ingin mendengar jawabannya. "Mamamu bukan seperti nyonya kaya pada umumnya. Bukankah keluargamu sangat kaya? Tapi bayangkan bagaimana mamamu mau menyajikan makanan sendiri, mengurus rumah sendiri! Sangat jarang ada orang kaya seperti keluargamu!"
Tertawa, Zoya menertawakan pemikiran Raksa. "Hei, jawab dengan sungguh-sungguh. Lo hanya memuji bagian itu, karena sering minta makan ke mama gue!"
"Keluarga Lo sangat hangat. Mereka sangat menyayangi putri tunggal mereka, bersikap sangat baik pada teman-teman putrinya. Shana dan Zian orang yang cukup santai. Kalian adalah keluarga yang baik!" Raksa tidak bisa mengatakan betapa sempurnanya keluarga itu terlihat. Tapi sebentar lagi kesempurnaan itu akan hilang.
"Keluarga gue mungkin akan berbeda setengah tahun lagi. Tidak, mungkin hanya beberapa bulan lagi. Lo akan lihat, betapa kacaunya keluarga gue!" Zoya mengatakannya pada Raksa, dia tidak tahu kenapa dia mengatakannya. Tapi dia tidak merasa salah tentang itu.
Zoya terus berjalan dan sibuk dengan pikirannya, tidak sadar jika Raksa sedang terkejut dengan apa yang baru saja dikatakannya.
Raksa membeku di tempatnya. Bagaimana Zoya tahu? Sekarang dia kembali mengingat semua hal, dimana Shana juga mengatakan Zoya seperti cenayang, dan kini dia berpikir hal tersebut mungkin saja. Apakah artinya Zoya tahu apa yang akan terjadi pada papanya?
"Zoya! Apa yang kamu katakan barusan!" Raksa berusaha mengejar langkah Zoya yang sudah berjalan cukup jauh.
"Gue bilang keluarga gue gak akan sama, seperti yang sekarang Lo lihat!" Zoya mengulangi ucapannya tanpa beban.
Melongo, Raksa benar-benar tidak bisa berkata-kata. "Kamu tahu dari mana?"
"Entahlah!" Zoya menjawab asal.
Raksa bahkan masih tidak yakin, Zoya tahu kalau akan terjadi sesuatu pada papanya. Karena jika seperti itu, kenapa Zoya bisa mengatakannya dengan santai. Sedangkan dia tahu, Zoya sangat menyayangi Shana dan Zian, begitupun sebaliknya.
"Zoya, kamu beneran cenayang?" Raksa memaksa Zoya menjawab, dan gadis itu malah seperti menggodanya.
"Zoya!" Raksa benar-benar tidak bisa tenang sekarang.
"Enggak lah, Gila apa!" Zoya menjawab sambil tertawa terbahak-bahak, sampai hampir terjatuh, karena tidak memerhatikan langkahnya.
"Lalu, bagaimana kamu bisa mengatakan hal seperti itu! Jangan main-main dengan hal seperti itu. Kamu harusnya tahu, itu bukan candaan!" Raksa marah, dia sebenarnya cukup terguncang dan bingung. Berjalan cepat meninggalkannya, Raksa bahkan sama sekali tidak menoleh ke belakang.
Zoya langsung berhenti tertawa, dia tidak mengerti, kenapa Raksa jadi sangat marah. Mengusap cairan bening di ujung matanya, dia sebenarnya hanya menutupi kesedihannya dengan tertawa. Bagaimana mungkin dia tertawa, saat dia tahu sebentar lagi dunianya akan hancur.
Dua orang yang berasal dari masa depan, dengan cara yang berbeda dan rasa sakit yang berbeda, keduanya sama-sama merasakan kegelisahan. Tidak ada yang bisa memahami rasa sakit yang telah mereka alami, hingga akhirnya terjebak dalam waktu yang salah.