Rahasia

1057 Words
Tisa hendak mengajak Zoya ke Mall, dia buru-buru membereskan bukunya, tapi Zoya sudah lebih dulu berlari keluar kelas. "Zo, tungguin!" Tisa juga berlari untuk mengejar langkah Zoya. Saat akhirnya dia harus menghentikan langkahnya, karena ternyata sudah ada Gerald menunggu di gerbang. Zoya naik ke motor laki-laki itu dan pergi. Sari sedang menunggu kekasihnya bersama dengan temannya di dekat gerbang. Dia melihat semua adegan saat Tisa memanggil nama Zoya, tapi Zoya tidak mendengarnya. Karena gadis itu sudah memakai helm dan sedang bicara dengan Gerald. Tersenyum, Sari berteriak pada Tisa. "Lo kurang cepet. Dia udah keburu diculik sama cowoknya!" "Gerald bukan cowoknya!" Tisa balas berteriak, dia berjalan mendekati Sari. Sekalian menunggu taksinya tiba. Mereka tidak bisa dikatakan sebagai teman, karena memang tidak pernah berinteraksi. Tapi semenjak perkelahian Zoya dan Sari beberapa waktu lalu, Tisa pikir Sari adalah cewek yang arogan. Karena membuat temannya sampai terluka. Tapi meskipun begitu, Tisa tidak memusuhi Sari, karena masalah antara Sari dan Zoya adalah masalah pribadi. "Zoya gak mungkin pacaran sama Gerald. Mereka teman dekat, jadi jangan ngomong kayak gitu. Orang bisa salah paham!" Tisa menegur Sari agar tidak berbicara sembarangan. "Iya, Sar. Kan Lo juga tahu Zoya cinta mati sama si Lander!" tambah temannya Sari yang juga tidak percaya kalau Zoya dan Gerald ada hubungan. "Ngomongin apa sih? Serius amat?" Navo baru saja tiba dengan mengendarai motornya. Dia menyerahkan helm pada sang kekasih untuk dipakai. "Itu, kemaren aku liat Zoya jalan sama Gerald. Mereka beli es krim, dan kedekatan mereka itu kayaknya bukan sekedar teman. Mana ada teman yang sedekat mereka. Mana si Gerald tu keliatan jagain Zoya banget. Tangannya kayak gini nih!" Sari memeragakan dengan menarik tangan kekasihnya, dan menaruhnya di kepalanya. "Nih, kaos Lo!" Lander sudah mendengarkan sejak Sari bicara tentang melihat Zoya jalan dengan Gerald, sambil mengambil kaos seragam basket yang baru untuk Navo dari tasnya. "Iya, thanks. Nanti kita libur latihan kan?" "Liat entar!" Lander langsung berjalan kembali ke parkiran untuk mengambil motornya, menghiraukan tatapan mereka. "Eh, kok Lander kayak cemburu gitu sih?" Sari tiba-tiba menyeringai, karena melihat si kaku yang ambis memperlihatkan ekspresi menyeramkan. Sangat menarik jika memang Lander cemburu karena ucapannya barusan. "Lander gak suka sama Zoya. Dia lagi bad mood aja. Udah yuk, balik!" Navo menarik tangan Sari agar naik ke boncengan motornya. Tisa sedari tadi hanya diam. Dia tiba-tiba memikirkan ucapan Sari. Apakah benar temannya itu memiliki hubungan dengan Gerald? Karena akhir-akhir ini Zoya memang selalu sibuk, bahkan meskipun. tidak ada jadwal les, Zoya juga tetap sibuk. Dia tidak tahu apakah karena Gerald atau karena hal lainnya. Jika benar, dia tentu merasa agak sedih. Karena Zoya tidak bercerita apapun padanya. Padahal, dia selalu bercerita apapun pada Zoya. Tisa merasa agak sedih, karena dia adalah orang yang paling dekat dengan Zoya di sekolah. Tapi dia tidak tahu apapun, dan malah orang lain yang lebih dulu tahu tentang Zoya. Sedikit sentimental, karena dia dan Zoya sudah berteman lama. Dia mempercayai Zoya melebihi dirinya sendiri. Kenapa juga Zoya akan merahasiakan sesuatu darinya? — Di sebuah rumah mewah, Zoya menyuruh Gerald menunggu di meja makan. Karena laki-laki itu langsung disuguhi makanan oleh mamanya. Sedangkan dia diminta mamanya pergi ke rumah Raksa. "Raksa!" Zoya melihat mobil Raksa sudah di rumah, artinya laki-laki itu sudah pulang dari sekolah. Tapi pintu rumahnya terkunci, dan rumahnya sangat sepi seperti biasa. "Raksa!" "Jonial Raksa!" Zoya akhirnya memilih menunggu di ayunan, di teras dekat pintu terdapat ayunan, dan Zoya sudah langsung ingin mencobanya begitu tiba di sana. "Raksa!" Zoya lupa membawa ponselnya, jadi dia hanya bisa terus memanggil. "Iya, bentar!" Raksa muncul setelah pintu itu akhirnya terbuka. Laki-laki tampan yang selalu memiliki penampilan keren dan rapi itu tersenyum lebar, tadi dia langsung turun ke bawah dari kamarnya begitu mendengar suara Zoya. "Lagi ngapain Lo? Tadi mama bilang Lo hari ini gak sekolah. Jadi mama minta gue liat keadaan Lo. Kenapa? Lagi sakit?" Zoya tidak mau turun dari ayunan, dia memperhatikan wajah Raksa, dan melihat laki-laki itu tidak terlihat sakit. Raksa ikut duduk di sebelah Zoya. "Gue tadi ke rumah sakit. Pas mau pergi, ketemu Tante Shana, dia liat gue gak pakai seragam!" "Lo sakit apa?" Zoya memperhatikan lagi wajah Raksa. Raksa juga balas menatap Zoya. Dia tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. "Rahasia!" "Begok, Lo udah dianggap anak sama mama dan papa gue. Jangan rahasiakan apapun, Lo juga tinggal sendirian di tempat ini, jangan bikin gue emosi ya!" Zoya tidak pernah ingat memiliki tetangga seperti Raksa dalam kehidupannya. Tapi dia tidak asing dengan wajah Raksa. Hampir seperti mama dan papanya, dia juga merasa dekat dengan Raksa. Jadi dia merasa kesal saat Raksa mengatakan kata tadi. Tertawa, Raksa benar-benar suka dengan cara Zoya marah. Dia bahkan tersenyum lebar. "Kakak, kenapa kamu datang ke sini? Dan katakan, ada apa dengan wajahmu?" Raksa menurunkan masker yang dikenakan Zoya, memperlihatkan pipi Zoya yang sedikit merah. "Jangan panggil gue dengan sebutan itu! Mama gue khawatir sama Lo. Ayo deh, ikut ke rumah kalo Lo lagi gak sibuk. Ada Gerald juga di rumah. Lagi makan dia, Lo belum makan kan pasti?" Zoya menaikkan lagi maskernya, kemudian turun dari ayunan, dia tidak menunggu jawaban Raksa, sudah berjalan lebih dulu menuju pagar. "Nanti nyusul, mau ambil hp dulu!" Raksa berteriak. Zoya terus berjalan, tapi saat mencapai pagar, Zoya berbalik melihat lagi ke arah Raksa yang baru saja masuk ke rumah. Dia memegang dadanya, karena tiba-tiba merasa ada yang aneh. Tidak! Sebenarnya sudah sangat sering dia merasakan keanehan tiap kali dekat dengan Raksa. Seperti merasakan kehangatan, tapi juga rasa sakit. Yang paling membuatnya aneh, dia dan keluarganya merasa nyaman dengan keberadaan Raksa di antara mereka. Seolah-olah Raksa memang bagian dari mereka. Jika saja dia Zoya remaja yang tidak tahu tentang masa depan yang akan terjadi dalam hidupnya, mungkin dia akan berpikir seperti teman-temannya, yang mengira Raksa adalah anak haram papanya. Tapi dia cukup yakin itu tidak mungkin, karena sampai mama dan papanya meninggal, dia mengetahui fakta dengan jelas, kalau dirinya anak tunggal. Tidak ada Raksa dalam kehidupan keluarganya. Dia anak tunggal yang akan berakhir sendirian, merasakan pedihnya merasa kesepian. Siapa Raksa? Zoya akan mencari tahu tentangnya. Atau mungkin dia akan penasaran sepanjang hidupnya. "Gue gak tahu kenapa gue bisa jadi remaja lagi. Tapi yang jelas gue masih hidup. Gue akan melakukan apapun yang belum bisa gue lakuin dulu!" Zoya tidak lagi merasa bingung, karena dia mulai menikmati kehidupan ini lagi. Bisa makan masakan mamanya, bisa memeluk papanya, yang paling penting, dia tidak merasakan kesepian lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD